Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV 2016
relatif stabil dikisaran 5,3% (yoy). Capaian ini diatas kinerja perekonomian
nasional yang melambat menjadi 4,9% (yoy). Kinerja sektor eksternal yang cukup
baik ditengah tertahannya perbaikan perekonomian domestik menyebabkan
perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 tumbuh stabil. Secara
keseluruhan tahun, kinerja perekonomian Sumatera Utara kembali menggeliat dari
5,1% (yoy) menjadi 5,2% (yoy). Perbaikan perekonomian terutama ditopang oleh
masih kuatnya konsumsi masyarakat diiringi oleh kinerja sektor eksternal yang
terus membaik. Memasuki awal tahun 2017, konsumsi masyarakat akan barang dan
jasa diperkirakan masih cukup kuat seiring dengan perayaan tahun baru dan
imlek. Permintaan domestik yang masih kuat dan terus membaik serta perbaikan
ekonomi global yang akan diikuti oleh meningkatnya harga komoditas perkebunan
diperkirakan akan menjadi pendorong perbaikan perekonomian lebih lanjut. Dengan
demikian, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan I 2017 diperkirkan berada
pada kisaran 5,1-5,5% (yoy).
Inflasi
Sumatera Utara pada tahun 2016 tercatat sebesar 6,3% (yoy), lebih tinggi dari
sasaran yang telah ditetapkan. Selain itu, angka ini lebih tinggi dari
realisasi inflasi nasional sebesar 3,2% (yoy) dan inflasi 2015 yang mencapai
3,3% (yoy). Tingginya angka inflasi tersebut terutama disebabkan oleh tekanan
volatile food khususnya komoditas cabai merah. Gangguan produksi akibat bencana
Gunung Sinabung dan gangguan Organisme Penganggu Tanaman (OPT) menyebabkan
pasokan menurun. Selain itu, tekanan inflasi juga disebabkan oleh inflasi
administered prices. Pada 2016 pemerintah menetapkan kenaikan tarif untuk
beberapa komoditas diantaranya cukai rokok, biaya perpanjangan STNK, tarif
listrik, dan BBM. Sementara, kelompok inti masih cenderung stabil seiring dengan
terjaganya ekspektasi masyarakat, baik di level konsumen maupun pedagang.
Sementara itu, tekanan inflasi terkait dengan perbaikan daya beli masyarakat
diimbangi dengan dampak nilai tukar yang cenderung apresiatif.
Perekonomian
pada triwulan II 2017 diperkirakan masih cukup baik di kisaran 5,3-5,7% (yoy).
Pertumbuhan perekonomian pada triwulan dimaksud diperkirakan bersumber dari
kuatnya permintaan domestik dan adanya perbaikan dari sisi eksternal meski
masih relatif terbatas. Perekonomian mendatang juga diperkirakan diriingi oleh
peningkatan tekanan inflasi seiring dengan meningkatnya permintaan sesuai pola
musiman ditengah terbatasnya pasokan bahan pangan. Secara keseluruhan tahun,
perekonomian Sumatera Utara pada tahun 2017 diperkirakan membaik dibandingkan
tahun sebelumnya dan berada pada kisaran 5,2%-5,6%. Perbaikan didorong oleh
membaiknya permintaan domestik yang semakin semakin solid serta kinerja ekspor
yang semakin membaik. Perbaikan perekonomian pada tahun 2017 disertai dengan
terjangkarnya inflasi yang diperkirakan akan berada pada kisaran 4,0 ± 1%
(yoy), atau menurun dibandingkan tahun 2016. Rendahnya tekanan inflasi pada
tahun 2017 ditopang oleh pasokan pangan yang mulai kembali normal. Sementara
itu, risiko inflasi diperkirakan bersumber dari inflasi administered prices.
Pertumbuhan Ekonomi Sumut Tahun 2016 Tumbuh 5,18 Persen
Pertumbuhan perekonomian Sumatera Utara (Sumut) tahun 2016 tumbuh 5,18 persen.
Pertumbuhan tersebut meningkat dibanding tahun 2015 yang mengalami pertumbuhan sebesar 5,10 persen.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut, Syech Suhaimi, mengatakan, berdasarkan pendekatan produksi, pertumbuhan tertinggi pada lapangan usaha informasi dan komunikasi sebesar 7,76 persen.
"Berdasarkan pengeluaran, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga sebesar 5,21 persen," ujarnya saat temu pers di Kantor BPS Sumur, Senin (6/2/2017).
