.

Senin, 22 Mei 2017

Investasi China Di Indonesia; Kelapa Sawit di Indonesia

@B23-SITI

Oleh: Siti Sarah Rizkiya

Abstrak:

Era  globalisasi  merupakan  era  yang  ditandai dengan  semakin  menyatunya  negara-negara  di dunia  dalam  bidang  budaya,  ekonomi,  sumber daya,  dan  teknologi  informasi.  Era  globalisasi ekonomi  menciptakan  kesepakatan  kerjasama perdagangan  internasional  maupun  regional. Perkembangan  era  globalisasi  ini  menciptakan pasar  yang  lebih  terintegrasi  dan  perdagangan internasional  yang  memberikan  dampak  kepada masing-masing negara yang ikut serta di dalamnya.
Setiap  negara  yang  melakukan  kerjasama internasional  pasti  mengharapkan  hasil  yang  lebih menguntungkan  dibandingkan  jika  hidup  sendiri. Berdasarkan  sudut  pandang  ilmu  ekonomi, hubungan  antarnegara  merupakan  proses  alokasi sumber  daya  ekonomi  antarnegara  dalam  rangka meningkatkan  derajat  hidup  bersama.  Semakin banyak  negara  melakukan  hubungan  ekonomi dengan  negara  lain  semakin  besar  juga kemungkinan  negara  tersebut  memperoleh kesejahteraan.  Secara  sederhana  dapat  dikatakan bahwa semakin besar perdagangan dunia diperoleh suatu  negara  semakin  besar  juga  kesejahteraan yang akan dinikmatinya.

Pendahuluan:

Setiap  negara  yang  melakukan  kerjasama internasional  pasti  mengharapkan  hasil  yang  lebih menguntungkan  dibandingkan  jika  hidup  sendiri. Berdasarkan  sudut  pandang  ilmu  ekonomi, hubungan  antarnegara  merupakan  proses  alokasi sumber  daya  ekonomi  antarnegara  dalam  rangka meningkatkan  derajat  hidup  bersama.  Semakin banyak  negara  melakukan  hubungan  ekonomi dengan  negara  lain  semakin  besar  juga kemungkinan  negara  tersebut  memperoleh kesejahteraan.  Secara  sederhana  dapat  dikatakan bahwa semakin besar perdagangan dunia diperoleh suatu  negara  semakin  besar  juga  kesejahteraan yang akan dinikmatinya.
Di bandingkan dengan komoditi lainnya pada sub-sektor perkebunan, kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang pertumbuhannya paling pesat pada dua dekade terakhir. Pada era tahun 1980-an sampai dengan pertengahan tahun 1990-an, industri kelapa sawit berkembang sangat pesat.  Pada periode tersebut, areal meningkat dengan laju sekitar 11% per tahun. Sejalan dengan perluasan areal, produksi juga meningkat dengan laju  9.4% per tahun. Konsumsi domestik dan ekspor juga meningkat pesat dengan laju masing-masing 10% dan 13% per tahun (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan 2004). Laju yang demikian pesat menandai era di mana kelapa sawit merupakan salah primadona pada sub-sektor perkebunan.
Menurut data dari Kementerian Pertanian Indonesia, jumlah total luas area perkebunan sawit di Indonesia pada saat ini mencapai sekitar 8 juta hektar; dua kali lipat dari luas area di tahun 2000 ketika sekitar 4 juta hektar lahan di Indonesia dipergunakan untuk perkebunan kelapa sawit. Jumlah ini diduga akan bertambah menjadi 13 juta hektar pada tahun 2020.

Perkebunan milik pemerintah memiliki peran yang menengah dalam industri minyak sawit sementara perusahaan-perusahaan besar (seperti Wilmar Group dan Sinar Mas) memproduksi sekitar setengah dari total produksi minyak kelapa sawit Indonesia. Para petani skala kecil memproduksi sekitar 35% dan kebanyakan petani kecil ini sangat rentan keadaannya apabila terjadi penurunan harga minyak kelapa sawit dunia.

