.

Minggu, 15 April 2018

Distribusi Pendapatan dan Distribusi Kekayaan Dalam Islam

Abstrak
Islam sebagai sistem hidup ( way of life) dan merupakan agama yang universal sebab memuat segala aspek kehidupan baik yang terkait dengan aspek ekonomi, social,
politik dan budaya.seiring dengan maju pesatnya kajian tentang ekonomi islam dengan mengunakan pendekatan filsafat dan sebagainya mendorong kepada terbentuknya suatu ekonomi berbasis keislaman yang terfokus untuk mempelajari masalah- masalah ekonomi rakyat yang di ilhami oleh nilai- nilai islam. Adapun bidang kajian yang terpenting dalam perekonomian adalah bidang distribusi. Distribusi menjadi posisi penting dari teori ekonomi mikro baik dalam sistem ekonomi islam maupun kapitalis sebab pembahasan dalam distribusi ini tidak hanya berkaitan dengan aspek ekonomi belaka. Tetapi juga aspek social dan politik sehingga menjadi perhatian bagi aliran pemikir ekonomi islam dan konvesional sampai saat ini.
 Pada saat ini realita yang nampak adalah telah terjadi ketidakadilan dan ketimpangan dalam pendistribusian pendapatan dan kekayaan baik di  Negara maju atau Negara- Negara berkembang yang mempergunakan sistem kapitalis sebagai sistem ekonomi negaranya, sehingga menciptakan kemiskinan di mana – mana. Menanggapi kenyataan tersebut islam sebagai agama yang universal diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan tersebut dan sekaligus menjadi sistem perekonomian suatu Negara.

Kata Kunci : Islam, Kajian, Negara, Kapitalis

Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian distribusi,pendapatan dan kekayaan?
2.      Apakah distribusi pendapatan dalam islam itu ?
3.      Sebutkan dampak distribusi dalam islam itu ?
4.      Apa yang menjadi kebijakan distribusi dalam sistem ekonomi islam ?
5.      Bagaimana pemerataan distribusi pendapatan dalam islam?


Pendahuluan
Distribusi adalah klasifikasi pembayaran berupa sewa, upah, bunga modal dan laba, yang berhubungan dengan tugas-tugas yang dilaksanakan oleh tenaga kerja, modal dan pengusaha- pengusaha. Dalam proses distribusi penentuan harga yang dipandang dari si penerima pendapatan dan bukanlah dari sudut si pembayar biaya-biaya, distribusi juga berarti sinonim untuk pemasaran. Kadang-kadang distribusi dinamakan sebagai fungsional distribution.
Pendapatan diartikan sebagai suatu aliran uang atau daya beli yang dihasilkan dari penggunaan sumber daya properti manusia. Menurut Winardi (1989), pendapatan (income), secara teori ekonomi adalah hasil berupa uang atau hasil material lainnya yang dicapai dari penggunaan kekayaan atau jasa-jasa manusia bebas. Dalam pengertian pembukuan pendapatan diartikan sebagai pendapatan sebuah perusahaan atau individu
Sementara kekayaan (wealth) diartikan oleh Winardi (1989) sebagai segala sesuatu yang berguna dan digunakan oleh manusia. Istilah ini juga digunakan dalam arti khusus seperti kekayaan nasional. Sloan dan Zurcher mengartikan kekayaan sebagai obyek-obyek material, yang ekstern bagi manusia yang bersifat : berguna, dapat dicapai dan langka. Kebanyakan ahli ekonomi tidak menggolongkan dalam istilah kekayaan hak milik atas harta kekayaan, misalnya saham, obligasi, surat hipotik karena dokumen-dokumen tersebut dianggap sebagai bukti hak milik atas kekayaan, jadi bukan kekayaan itu sendiri.

