.

Selasa, 13 Juni 2017

Efekivitas Kebijakan Moneter Pada Perekonomian Di Indonesia



ABSTRAK

Salah satu alternatif pendekatan untuk meningkatkan kinerja kebijakan moneter Bank Indonesia adalah dengan menerapkan sistem pengendalian moneter menggunakan suku bunga sebagai sasaran operasional. Berkaitan dengan itu, terdapat suatu keyakinan yang cukup kuat bahwa transmisi kebijakan moneter melalui suku bunga menjadi semakin penting dibandingkan dengan transmisi melalui jumlah uang beredar sehingga penerapan sistem pengendalian moneter menggunakan suku bunga sebagai sasaran operasional layak untuk dipertimbangkan dan terdapat hubungan yang cukup erat antara laju inflasi dan suku bunga (deposito berjangka satu bulan dan kredit modal kerja)

PENDAHULUAN

Efektivitas pengendalian moneter di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir dirasakan semakin berkurang sebagaimana terlihat pada semakin sulitnya pencapaian sasaransasaran operasional berupa besaran-besaran moneter maupun sasaran-sasaran akhir khususnya laju inflasi dan neraca pembayaran. Permasalahan ini tampaknya terkait dengan perkembangan sistem, operasi, dan instrumen pasar keuangan yang pesat dan semakin kompleks serta peningkatan keterkaitan pasar keuangan domestik dan internasional yang telah berdampak pada:
·         Berubahnya definisi, cakupan, dan perilaku uang beredar.
·         Terjadinya proses pemisahan kegiatan antara sektor moneter dan sektor riil sehingga hubungan antara uang beredar dan berbagai variabel di sektor riil semakin sulit diprediksi.
·         Semakin besar dan cepatnya arus lalu lintas modal sehingga uang beredar dalam jangka pendek menjadi berfluktuatif dan sulit dikendalikan.
Pemerintah Indonesia mulai menetapkan beberapa kebijakan di bidang moneter yang bertujuan untuk menekan laju depresisasi rupiah. Salah satu kebijakan yang baru-baru ini ditetapkan oleh pemerintah adalah menaikkan suku bunga (BI rate). Menaikkan suku bunga diharapkan akan menambah capital inflow atau peningkatan investasi di dalam negeri yang berdampak pada meningkatnya permintaan atas mata uang rupiah, sehingga mata uang rupiah dapat mengalami appresiasi terhadap mata uang negara lain.
Dari sisi perbankan, kenaikkan suku bunga juga menimbulkan dampak dari sisi pengelolaan sumber dana dan alokasi dana (kredit). Meningkatnya suku bunga dapat menyebabkan meningkatnya nasabah deposan bank yang menyimpan uangnya di bank. Namun, di sisi lain, kenaikkan suku bunga secara otomatis akan menaikkan suku bunga kredit bank. Hal ini dapat menurunkan minat nasabah untuk meminjam uang atau menggunakan fasilitas kredit dari bank. Menurunnya jumlah nasabah dan transaksi kredit di bank dapat menurunkan profitabilitas bank tersebut.

RUMUSAN MASALAH

Dari pernyataan diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.      Cara Melaksanakan Kebijakan Moneter Melalui Operasi Pengendalian Moneter?
2.      Sebutkan Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Kebijakan Moneter?
3.      Apakah Kebijakan Moneter Mempengaruhi Perekonomian?
4.      Apa Saja Dampak Suku Bunga Tinggi Terhadap Perekonomian?

PEMBAHASAN

1.      Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Kebijakan Moneter
Kebijakan-kebijakan ekonomi secara garis besar dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu:
·         kebijakan-kebijakan untuk mempengaruhi sisi penawaran agregat, yaitu :
o   kebijakan ketenagakerjaan,
o   kebijakan perdagangan,
o   kebijakan perindustrian.
·         kebijakan-kebijakan untuk mempengaruhi sisi permintaan agregat (atau lebih dikenal sebagai kebijakan ekonomi makro), seperti :
o   kebijakan moneter
o   fiskal, dan
o   nilai tukar

2.      Melaksanakan Kebijakan Moneter Melalui Operasi Pengendalian Moneter, yaitu :
·         Sasaran operasional pengendalian moneter adalah BI Rate, dengan sasaran ini  sinyal kebijakan moneter diharapkan dapat lebih mudah dan lebih pasti dapat ditangkap oleh pelaku pasar dan masyarakat, dan karenanya diharapkan pula dapat meningkat efektivitas kebijakan moneter.
·         Pengendalian moneter dilakukan dengan menggunakan instrumen: (i) Operasi Pasar Terbuka (OPT), (ii) Instrumen likuiditas otomatis (standing facilities), (iii) Intervensi di pasar valas, (iv) Penetapan giro wajib minimum (GWM), dan (v) Himbauan moral (moral suassion).
·         Pengendalian moneter diarahkan pula agar perkembangan suku bunga pasar uang antar bank (PUAB) berada pada koridor suku bunga yang ditetapkan. Langkah ini dilakukan untuk meningkatkan efektivitas pengendalian likuiditas sekaligus untuk memperkuat sinyal kebijakan moneter yang ditempuh Bank ndonesia.