Permasalahan:

1.      Dinamika Pasar Minyak Nabati di Pasar Internasional
2.      Prospek CPO di Pasar Internasional Cukup Terbuka
3.      Peluang Pengembangan CPO Indonesia
4.      Kendala dan Kebijakan 

Pembahasan:

1.      Dinamika Pasar Minyak Nabati di Pasar Internasional
Pasar minyak nabati di pasar internasional merupakan salah satu pasar yang kompetitif, melibatkan lebih dari sembilan jenis minyak serta hampir diproduksidan dikonsumsi di semua negara, baik negara maju maupun negara yang sedang berkembang. Minyak nabati yang banyak diperdagangkan di pasar internasional antara lain minyak kedele, minyak sawit, rapeseed oil, sunflower oil, minyak kelapa, minyak jagung, dan minyak kacang tanah.    
Pada lima tahun terakhir, daya saing CPO di pasar internasional masih lebih baik dari daya saing minyak nabati lainnya (Basiron 2002).  Hal ini tercermin dari pertumbuhan pasar CPO yang secara umum paling tinggi. Konsumsi CPO dunia pada lima tahun terakhir tumbuh dengan laju 7.70% per tahun, jauh diatas rata-rata konsumsi minyak dunia yang hanya 3.44% per tahun.  Pada periode tersebut, hanya minyak kedele yang masih tumbuh dengan laju 4.49% per tahun.  Konsumsi rapeseed oil dan sunflower oil di pasar dunia justru mengalami penurunan.  Sebagai akibatnya, pangsa konsumsi CPO di dunia meningkat 4.12% per tahun pada periode tersebut menjadi 27.77%, dengan tingkat konsumsi mencapai  27.77 juta ton pada tahun 2004.  

2.      Prospek CPO di Pasar Internasional Cukup Terbuka
Dengan kinerja dan daya saing yang cukup baik, prospek CPO di pasar internasional, baik dilihat dari sisi peluang peningkatan konsumsi maupun ekspor diperkirakan masih cukup baik.  Hasil analisis yang dilakukan FAO (2001), Mielke (2001), dan Susila (2002) menunjukkan peluang peningkatan konsumsi CPO masih terbuka.  Dari studi tersebut, peluang peningkatan konsumsi CPO untuk jangka panjang sampai dengan 2005 diperkirakan akan mengalami 3 fase pertumbuhan.  Pada fase pertumbuhan pertama atau fase pertumbuhan cepat (2005-2010), konsumsi CPO diperkirakan masih  cukup tinggi, walaupun lebih rendah dari pertumbuhan pada dekade terakhir.  Fase kedua (2010-1017) dikenal sebagai fase pertumbuhan yang lambat, namun masih lebih tinggi dari pertumbuhan produk kompetitiornya yaitu pertumbuhan konsumsi minyak kedele. Fase ketiga (2017-2025) dikenal sebagai pertumbuhan yang alami (natural) yaitu pada saat pasar mulai jenuh dan pertumbuhan konsumsi hanya sekitar 1.5% per tahun.
Ada beberapa faktor yang melandasi pemikiran bahwa prospek CPO cukup cerah dalam persaingan dengan minyak nabati lainnya.  Faktor pertama yang mendukung daya saing minyak sawit yang tinggi adalah tingkat efisiensi yang tinggi dari minyak tersebut.  Pasquali (1993) dan Basiron (2002) menyebutkan bahwa CPO merupakan sumber minyak nabati termurah. Rendahnya harga CPO relatif terhadap minyak lain berkaitan dengan tingginya tingkat efisiensi produksi CPO (Simeh 2004; Susila 1998).  Ong (1992) menyebutkan bahwa produktivitas lahan untuk pengusahaan CPO, minyak kedele, rapeseed, dan kopra adalah masing-masing 3.200, 332, 521, dan 395 kg/ha setara minyak.   Faktor lain adalah bahwa sekitar 80% dari penduduk dunia, khususnya di negara berkembang masih berpeluang meningkatkan konsumsi per kapita untuk minyak dan lemak, terutama untuk minyak yang harganya murah (FAO, 2001).   Di samping faktor penduduk, peningkatan konsumsi juga disebabkan oleh efek substitusi dan efek pendapatan (Pasquali, 1993). Efek substitusi berpangkal dari daya saing CPO yang tinggi sehingga penduduk di negara berkembang cenderung mensubstitusi minyak yang dikonsumsi dengan minyak yang lebih murah.  Efek pendapatan cukup signifikan karena pertumbuhan ekonomi yang pesat justru terjadi di negara-negara yang sedang berkembang yang tingkat konsumsi minyak dan lemak yang relatif masih rendah yaitu 10.3 kg per kapita (FAO, 2001).   Faktor berikutnya yang juga akan memperbesar peluang minyak sawit adalah terjadinya pergeseran dalam industri yang menggunakan bahan baku minyak bumi ke bahan yang lebih bersahabat dengan lingkungan yaitu oleokimia yang bahan bakunya adalah CPO (The World Bank, 1992 dan Pasquali, 1993).  Kecenderungan tersebut sudah tampak di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa Barat, dan Jepang.