Ia menjelaskan, pada triwulan ke empat tahun 2016, ekonomi Sumut tumbuh 5,25 persen bila dibandingkan triwulan empat tahun 2015 (y-on-y).
"Pertumbuhan terjadi pada seluruh lapangan usaha kecuali pengadaan listrik, gas dan jasa keuangan," jelasnya.
Ia menerangkan, informasi dan komunikasi merupakan lapangan usaha yang memiliki pertumbuhan tertinggi sebesar 9,65 persen, diikuti pengadaan air sebesar 9,05 persen dan penyediaan akomodasi serta makan minum sebesar 8,50 persen.
"Sumber utama pertumbuhan ekonomi Sumut Triwulan empat tahun 2016 adalah perdagangan besar eceran dan reparasi mobil, sepeda motor sebesar 1,33 persen diikuti industri pengolahan sebesar 0,96 persen dan konstruksi sebesar 0,91 persen," terangnya.
Dua Masalah Hambat Ekonomi Sumut 2017
Selain
kondisi ekonomi global yang masih diliputi ketidakpastian, kendala kritikal
pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara (Sumut) tahun ini juga disebabkan dua
masalah, yaitu infrastruktur dan hilirisasi produk perkebunan yang berjalan
lambat.
|
Kepala
Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sumut Difi A Johansyah mengatakan,
selain itu hambatan terbesar bagi perekonomian Sumut bersumber dari buruknya
kualitas jalan. "Sumut memiliki jalan rusak terpanjang di Sumatera,
mencapai 239 km," katanya kepada MedanBisnis, Rabu (4/1).
Kondisi tersebut terutama terjadi di daerah Pantai Barat Sumut seiring dengan kondisi geografisnya yang relatif rentan terhadap bencana. Sementara jaringan interkoneksi antara jalan dan pengembangan mass rapid transportation yang mendukung pengembangan kawasan industri, perkebunan dan perkotaan juga masih belum optimal. Padahal, pembangunan jalan maupun perbaikan jalan di Sumut berpotensi meningkatkan ekonomi sebesar 0,45% per tahun di atas baseline dan memperluas penyerapan tenaga kerja sebesar 0,15%. Meningkatnya efisiensi perekonomian akibat baiknya infrastruktur jalan juga mendorong peningkatan ekspor sebesar 0,75% per tahun. Di sisi lain, kondisi ketersediaan listrik di Sumut juga masih belum optimal. Sumut merupakan provinsi dengan defisit listrik terbesar kedua setelah Lampung yang masih diikuti oleh kurang optimalnya keandalan listrik. Hal ini patut disayangkan mengingat listrik merupakan aspek yang sangat penting dalam mendorong peningkatan kualitas barang industri sehingga pada akhirnya dapat menjadi motor pertumbuhan ekonomi. Jika pemenuhan kebutuhan listrik dipenuhi, maka pertumbuhan ekonomi berpotensi meningkat sebesar 0,24% di atas baseline dan penyerapan tenaga kerja juga turut meningkat 0,12% per tahun. Adanya peningkatan produktivitas industri seiring dengan primanya infrastruktur pendukung juga menopang peningkatan kinerja ekspor sebesar 0,08% per tahun di atas baseline. Kapasitas Pelabuhan Belawan yang relatif terbatas nantinya akan ditunjang oleh Pelabuhan Kualatanjung diharapkan mampu meningkatkan efisiensi biaya logistik dan mendorong peningkatan ekonomi sebesar 0,45% per tahun, peningkatan penyerapan tenaga kerja sebesar 0,46% dan volume ekspor meningkat 0,26% per tahun. Sementara, domimasi produk komoditas perkebunan juga turut mendorong rendahnya kinerja perekonomian Sumut seiring dengan ketidakpastian pasar komoditas global yang ditandai dengan tingkat permintaan dan harga komoditas yang melemah. Lebih dari 75% produk ekspor Sumut didominasi oleh produk berbasis sumber daya alam, sementara produk berbasis teknologi hanya sekitar 15%. Hal ini juga menggambarkan hilirisasi produk perkebunan berjalan lambat. Dalam mendorong percepatan hilirisasi, langkah pemerintah sudah sangat tanggap dengan dibangunnya KEK Sei Mangkei yang akan terintegrasi langsung dengan Pelabuhan Kualatanjung. Dengan dibangunnya kawasan industri ini, perekonomian Sumut diperkirakan dapat meningkat 