Isi

 Distribusi pendapatan dalam islam
Distribusi menjadi posisi penting dari teori ekonomi islam karena pembahasan distribusi berkaitan bukan saja berhubungan dengan aspek ekonomi tetapi juga aspek sosial dan aspek politik. Maka distribusi dalam ekonomi islam menjadi perhatian bagi aliran pemikir ekonomi
islam dan konvensional sampai saat ini. Di lain pihak, keadaan ini berkaitan dengan visi ekonomi di tengah-tengah umat manusia lebih sering mengedepankan adanya jaminan pemenuhan kebutuhan hidup yang lebih baik. Dan hal itu memang tidak bisa di sangkal beberapa aspek normatif yang berkaitan dengn firman Allah dan sabda Rasulullah saw merupakan bagian penting dari misi dakwahnya. Sebenarnya konsep islam tidak hanya mengedepankan aspek ekonomi, di mana ukuran berdasarkan atas jumlah harta kepemilikan, tetapi bagaimana bisa terdistribusi penggunaan potensi kemanusiannya, yang berupa penghargaan hak hidup dalam kehidupan.Distribusi harta tidak akan mempunyai dampak yang
signifikan kalau tidak ada kesadaran antara sesama manusia akan
kesaamaan hak hidup. Oleh karena itu dalam distribusi pendapatan berhubungan denganbeberapa masalah :

1) Bagaimana mengatur adanya distribusi pendapatan.
2) Apakah distribusi pendapatan yang di lakukan harus mengarah pada
pembentukan masyarakat yang mempunyai pendapatan yang sama.
3) Siapa yang menjamin adanya distribusi pendapatan ini di masyarakat.

Untuk menjawab masalah ini, islam telah menganjurkan untuk mengerjakan
zakat, infaq, dan shadaqah. Kemudian Baitul Mal membagikan kepada orang yang membutuhkan untuk meringankan masalah hidup orang lain dengan cara memberi bantuan langsung ataupun tidak langsung. Islam tidak mengarahkan distribusi pendapatan yang sama rata, letak pemerataan dalam islam adalah keadilan atas dasar maslahah; dimana antara satu orang dengan orang lain dalam kedudukan sama atau berbeda,mampu atau tidak mampu saling bisa menyantuni, menghargai dan menghormati peran masing-masing. Semua keadaan diatas akan terealisasi bila masing-masing individu sadar terhadap eksistensinya di hadapan Allah.




Dampak distribusi dalam islam
Distribusi pendapatan merupakan bagian yang penting dalam membentuk kesejahteraan. Dampak dari distribusi pendapatan bukan saja pada aspek ekonomi tetapi juga aspek sosial dan politik. Oleh karena itu islam memberi perhatian lebih terhadap distribusi pendapatan dalam masyarakat.
 Maka islam memperhatikan berbagai sisi dari perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhannya, misalnya dalam dalam jual-beli, hutang piutang, dan sebagainya. Dampak yang  di timbulkan dari distribusi pendapatan yang di dasarkan atas konsep islam;

1) Dalam konsep islam perilaku distribusi pendapatan dalam masyarakat merupakan bagian dari bentuk proses kesadaran masyarakat dalam mendekatkan diri kepada Allah, oleh karena itu, distribusi dalam islam akan menciptakan kehidupan yang saling menghargai dan menghormati
antara satu dengan yang lain tidak akan sempurna eksistensinya sebagai manusia jika tidak ada yang lain. Tidak ada upaya utuk membatasi optimalisasi distribusi pendapatan di dalam masyarakat dengan perbuatan-perbuatan tercela, manipulasi, korupsi, spekulasi, dan sebagainya sehingga timbul ketakutan, ketidakpercayaan, dan kecurigaan antara satu dengan yang lainnya.

2) Seorang muslim akan menghindari praktek distribusi yang menggunakan barang-barang yang merusak masyarakat misalnya minuman keras, obat terlarang, pembajakan, dan sebagainya sebagai media distribusi. Dalam islam distribusi tidak hanya di dasarkan optimalisasi dampak barang tersebuat terhadap kemampuan orang tetapi pengaruh barang tersebut terhadap perilaku masyarakat yang mengkonsumsinya.