3.      Peluang Pengembangan CPO Indonesia
Pada saat krisis dan pemulihan ekonomi (1998-2003), kelapa sawit masih menunjukkan perkembangan yang pesat. Pada periode tersebut, pertumbuhan areal mencapai 12.04% per tahun dengan luas aral tahun 2003 mencapai 4.923 juta ha.  Produksi juga tumbuh pesat pada periode tersebut dengan laju 13.6% per tahun dengan tingkat produksi mencapai 10.683 jua ton pada tahun 2003.  Volume ekspor juga meningkat dengan laju 16.37% per tahaun, sedangkan nilai ekspor minyak sawit meninkat dengan laju 7.67% per tahun.  Konsumsi domstik juga tidak ketinggalan dengan laju peningkatan sekitar 7.33% per tahun pada periode tersebut. Tingkat konsumsi sampai dengan tahun 2025 diperkirakan akan berkisar antara  41.45 – 44.45 juta ton.  Di sisi lain, produksi CPO dunia pada tahun 2004 adalah 25.67 juta ton.  Dengan demikian, peluang peningkatan produksi sampai dengan tahun 2025 berkisar antara 15.78 – 18.78 juta ton.

4.      Kendala dan Kebijakan 
Dengan peluang investasi yang masih terbuka, Indonesia sebenarnya mempunyai potensi untuk memanfaatkan peluang tersebut. Seberapa besar peluang tersebut dapat dimanfatkan akan sangat bergantung pada iklim investasi/bisnis di Indonesia. Dua hambatan utama adalah instabilitas kondisi ekonomi makro dan ketidak-pastian kebijakan ekonomi.  Faktor berikutnya yang juga dinilai sebagai hambatan utama adalah korupsi, baik pada tingkat local maupun nasional. Selanjutnya, masalah perpajakan dan biaya modal juga menjadi factor penghambat investasi di Indonesia.  Secara lebih spesifik pada bidang investasi kelapa sawit, beberapa hambatan utama untuk melakukan investasi adalah sebagai berikut:
            ·       Keterbatasan Sumber Pendanaan
            ·       Ekses Otonomi Daerah
            ·       Isu Lingkungan
            ·       Konflik Lahan dan Penjarahan.

Kesimpulan:

Setalah mengalami masa keemasan sampai dengan pertengahan tahun 1990- an, bisnis kelapa sawit mengalami penurunan kinerja, khususnya dari aspek investasi.  Berbagai faktor internal dan eksternal telah menimbulkan persepsi bahwa peluang investasi di bisnis tersebut mulai menurun.  Padahal, peluang investasi sebenarnya masih cukup terbuka dalam waktu yang relatif panjang (2025). Indonesia diperkirakan  memperoleh peluang terbesar dengan memanfaatkan sekitar 40% atau sekitar 6.31 – 7.51 juta atau setara dengan peluang perluasan antara 1.80 – 2.15 juta ha.  Jika perluasan dilakukan antara tahun 2005-2025, maka setiap tahun Indonesia harus melakukan perluasan sekitar 120 –140 ribu ha.

Daftar pustaka:



Anonim. 2016. Minyak Kelapa Sawit. https://www.indonesia-investments.com/id/bisnis/komoditas/minyak-sawit/item166? (diakses tgl 22 Mei 2017)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.