.

Senin, 17 April 2017

KEADAAN UMUM PROVINSI PAPUA

 KEADAAN UMUM PROVINSI PAPUA 


ABSTRAK :

Propinsi Papua merupakan salah satu propinsi yang menjadi bagian dari wilayah Republik Indonesia. Dimana terletak di bagian paling timur wilayah Indonesia dan berbatasan langsung dengan Negara Papua New Guinea. Sebagai sebuah wilayah yang berdaulat, Propinsi Papua memiliki luas wilayah sekitar 420.540 km2. Wilayah Papua merupakan sebuah wilayah yang memiliki banyak potensi serta kekayaan alam yang melimpah.

Pada masa dahulu, Propinsi Papua lama mencakup seluruh wilayah di Pulau Irian Jaya bagian barat sehingga sering dikenal dengan sebutan Papua Barat terutama oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) sebagai gerakan separatis yang melakukan perlawanan dan ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sejarah mencatat, pada periode Kolonialisme Belanda, wilayah Papua dikenal dengan sebutan Nugini Belanda yang di dalam bahasa Belanda di sebut Nederlands Nieuw-Guinea. Sedangkan setelah masa kemerdekaan dan pasca Operasi TRIKORA untuk merebut Irian Barat dari Belanda serta Hasil dari Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) tahun 1969, wilayah ini dikenal dengan nama Propinsi Irian Barat hingga tahun 1973.
Nama Irian Barat kemudian berganti menjadi Irian Jaya pada masa Orde Baru oleh Presiden Soeharto saat meresmikan tambang tembaga dan emas milik PT Freeport Indonesia. Irian Jaya sendiri merupakan sebuah singkatan dari ”Ikut Republik Indonesia Anti-Nederlands" . Nama Irian Jaya dipergunakan hingga tahun 2001. Sekitar tahun ini, Propinsi ini berganti menjadi Propinsi Papua berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otonomi Khusus Papua.
Pada tahun 2003, Pemerintah Republik Indonesia memekarkan Propinsi Papua menjadi 2 (dua) yaitu :
Papua di bagian timur pulau dengan tetap menggunakan nama Propinsi Papua
Papua di bagian barat pulau sebagai Propinsi Papua Barat
Secara geografis kewilayahan, Propinsi Papua berbatasan dengan wilayah di sekitarnya. Adapun batas-batas wilayah Propinsi Papua meliputi :
Di sebelah utara dengan Samudera Pasifik
Di sebelah selatan dengan Samudera Hindia, Laut Arafuru dan Teluk Carpentaria di Australia
Di sebelah barat berbatasan dengan Propinsi Papua Barat
Di sebelah timur berbatasan dengan Negara Papua Nugini