0,85% per tahun dan penyerapan tenaga kerja sebesar 0,47%. Selain faktor di atas, kualitas sumber daya manusia dan kriminalitas juga masih menjadi kendala kririkal terhadap pertumbuhan ekonomi Sumut ke depan. "Faktor-faktor ini perlu ditindaklanjuti sebagai langkah reformasi struktural yang penting untuk mengatasi hambatan ekonomi Sumut agar bisa bertransformasi menuju ekonomi yang lebih modern," tandasnya. Sebagai catatan, BI sendiri memproyeksikan ekonomi Sumut tahun ini tumbuh antara 5,1% hingga 5,5%. Laju pertumbuhan ini sudah dianggap moderat karena lebih mengandalkan faktor-faktor internal, terutama konsumsi swasta. Ekonom Sumut Gunawan Benjamin menilai pertumbuhan ekonomi Sumut belakangan ini khususnya di tahun 2016 belum sepenuhnya pulih akibat tekanan pada harga komoditas. Praktis laju pertumbuhan ekonomi lebih mengandalkan konsumsi rumah tangga. Sementara itu pembangunan infrastruktur memang menjadi bumper guna menghindari Sumut dari antrean pengangguran yang semakin panjang. "Akan tetapi manfaatnya belum bisa dirasakan saat ini. Pembangunan infrastruktur Sumut belum selesai. Sehingga manfaatnya dalam memberikan multiplier effect ke sektor lainnya belum terlihat," katanya. Di sisi lain, Sumut memiliki masalah struktural di mana ketersediaan energi khususnya energi listrik belum mencukupi. Iklim investasi menjadi kurang begitu baik, yang berujung kepada pertumbuhan industri manufaktur yang tidak optimal. Sehingga hilirisasi yang seharusnya mampu menjadi penopang akselerasi pertumbuhan berjalan stagnan. Belum lagi bicara mengenai pengendalian laju tekanan inflasi yang ruwet akibat masalah cuaca yang menekan sisi persediaan. Dia menyimpulkan tahun lalu Sumut memang tengah membangun tonggak transisi pertumbuhan ekonomi, yang dibantu dengan perbaikan infrastruktur. Ada harapan akan membaik di tahun ini, namun butuh kerja keras dari semua elemen. Elemen yang paling penting adalah pemerintah, yang diharapkan mampu menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi. "Dan kita juga belum memperhitungkan potensi tekanan dari negara lain atau eksternal. Jika eskalasi tekanan eksternal mengalami peningkatan, ekonomi Sumut masih cukup aman tumbuh 5,2% di tahun ini," tandasnya. |
Masalah Kemiskinan Masih
Ganjalan Pertumbuhan Ekonomi Sumut
Pertumbuhan
ekonomi Sumatera Utara semester I tahun 2014 yang hanya sebesar 5.54 persen
lebih buruk dibandingkan dengan kinerjanya semester I tahun 2013 yang tumbuh
6.13 persen. “Masalah kemiskinan masih menjadi ganjalan bagi pertumbuhan
ekonomi Sumut. Banyak persoalaan kemiskinan yang belum tuntas,” kata Gunawan
Benjamin, pengamat ekonomi Sumut kepada Berita di kantornya Selasa (5/8) siang.
Menurutnya, perlambatan pertumbuhan ekonomi Sumut terjadi dipengaruhi oleh banyak faktor. Mulai dari tingginya BI Rate, perlambatan ekspor, penyerapan belanja yang belum maksimal, hingga tingginya inflasi di tahun 2013.
Ekspor Sumut masih melempem karena negara tujuan ekspor pertumbuhan ekonominya masih melambat. China, AS, Eropa dan sejumlah negara Asia masih belum mampu berakselerasi lebih cepat. Sehingga harga sejumlah komoditas unggulan Sumut mengalami penurunan harga.
Sementara itu, sumbangsih konsumsi masih menjadi andalan pertumbuahn ekonomi Sumut. Ada pemilihan legislatif, putaran pilpres hingga konsumsi masyarakat meningkat selama Ramadhan kemarin. "Tanpa ada kehadiran momen tersebut pertumbuhan ekonomi Sumut bisa lebih buruk dari biasanya," kata Gunawan.
Di kuartal ketiga ini, ada sejumlah sentimen positif yang bisa mengangkat kembali laju pertumbuhan ekonomi Sumut. Ditetapkannya Presiden RI setelah 22 Agustus mendatang, tren belanja pemerintah dan swasta yang meningkat, peningkatan investasi, hingga kemungkinan meningkatnya harga komoditas unggulan Sumut.