3) Negara bertanggung jawab terhadap mekanisme distribusi dengan mengedepankan kepentingan umum dari pada kepentingan kelompok, atau golongan apalagi perorangan. Oleh karena itu sektor publik yang digunakan untuk kemaslahatan umat jangan sampai jatuh di tangan orang yang mempunyai visi kepentingan kelompok, golongan dan kepentingan pribadi.

4) Negara mempunyai tanggung jawab untuk menyediakan fasilitas publik yang berhubungan dengan masalah optimalisasi distribusi pendapatan, seperti ; sekolah, rumah sakit, lapangan kerja, perumahan, jalan,jembatan dan sebagainya. Sarana tersebut sebagai bentuk soft distribution yang di gunakan untuk mengoptimalkan sumber daya yang berkaitan. Misalnya, sekolah akan mencetak manusia yang pandai sehingga bisa memikirkan yang terbaik dari keadaan umat manusia, rumah sakit menciptakan orang sehat sehingga bisa bekerja dengan baik,
lapangan kerja mengurangi angka kriminalitas dan ketakutan dan sebagainya.
 Kebijakan distribusi dalam sistem ekonomi islam
Sistem ekonomi Islam merupakan sistem ekonomi yang lahir dari sistem sosial islami yang diharapkan dapat memberikan solusi terhadap berbagai permasalahan yang ada. Dengan kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada kemaslahatan dan keadilan dalam ekonomi umat.
Kebijakan distribusi dalam Sistem ekonomi Islam menjunjung tinggi nilai keadilan yang didasarkan pada konsep distribusi dalam al-Qur’an surah al-Hashr “agar kekayaan tidak terkumpul hanya pada satu kelompok saja.” ayat tersebut bermaksud untuk menegaskan bahwa harta benda hendaknya jangan hanya menjadi milik dan kekuasaan sekelompok manusia.Harta benda harus beredar di masyarakat sehingga dapat dinikmati oleh semua anggota masyarakat dengan tetap mengakui hak kepemilikan dan melarang monopoli, karena sejak awal Islam menetapkan bahwa harta memiliki fungsi sosial. ekonomi Islam tidak membenarkan penumpukan kekayaan hanya pada orang-orang tertentu atau kelompok tertentu.Bahkan menggariskan prinsip keadilan dan persaudaraan (kasih sayang) pada konsep distribusinya. Pengelolaan kekayaan tidak dibenarkan hanya berpihak pada golongan atau sekelompok orang tertentu tetapi juga harus tersebar ke seluruh masyarakat. Sebaliknya Islam pun tidak memaksa semua individu diletakkan pada tingkat ekonomi yang sama. Agar kebijakan yang ditawarkan ekonomi Islam dapat berjalan dengan baik,maka diperlukan seperangkat aturan yang menjadi prinsip dalam proses distribusi dan institusi yang berperan dalam menciptakan keadilan
distribusi;