PERMASALAHAN YANG DIHADAPI DI PAPUA SAAT INI
1.     Propinsi Termiskin di Indonesia
Sumber Daya Manusia (SDM) dari 2 juta lebih penduduk yang ada saat ini, hampir setengah penduduk Papua yaitu 40,78% hidup dengan status Rumah Tangga Miskin (RTM). Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) BPS 2010 menunjukkan Propinsi Papua merupakan Propinsi termiskin di Indonesia yakni 34,88%. Sedangkan bila dibandingkan dengan  Propinsi-Propinsi yang sumber daya alamnya lebih rendah dari Propinsi Papua justru angka kemiskinan lebih baik, misalnya Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) 23,03%, Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) 21,55%, Propinsi Bangka Belitung 18,94%. Padahal saat ini Papua adalah Propinsi dengan kewenangan Otonomi Khusus (UU 21 Tahun 2001) dengan dana pembangunan perkapita tertinggi di Indonesia.Total dana Otonomi Khusus 2002-2009 sebesar 9,353 triliun dan Infrastruktur 2007-2009 dengan dana 2,5 triliun. Salah satu aspek yang perlu mendapat perhatian serius oleh pemerintah Propinsi Papua adalah Indeks Keparahan Kemiskinan (IKK) di Propinsi Papua yang juga paling tinggi di Indonesia yaitu sebesar 2.99%. Bila dibandingkan dengan Propinsi Lainnya maupun juga secara nasional, Indeks Keparahan Kemiskinan hanya 0.68% sampai dengan 1% saja. 
Tingkat Inflasi dan Biaya Hidup Tertinggi
Tinggi-rendahnya tingkat inflasi dapat mempengaruhi stabilitas harga barang dan jasa di suatu daerah. Stabilitas harga di Propinsi Papua selain disebabkan karena peningkatan inflasi tiap tahun, juga diakibatkan karena jarak tempuh distribusi barang dan jasa dari pusat-pusat produksi ke Propinsi Papua yang sangat jauh sehingga memakan besarnya biaya transportasi. Propinsi Papua, harga Semen 1 Sak di Jayapura 70 ribu, Wamena 500 ribu dan Puncak Jaya 1,2 juta. Harga Beras bermerek berisi 25 kilogram Rp.750.000-Rp.800.000 per karung di Puncak Jaya, sedangkan di Jakarta Beras yang bermerek dan bermutu tinggi seperti Pandanwangi atau Rojolele untuk 25 kilogram hanya Rp.80.000,- per karung. Di Pegunungan Bintang, harga Minyak Bensin untuk 1 liter mencapai Rp.40.000, sedangkan saat ini harga nasional hanya Rp.4.500,-. Melambungnya harga barang di daerah Pedalaman Papua ini, selain karena adanya tingkat inflasi yang tinggi, juga karena moda transportasi untuk melayani penduduk pedalaman Papua hanya dilalui melalui jaringan transportasi udara. Sementara itu, pemerintah Propinsi Papua belum mampu melakukan upaya pengendalian jalur distribusi barang dari pusat produksi sampai di konsumen di wilayah Papua. Padahal konsumen terbanyak berada di Pedalaman Papua yang merupakan jumlah penduduk paling padat yaitu 1,2 juta  di 10 kabupaten yang ada di daerah pegunungan Tengah Papua, atau 60% dari keseluruhan jumlah penduduk Papua.
3.     Indeks Pembangunan Manusia Terendah di Indonesia
Human Development Index atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dilihat dari perbandingan harapan hidup saat kelahiran, pengetahuan yang diukur dari angka tingkat baca tulis pada orang dewasa serta standar hidup layak maka, untuk Indonesia pada tahun 1999 IPM 64,3% menjadi 71.17% di tahun 2008. Sedangkan Propinsi Papua tahun 1999 IPM 58,8% menjadi 64,00 di tahun 2008. Sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2008, Indeks Pembangunan Manusia di Propinsi Papua paling rendah dari rata-rata nasional dan terendah diantara propinsi lainnya di Indonesia. Bahkan bila dibandingkan dengan Propinsi yang termiskin sumber daya alamnya seperti Sultra 69.00, Bengkulu 72.14, Jambi 71.99.
4.     Tingkat Partisipasi Pendidikan Terendah di Indonesia