3.      Kebijakan Moneter Mempengaruhi Perekonomian Melalui 4 Jaur Transmisi
·         Jalur suku bunga (Keynesian) berpendapat bahwa pengetatan moneter mengurangi uang beredar dan mendorong peningkatan suku bunga jangka pendek yang apabila credible, akan timbul ekspektasi masyarakat bahwa inflasi akan turun atau suku bunga riil jangka panjang akan meningkat. Permintaan domestic untuk investasi dan konsumsi akan turun karena kenaikan biaya modal sehingga pertumbuhan ekonomi akan menurun
·         Jalur nilai tukar berpendapat bahwa pengetatan moneter, yang mendorong peningkatan suku bunga, akan mengakibatkan apresiasi nilai tukar karena pemasukan aliran modal dari luar negeri. Nilai tukar akan cenderung apresiasi sehingga ekspor menurun, sedangkan impor meningkat sehingga, transaksi berjalan (demikian pula neraca pembayaran) akan memburuk. Akibatnya, permintaan agregat akan menurun dan demikian pula laju pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
·         Jalur harga aset (monetarist) yang berpendapat bahwa pengetatan moneter akan mengubah komposisi portfolio para pelaku ekonomi (wealth effect) sesuai dengan ekspektasi balas jasa dan risiko masing-masing aset. Peningkatan suku bunga akan mendorong pelaku ekonomi untuk memegang aset dalam bentuk obligasi dan deposito lebih banyak dan mengurangi saham.
·         Jalur kredit yang berpendapat bahwa kebijakan moneter akan mempengaruhi kegiatan ekonomi melalui perubahan perilaku perbankan dalam pemberian kredit kepada nasabah. Pengetatan moneter akan menurunkan net worth pengusaha. Menurunnya networth akan mendorong nasabah untuk mengusulkan proyek yang menjanjikan tingkat hasil tinggi tetapi dengan risiko yang tinggi pula (moral hazard) sehingga risiko kredit macet meningkat. Akibatnya, bank-bank menghadapi adverse selection dan mengurangi pemberian kreditnya sehingga laju pertumbuhan ekonomi melambat

4.      Dampak Suku Bunga Tinggi Terhadap Perekonomian
a)      Sektor perbankan dan pasar modal
Sektor perbankan telah mengidap berbagai kelemahan sebelum terjadinya krisis seperti tercermin pada besarnya jumlah kredit macet pada sejumlah bank. Dengan terjadinya krisis yang mengakibatkan pemerintah mengambil kebijakan ketat, di samping serbuan rusuh berulang-ulang, sektor perbankan menjadi semakin terpuruk. Berdasarkan teori, suku bunga berhubungan negatif dengan harga saham karena peningkatan suku bunga akan mengakibatkan pemilik dana untuk mengalihkan penanamannya dari saham ke deposito
b)      Sektor Riil
Krisis ekonomi yang diawali dengan depresiasi nilai tukar rupiah pada bulan Juli 1997 merupakan krisis terburuk sejak pemerintahan Orde Baru yang ditandai dengan hiper- inflasi (sekitar 80%), pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi yang sangat besar (15%) dengan pengangguran mencapai 11,8 juta orang, kemiskinan meningkat dari 11,3% jumlah penduduk tahun 1996 menjadi 39,1% (79,4 juta pada pertengahan 1998) dan pendapatan per kapita merosot dari $ 1.055,4 menjadi $ 449,2 tahun 1998. Dalam perkembangan selanjutnya, krisis berkembang meluas menjadi krisis sosial dan politik yang disertai dengan hilangnya kepercayaan terhadap perekonomian Indonesia. Suku bunga yang sangat tinggi dan berlangsung cukup lama serta situasi politik dan keamanan yang mewarnai perekonomian Indonesia terutama dalam triwulan II 1998 mengakibatkan perekonomian Indonesia mengalami kontraksi sangat tajam (-16,5%), lebih parah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (-7,9%). Dengan demikian, selamasemester I/1998 pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi -12,2%. Selama krisis, kontraksi terbesar dialami oleh tiga sektor akibat depresiasi yang sangat besar dan situasi keamananan politik yang masih rawan, yaitu: (i) sektor industri pengolahan; (ii) sektor perdagangan, hotel dan restoran; dan (iii) sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Di sektor industri pengolahan (pangsa 24% dari PDB) selain disebabkan oleh tingginya suku bunga bank, kontraksi juga disebabkan oleh besarnya pinjaman dalam valuta asing, sementara penerimaan mengandalkan pasar domestik, merosotnya permintaan dalam negeri sehingga beberapa industri mengurangi bahkan menghentikan produksi (misalnya PT Astra Internasional sejak Juni 1998), dan penyelesaian politik yang berlarut-larut. Sektor perkebunan mengalami kontraksi terkecil karena dukungan sub-sektor perkebunan (terutama kelapa sawit) dan sub-sektor perikanan masih mampu tumbuh di atas 4%. 

DAFTAR PUSTAKA

Warjiyo, P dan Zulverdi, D. 2017. Penggunaan Suku Bunga Sebagai Sasaran Operasional Kebijakan Moneter Di Indonesia. (Diakses Pada 13 Juni 2017)
Arifin, S. 2017. Efektifitas Kebijakan Suku Bunga Dalam Rangka Stabilisasi Rupiah Di Masa Krisis.  http://storage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/BankIndonesia/bempvol1no3des.pdf. (Diakses Pada 13 Juni 2017)
Setiawan, I. 2009. Analisis Dampak Kebijakan Moneter Terhadap Perkembangan Inflasi Dan Peertumbuhan Ekonomi Di Indonesia. http://digilib.polban.ac.id/files/disk1/58/jbptppolban-gdl-iwansetiaw-2858-1-analisis-a.pdf. Jurnal Ekonomi, Keuangan, Perbankan dan Akuntansi Vol.1 No.1 hlm 15-31. (Diakses Pada 13 Juni 2017)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.