Prinsip Distribusi dalam Sistem Ekonomi Islam
Ada beberapa prinsip yang mendasari proses distribusi dalam ekonomi Islam yang terlahir dari al-Qur’an surah al-Hashr: sebagaimana dikemukakan sebelumnya, yakni: Larangan Riba
Dalam al-Qur’an kata riba digunakan dengan bermacam-macam arti, seperti tumbuh, tambah, menyuburkan, mengembangkan serta menjadi besar dan banyak. Secara umum riba berarti bertambah baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Menurut etimologi, kata al-riba> bermakna za>da wa nama> yang berarti bertambah dan tumbuh, sedangkan secara terminology riba definisikan sebagai melebihkan keuntungan dari salah satu pihak terhadap pihak lain dalam transaksi jual beli, atau pertukaran barang sejenisnya dengan tanpa memberikan imbalan atas kelebihan tersebut.Pelarangan riba merupakan permasalahan penting dalam ekonomi Islam,terutama karena riba secara jelas dilarang dalam al-Qur’an. Jika dihubungkan dengan masalah distribusi, maka riba dapat mempengaruhi meningkatnya dua masalah dalam distribusi,yakni:petama, berhubungan dengan distribusi pendapatan antara bankir dan masyarakat secara umum,serta nasabah secara khusus dalam kaitannya dengan bunga bank.Termasuk di dalamnya antara investor dan penabung. Ini membuktikan bahwa Islam tidak menginginkan terjadinya eksploitasi sosial dalam berbagai bentuk hubungan finansial yang tidak adil dan seimbang.
Terutama ketika pemilik modal dapat melakukan apa saja yang dikehendakinya kepada orang lain yang tidak memiliki kemampuan finansial tanpa mempertimbangkan aspek moral dan keadilan, sehingga tidak tercipta hubungan kerjasama yang saling menguntungkan. Masalah kedua yang akan timbul adalah berhubungan dengan distribusi pendapatan antar berbagai kelompok di masyarakat, di antaranya para pekerja dan pengangguran yang secara riil tidak bekerja, namun memiliki dana, maka dengan riba pengangguran tersebut akan mendapatkan pendapatan dari bekerjanya para pekerja. Dalam pengertian lain, pengangguran tipe ini tidak mendapatkan pendapatan karena ia bekerja, namun mendapat pendapatan karena hartanya yang bekerja.
Keadilan Dalam Distribusi
keadilan dalam distribusi merupakan satu kondisi yang tidak memihak pada salah satu pihak atau golongan tertentu dalam ekonomi, sehingga menciptakan keadilan merupakan kewajiban yang tidak bisa dihindari dalam ekonomi Islam. Keadilan dalam distribusi diartikan sebagai suatu distribusi pendapatan dan kekayaan, secara adil sesuai dengan norma-norma fairness yang diterima secara universal. Sedangkan keadaan sosial yang benar ialah keadaan yang memprioritaskan kesejajaran yang ditandai dengan tingkat kesejajaran pendapatan (kekayaan) yang tinggi dalam sistem sosial. Pemahaman distribusi secara adil dalam konteks syariah bukanlah distribusi yang ditawarkan sosialis dengan sama ratanya dan kapitalisme dengan sistem pajak progresifnya.
 Namun keadilan distribusi yang dimaksud ialah keadilan distribusi yang dituntun oleh nilai syariah. Tidak bisa dihindari bahwa keadilan dalam distribusi membutuhkan satu kondisi yang dapat menjamin terciptanya kesempatan yang sama pada setiap orang di Indonesia untuk berusaha mencapai apa yang diinginkan dengan kemampuan, namun tidak menuntut kesamaan hasil dari peroses tersebut. Tidak membenarkan perbedaan kekayaan yang melampaui batas kewajaran serta mempertahankannya dalam batasan-batasan yang wajar. Upaya tersebut dilakukan dengan tidak hanya mengandalkan mekanisme pasar yang selama ini dijalankan dalam proses distribusi pendapatan dan kesejahteraan di Indonesia, tetapi juga dilakukan dengan mengaplikasikan mekanisme redistribusi yang telah digariskan syariah, seperti adanya instrumen zakat yang merupakan salah satu sarana mewujudkan keadilan distribusi.
Keadilan distribusi dalam ekonomi Islam memiliki tujuan, yakni agar kekayaan tidak menumpuk pada sebagian kecil masyarakat tetapi selalu beredar dalam masyarakat. Keadilan distribusi menjamin terciptanya pembagian yang adil dalam kemakmuran, sehingga memberikan konstribusi ke arah kehidupan yang lebih baik. Muhammad Shyarif Chaudhry mengemukakan bahwa distribusi ekonomi penting dilakukan untuk menciptakan kesejahteraan di masyarakat sebagai bagian dari komitmen persaudaraan dan umat. Untuk menciptakan distribusi yang adil dapat dilakukan dengan merealisasikan hal-hal yang telah ditetapkan dalam Islam
seperti zakat, wakaf, waris dan lain sebagainya.