Pada tahun 2007, tingkat partisipasi pendidikan Sekolah Dasar di Propinsi Papua 82.92% (BPS, 2007), sedangkan rata-rata nasional lebih dari 93.75%. Dengan angka ini menempatkan Propinsi Papua berada di posisi ke 33 dari 33 propinsi di Indonesia, artinya tingkat partisipasi pendidikan di propinsi Papua paling rendah di Indonesia. Bila kita menganalisis secara mendalam ternyata tingkat partisipasi pendidikan propinsi Papua 2007 sebesar 82,92% lebih buruk atau cenderung menurun dari pada tahun 2004 yaitu 85,21%.
5.     Tingkat Kepadatan Penduduk Rendah
Kepadatan Penduduk Propinsi Papua tidak mengalami peningkatan secara signifikan sejak tahun 1971. Pada tahun 1971 kepadatan Penduduk Propinsi Papua adalah 2 orang penduduk tiap 1 Km², dan pada tahun 1990 menjadi 5 orang Penduduk tiap 1 Km², kemudian pada tahun 2005 kepadatan penduduk di Papua tidak mengalami peningkatan tiap Km² hanya dihuni oleh 7 orang. Jumlah tersebut di atas berbeda dengan propinsi lain di Indonesia, misalnya Jawa Barat 757 orang tiap1Km², Sumatera Utara 169 orang tiap 1Km². Serta masih lebih rendah dari kepadatan penduduk rata-rata nasional, 116 orang tiap 1Km². Bila dianalisis maka ternyata pemerintah propinsi Papua kurang memperhatikan aspek penataan ruang dan penduduk lokal di Papua.
6.     Papua Terisolir dan Terpencil
Dalam rangka mengatasi Permasalahan infratruktur Jalan dan Jembatan di wilayah Propinsi Papua, maka pemerintah pusat telah menargetkan 11 ruas jalan strategis dan prioritas  Propinsi Papua 2010-2014 yaitu 7 ruas jalan strategis dan 4 ruas jalan perioritas.Untuk membangun 11 ruas jalan strategis dan prioritas membutuhkan dana sebesar 9,78 triliun rupiah. Pembangunan 7 ruas jalan strategis itu adalah: Nabire-Waghete dan Enarotali (262 km), Jayapura-Wamena dan Mulia (733 km), Timika-Mapuru Jaya dan Pomako (39,6 km), Serui-Menawi dan Saubeba (499km), Jayapura-Sarmi (364 km), Jayapura, Holtekam batas PNG (53 km), Merauke Waropko (557 km), dengan total 2.056 km. Sementera itu 4 ruas jalan prioritas Propinsi Papua sebanyak 361 km; Depapre-Bongrang, Wamena-Timika-Enarotali, dan Ring Road Jayapura. Strategi penerobosan isolasi dan daerah terpencil di Papua tersebut di atas merupakan program pemerintah pusat. Meskipun periode Pemerintahan ini akan berakir, namun sampai saat ini pemerintah propinsi Papua belum mempunyai grand design pembangunan infrastruktur di Papua. Salah satu moda transportasi yang sangat vital di Papua adalah moda transportasi udara. Pada saat ini di Papua terdapat 300 buah lapangan terbang perintis, dan hanya dilayani oleh 5 buah pesawat Merpati buatan 1975 serta tidak lebih dari 5 buah perusahaan swasta yang melayani mobilitas barang dan jasa.
7.     Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terkecil Di Tengah Kelimpahan
PT Freeport Indonesia belum menjalankan amanat UU No.21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua, misalnya dikabarkan belum membayar Pajak Pertambangan Umum (PPu) kepada propinsi Papua sebesar 80%. Sebuah sumber mengungkapkan bahwa sampai saat ini Freeport hanya mampu membayar Pajak Bagi Hasil (PBh) sumber daya alam sebesar 18% sekitar 500 miliar saja dari yang seharusnya 80% atau sekitar 6 triliun rupiah sesuai dengan amanat Otonomi Khusus. Sementara keuntungan yang didulang Freeport setiap tahun terus meningkat. Laba bersih tahun 2002 RP.1,27 triliun, 2003 menjadi 1,62 triliun, tahun 2004 menjadi 9,34 triliun. Sekali lagi itu laba bersih bukan  sales atau laba kotor. Rupanya amanat Otonomi Khusus tentang bagi hasil Pajak Pertambangan Umum 80% untuk Propinsi Papua dipermainkan oleh pemerintah pusat. Pemda Papua seakan-akan bodoh sehingga dibodohi oleh mereka yang merasa pintar. Dampaknya bisa kita lihat Pendapatan Asli Daerah (PAD) Papua yang relatif kecil yaitu RP 360 miliar pada tahun 2009 (bandingkan saja PAD DKI Jakarta tahun 2009 mencapai 10,363 trilliun).
8.     Bahaya HIV/AIDS yang mengancam Papua