"Namun tantangannya juga banyak, pembatasan subsidi BBM yang dilakukan pemerintah saat ini serta kemungkinan harga BBM dinaikkan sebelum pergantian presiden sangat terbuka," katanya.
Lagi-lagi nantinya akan menekan pertumbuhan ekonomi Sumut. Baik besaran PDRB nya maupun tekanan inflasi yang akan membuat kualitas PDRB menurun.
Secara keseluruhan Sumut sulit untuk mencapai pertumbuhan mendekati level 6 persen. Diperkirakan Sumut akan tumbuh 5,6 hingga 5,8 perseni tahun 2014 ini. "Dan saya masih optimis di kuartal selanjutnya akan tetap tumbuh bila tidak ada skenario lanjutan terkait dengan penyesuaian harga BBM," jelasnya.
PDRB Sumut yang hanya tumbuh di bawah 6 persen tersebut tidak akan mampu menuntaskan masalah pengangguran maupun kemiskinan. Dibutuhkan pertumbuhan minimal 7 persen untuk menuntaskan banyak masalah di SUMUT. Disisi lain, PDRB SUMUT masih akan tertekan bila BI Rate tidak kunjung turun.
Ditengah kemungkinan kenaikan harga BBM nanti serta program pembatasan yang telah dilakukan maka potensi BI rate turun tidak ada sama sekali. Justru potensi naiknya semakin besar. Sejauh ini saya melihat masih kecil kemungkinan 2015 kita mampu menciptakan pertumbuhan mendekati 7 persen.
Menurutnya, perlambatan pertumbuhan ekonomi Sumut terjadi dipengaruhi oleh banyak faktor. Mulai dari tingginya BI Rate, perlambatan ekspor, penyerapan belanja yang belum maksimal, hingga tingginya inflasi di tahun 2013.
Ekspor Sumut masih melempem karena negara tujuan ekspor pertumbuhan ekonominya masih melambat. China, AS, Eropa dan sejumlah negara Asia masih belum mampu berakselerasi lebih cepat. Sehingga harga sejumlah komoditas unggulan Sumut mengalami penurunan harga.
Sementara itu, sumbangsih konsumsi masih menjadi andalan pertumbuahn ekonomi Sumut. Ada pemilihan legislatif, putaran pilpres hingga konsumsi masyarakat meningkat selama Ramadhan kemarin. "Tanpa ada kehadiran momen tersebut pertumbuhan ekonomi Sumut bisa lebih buruk dari biasanya," kata Gunawan.
Di kuartal ketiga ini, ada sejumlah sentimen positif yang bisa mengangkat kembali laju pertumbuhan ekonomi Sumut. Ditetapkannya Presiden RI setelah 22 Agustus mendatang, tren belanja pemerintah dan swasta yang meningkat, peningkatan investasi, hingga kemungkinan meningkatnya harga komoditas unggulan Sumut.
"Namun tantangannya juga banyak, pembatasan subsidi BBM yang dilakukan pemerintah saat ini serta kemungkinan harga BBM dinaikkan sebelum pergantian presiden sangat terbuka," katanya.
Lagi-lagi nantinya akan menekan pertumbuhan ekonomi Sumut. Baik besaran PDRB nya maupun tekanan inflasi yang akan membuat kualitas PDRB menurun.
Secara keseluruhan Sumut sulit untuk mencapai pertumbuhan mendekati level 6 persen. Diperkirakan Sumut akan tumbuh 5,6 hingga 5,8 perseni tahun 2014 ini. "Dan saya masih optimis di kuartal selanjutnya akan tetap tumbuh bila tidak ada skenario lanjutan terkait dengan penyesuaian harga BBM," jelasnya.
PDRB Sumut yang hanya tumbuh di bawah 6 persen tersebut tidak akan mampu menuntaskan masalah pengangguran maupun kemiskinan. Dibutuhkan pertumbuhan minimal 7 persen untuk menuntaskan banyak masalah di SUMUT. Disisi lain, PDRB SUMUT masih akan tertekan bila BI Rate tidak kunjung turun.
Ditengah kemungkinan kenaikan harga BBM nanti serta program pembatasan yang telah dilakukan maka potensi BI rate turun tidak ada sama sekali. Justru potensi naiknya semakin besar. Sejauh ini saya melihat masih kecil kemungkinan 2015 kita mampu menciptakan pertumbuhan mendekati 7 persen.
Daftar
pustaka
KEKR Provinsi Sumatera Utara Februari 2017,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.