Mengakui kepemilikan Pribadi
Islam mengakui hak kepemilikan pribadi terhadap harta benda, dan membenarkan pemilikan harta yang dilakukan dengan cara yang halal merupakan bagian dari motivasi manusia untuk berusaha memperjuangkan kesejahteraan dirinya dan memakmurkan bumi, sebagaimana kewajiban bagi seorang khalifah. Sebalikanya, tidak membenarkan penggunaan harta pribadinya sebebas-bebasnya tanpa batas dan sekehendak hatinya.
Kepemilikan terhadap harta tidak menutup kewajiban untuk tidak melupakan hakhak orang miskin yang terdapat pada harta tersebut.Dengan menyadari bahwa dalam harta yang dimiliki terdapat hak orang lain, secara langsung membuka hubungan horisontal dan mempersempit jurang pemisah di tengah-tengah masyarakat antara si kaya dan si miskin. Bahkan jika dilihat lebih jauh, maka sesungguhnya pemilik harta merupakan pemegang amanah Allah karena semua kekayaan dan harta benda pada dasarnya milik Allah dan manusia memegangnya hanya sebagai suatu amanah yang akan dimintai pertanggung jawabannya atas harta benda tersebut.
Jika kesadaran tersebut telah tumbuh, maka secara langsung akan membentuk pribadi yang tidak hanya berpikir menciptakan kesejahteraan individual, tetapi juga bertanggung jawab terhadap
terciptanya kesejahteraan pada lingkungan sosial. Pengakuan Islam terhadap hak milik individu diperkuat dengan jaminan keselamatan harta dengan memberikan hukuman yang keras terhadap pelaku pencurian, perampokan dan pemaksaan kepemilikan yang tidak dibenarkan, serta
membenarkan pemindahan kepemilikan dengan cara-cara yang dibenarkan oleh syariah sesuai dengan tujuan akad yang dilakukan.

Larangan menumpuk harta
Islam membenarkan hak milik pribadi, namun tidak membenarkan penumpukan harta benda pribadi sampai batas-batas yang dapat merusak fondasi sosial Islam. Penumpukan harta berlebihan jelas bertentangan dengan kepentingan umum yang berimbas pada rusaknya sistem social dengan munculnya klas-klas yang mementingkan kepentingan pribadi. Disamping itu, penumpukan harta berlebihan dapat melemahkan daya beli masyarakat dan menghambat mekanisme pasar bekerja secara adil. Apabila terjadi yang demikian, maka pemerintah dibenarkan, dengan kekuasaannya, untuk mengambil secara paksa harta tersebut demi
kepentingan masyarakat. Kebijakan membatasi harta pribadi dapat dibenarkan dan dilakukan untuk menjamin terciptanya kondisi social yang sehat dan terwujudnya landasan keadilan distribusi di masyarakat.
Daftar Pustaka
Ash Shadr, Muhammad Baqir.  Buku Induk Ekonomi Islam. Jakarta: Zahra, 2008).

Heri sudarsono, Ekonisia (2004), Konsep Ekonomi islam : suatu pengantar, yogyakarta.

Manan, M. Abdul, Ekonomi Islam: Teori dan Prakktek, (terjemahan). Yogyakarta: PT. Dana Bakti Wakaf, 1993.

Muhammad, Ekonomi Mikro Dalam Perespektif Islam.Yogyakarta: BPFE,2004.

Nasution, Mustafa Edwin, dkk. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam,Kencana Predana Media Group, Jakarta,2006.

Richard G. Lipsey dan peter O. Steiner, Pengantar Ilmu Ekonomi. Jakarta: PT. Bina Aksara,1985.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.