Kasus-kasus HIV–Positif yang terdeteksi melalui survailans dengan bantuan hasil test reagent ELISA maupun juga Western blot  menemukan bahwa sampai dengan Agustus 2010 di Propinsi Papua sebanyak 5.000 Warga Papua terkena AIDS. Diprediksikan bahwa jumlah penderita HIV/AIDS akan meningkat tajam pada tahun-tahun mendatang. Berbeda dengan kasus HIV/AIDS di Pulau Jawa yang penularannya melalui jarum suntik, untuk Propinsi Papua penularannya lebih banyak melalui hubungan seksual sembarangan. Peningkatan jumlah prevalensi HIV/AIDS ini akan terus meningkat secara deret ukur, sementara angka kelahiran mengalami pertumbuhan minimal (minimizing zero growth) secara deret hitung sehingga diperkirakan penduduk Papua terancam berkurang drastis.
9.     Epidemi Korupsi yang Menggurita di Papua
Hasil survei pelaku bisnis yang dirilis Senin, 8 Maret 2010 oleh perusahaan konsultan "Political & Economic Risk Consultancy" (PERC) yang berbasis di Hong Kong menyebutkan Indonesia mencetak nilai 9,07 dari angka 10 sebagai negara paling korup yang disurvei pada tahun 2010. Nilai tersebut naik dari tahun lalu yang poinnya 7,69. Sedangkan, posisi kedua ditempati oleh Kamboja sebagai negara paling korup. Sementara itu, Survei Indeks Persepsi Korupsi Indonesia yang dilakukan pada September sampai dengan Desember 2008, bertujuan untuk mengukur tingkat korupsi pemerintah daerah berdasarkan persepsi pelaku bisnis setempat. Yogyakarta Kota Terbersih dari korupsi  mendapatkan skor Tertinggi yaitu 6,43. Sementara itu Manokwari (3,39) termasuk Kota Terkorup, dan rata-rata sebagian besar kota di Propinsi Papua termasuk jajaran 10 besar kota terkorup di Indonesia.
10.  Penduduk Papua  Terancam Berkurang Drastis
Jumlah Penduduk Propinsi Papua pada tahun 1971 adalah sebanyak 923.449 jiwa, maka berdasarkan sensus penduduk tahun 2000 menjadi 1.684.144 juta jiwa, dan di tahun 2005 menjadi 1.875.388 juta jiwa. Dimana pada tahun yang sama untuk Propinsi Sumatera Utara mengalami peningkatan secara drastis dari 6.621.831 juta jiwa di tahun 1971 menjadi 11.642.488 di tahun 2000 dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 12.450.911 juta jiwa. Sedangkan jumlah penduduk nasional mengalami peningkatan dari 119.208.229 juta jiwa di tahun 1971 dan 205.132.458 pada tahun 2000 serta 237,6 juta jiwa di tahun 2010. Semua diakibatkan karena berbagai faktor yang mempengaruhi diantaranya ; 1/ Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap hidup sehat dapat
Provinsi Papua Barat merupakan sebuah provinsi di Pulau Papua yang dimekarkan dari Provinsi Papua berdasarkan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999. Sejak tahun 2010, Papua Barat mengalami perkembangan pesat dalam pembangunan infrastuktur fisik untuk menunjang kegiatan ekonomi yang pada akhirnya dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk di wilayah ini yang cukup tertinggal bila dibandingkan wilayah lain di Indonesia. Perekonomian Papua Barat terbilang cukup menjanjikan terlebih dengan keberadaan Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah, sama halnya seperti Provinsi Papua. Papua Barat memiliki aset SDA gas alam cair yang diolah oleh perusahaan raksasa BP (British Petroleum) sejak Juni 2009 di Kabupaten Teluk Bintuni. Keberadaan gas alam cair Tangguh serta merta berdampak terhadap perekonomian Papua Barat pada tahun 2010 yang tumbuh sangat tinggi, yaitu sebesar 46,56 persen (data BPS, PDRB tahun dasar 2010). Bahkan sektor migas menguasai lebih dari separuh dari penciptaan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) selama lima tahun terakhir, artinya perekonomian Papua Barat tergolong sangat rapuh dikarenakan guncangan eksternal yang negatif terhadap sektor migas akan menyebabkan perlambatan ekonomi daerah.

Letak Geografis 
     Provinsi Papua dengan luas 317.062 kilometer persegi terdiri dari 28 kabupaten dan 1 kota dengan jumlah penduduk 2.851.999 jiwa (BPS, 2010). Luas wilayah provinsi Papua adalah 317. 062 (Km2). Jika dibandingkan dengan wilayah Republik Indonesia, maka luas wilayah Provinsi Papua merupakan 19,33 persen dari luas Negara Indonesia yang mencapai 1.890.754 (Km2) dan merupakan provinsi terluas di Indonesia. 
.    Kondisi Topografis
Papua merupakan salah satu daerah yang terpencil, memiliki laut dan pantai, memiliki topografi yang kasar, memiliki iklim tropis basah yang puncak pegunungannya selalu ditutupi salju abadi. Diselimuti hutan dan hujan tropik basah dan hujan berekologi
 Demografis
Dari tahun ke tahun jumlah penduduk di Provinsi Papua terus meningkat. Pada tahun 2003 jumlah penduduk sebesar 1.823.872 jiwa, kemudian pada tahun 2007 meningkat menjadi 2.015.616 jiwa. Sedangkan data terakhir berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk Tahun 2010, jumlah penduduk Provinsi Papua sementara adalah 2.851.999 orang, yang terdiri atas 1.510.285 laki-laki dan 1.341.714 perempuan. Dengan luas wilayah Provinsi Papua sekitar 317.062 km2 dan didiami oleh 2.851.999 jiwa, maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk Provinsi Papua adalah sebanyak sembilan orang per km2, hal ini mengindikasikan bahwa masih luasnya wilayah di Provinsi Papua yang tidak berpenghuni.
 Keadaan Penduduk
Provinsi Papua Secara etno biologis Penduduk Papua merupakan suku bangsa yang memiliki pertalian etnis tersendiri dibandingkan dengan suku bangsa lainnya yang ada di Indonesia. Letaknya berada di ujung timur Indonesia, hidup di tengah keterasingan dan jauh dari kontak dengan kemajuan atau modernisasi. Kenyataan menunjukkan bahwa situasi dan kondisi yang kurang kondusif membuat masyarakat berada dalam tarap hidup yang cukup memprihatinkan. Pada saat ini sebagian besar orang Papua masih berbusana sederhana sebagai simbol keterbelakangan mereka, sebagian besar penduduk Papua masih primitif ibarat hidup di jaman batu, peramu (nomad). Mereka bermukim terpencar dan terpencil di lepas pantai, pesisir pantai, peralihan, lereng-lereng gunung, lembah-lembah serta celah-celah gunung yang sulit di jangkau bahkan jauh dari pusat-pusat pelayanan pemerintah
 Kondisi Sosial Ekonomi
Kondisi sosial ekonomi mereka sangat memprihatinkan yakni kondisi perumahan sangat darurat, hidup dalam honai/ owa, tingkat inflasi dan harga barang dan jasa tertinggi di Indonesia, sebagian besar dari mereka nyaris tanpa busana dan pola perekonomian subsisten. Selain itu tingkat pendidikan relatif rendah, angka buta huruf mencapai lebih dari 70%, tinggat kesehatan rendah dan gizi rawan, Angka Kematian Bayi Tertinggi di Indonesia, Prevalensi HIV/AIDS Tertinggi di Indonsia, Tingkat Kemiskinan Tertinggi di Indonesia, Korupsi Tertinggi di Indonesia, Kinerja Pemerintah Terendah di Indonesia, Indeks Pembangunan Manusia Papua urutan ke 33 dari 33 propinsi di Indonesia.



DAFTAR PUSTAKA :

Agus Sumule, Ph.D, Mencari Jalan Tengah: Otonomi Khusus Provinsi Papua. 2003. Gramedia, Jakarta
Natalis Pigai, Evolusi Nasionalisme dan Sejarah Konflik Politik di Papua. 2001. Sinar Harapan,
Jakarta
Natalis Pigai, Arah Baru Pembangunan Papua, 2010, BRR Aceh-Nias, Aceh
Natalis Pigai, Dialog Solusi Jakarta dan Papua, Opini Koran Sinar Harapan, 29 Juli 2012,  Jakarta, 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.