.

Senin, 17 April 2017

Perekonomian Sulawesi Selatan




Kepala Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan Nursam Salam mengatakan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan periode 2015 mencapai angka 7,15 persen. Terjadi penurunan dibanding pada periode 2014, ketika mencapai 7,58 persen.

Menurut Nursam, rendahnya pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan sepanjang 2015 dipengaruhi beberapa faktor. Di antaranya kondisi dunia usaha yang tak bergairah. "Beberapa sektor usaha mengurangi produksi akibat permintaan konsumen yang menurun," katanya saat memaparkan data pertumbuhan ekonomi di kantornya, Jumat, 5 Februari 2016.

Nursam menjelaskan, pencapaian 7,15 persen ini masih menempatkan Sulawesi Selatan di peringkat kelima secara nasional. Sulawesi Selatan berada di bawah Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, Papua, dan Sulawesi Barat.

Meski begitu, Sulawesi Selatan mendominasi 50 persen perekonomian Sulawesi dengan kontribusi terbesar dari sektor pertanian, yang mencapai 22,99 persen. "Sulawesi Selatan masih ditopang sektor pertanian," ujarnya.



Nursam melanjutkan, pendapatan per kapita Sulawesi Selatan tumbuh 12,3 persen, yakni dari Rp 35,53 juta pada 2014 menjadi Rp 39,9 juta pada 2015.‎ Adapun dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai usaha jasa kesehatan dan kegiatan sosial sebesar 9,31persen, disusul usaha jasa lainnya 8,99 persen serta usaha informasi dan komunikasi 7,92 persen.‎

Sedangkan di sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi dicapai komponen pembentukan modal tetap bruto sebesar 8,34 persen. Kemudian pengeluaran konsumsi pemerintah 8,15 persen dan pengeluaran konsumsi rumah tangga 5,31persen.‎

Nursam menjelaskan, khusus triwulan keempat 2015, struktur perekonomian Sulawesi Selatan masih didominasi empat sektor usaha utama, yakni pertanian, kehutanan, dan perikanan sebesar 18,56 persen; industri pengolahan 15,07 persen; konstruksi 13,69 persen; serta perdagangan besar, eceran, reparasi mobil, dan sepeda motor 12,98 persen.‎

Sumber utama pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan, kata Nursam, adalah industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor, serta konstruksi. Pertumbuhannya masing-masing 1,37 persen, 1,36 persen, dan 1,35 persen.

Pengamat ekonomi dari Universitas Hasanuddin, Muhammad Ali, mengemukakan, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan masih tergolong tinggi dibanding sejumlah daerah lain. "Pertumbuhannya masih di atas 7 persen, itu tergolong baik," tuturnya.

Ali berharap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan lebih bertumpu pada ekonomi kerakyatan. "Sektor usaha, terutama usaha mikro dan kecil, harus menjadi perhatian serius.”
Perekonomian Sulsel triwulan I 2016 tumbuh 7,41% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Secara sektoral, meningkatnya pertumbuhan disebabkan oleh peningkatan kinerja di sektor sekunder, yaitu sektor industri pengolahan, sektor transportasi dan pergudangan, serta sektor penyediaan akomodasi dan makan minum. Di sisi pengeluaran, meningkatnya pertumbuhan disebabkan oleh masih kuatnya konsumsi rumah tangga dan cukup tingginya pertumbuhan investasi (PMTB). Sementara itu, pertumbuhan ekspor masih mengalami tekanan seiring dengan belum pulihnya pasar global. Pada triwulan laporan, kinerja perbankan dalam kondisi baik dan sistem pembayaran yang meningkat. Peluang ekonomi Sulsel di tahun 2016 akan terjadi apabila ekonomi global membaik dan terjadi koordinasi yang semakin erat antara pemerintah pusat dan daerah.

Tekanan inflasi Sulsel meningkat, dimana pada triwulan laporan tercatat 5,70% (yoy). Meskipun inflasi Sulsel berada di atas rentang sasaran inflasi nasional 4±1%, namun inflasi Sulsel diperkirakan dapat berada di rentang sasaran inflasi hingga akhir tahun 2016. Peningkatan inflasi Sulsel terjadi dikarenakan tekanan harga kelompok bahan makanan yang masih cukup tinggi, akibat bergesernya musim panen padi, terbatasnya pasokan cabe dan bawang merah. Selain itu, pasokan terbatas akibat tingginya permintaan dari wilayah di luar Sulsel karena gagal panen di beberapa wilayah. Penurunan harga BBM dan tarif tenaga listrik (TTL) menjaga inflasi tidak terdorong lebih tinggi. Kunci keberhasilan dalam mengendalikan inflasi di Sulsel tersebut tidak lepas dari peran serta, komunikasi, dan koordinasi yang berjalan baik di antara anggota TPID, terutama dalam kaitannya dengan upaya menjaga ketersediaan dan  kelancaran arus distribusi bahan pangan ke berbagai daerah di Sulsel.

Perekonomian Sulsel pada triwulan II 2016 diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,6% - 8,0% (yoy). Demikian pula untuk keseluruhan 2016 diperkirakan  tumbuh pada kisaran 7,6% - 8,0% (yoy), membaik dibandingkan 2015.  Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih akan ditopang oleh semua komponen sisi pengeluaran (konsumsi, investasi, dan ekspor luar negeri).  Di sisi lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan diperkirakan akan terjadi pada sektor pertanian, sektor pengadaan listrik/gas, sektor konstruksi, dan sektor jasa kesehatan/kegiatan sosial. Faktor risiko yang perlu diwaspadai ke depan adalah berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global, rebound-nya harga minyak dunia, pergerakan nilai tukar rupiah, dan permasalahan harmonisasi kebijakan ekonomi pemerintah pusat dan daerah.

Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul Jejaring Akselerasi Kesejahteraan, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat disarankan kepada pemerintah daerah: (a) Melakukan pembangunan infrastruktur perhubungan secara tepat waktu; (b) Program peningkatan ekspor diiringi dengan peningkatan kualitas transportasi dan infrastruktur darat dan laut yang memadai, mulai dari kawasan industri hingga ke dan di pelabuhan; (c) Mendorong terciptanya industri dasar hingga menengah (low medium technology) terutama untuk kebutuhan rumah tangga, baik dari sisi ketersediaan investor, tenaga kerja, hingga pemasarannya; (d) Belanja pemerintah yang masih menjadi penopang pertumbuhan Sulsel, perlu dilakukan penyerapan yang makin optimal dan merata sepanjang tahun; (e) Penerapan smart city, perlu diiringi dengan pembangunan infrastruktur dasar kota, seperti pedestrian yang nyaman, penerangan jalan utama yang memadai, taman yang tertata, pengelolaan drainase dan saluran air yang terpadu, pengelolaan sampah dan limbah yang mampu menjaga kelestarian lingkungan, serta penggunaan pembayaran nontunai.

Sementara rekomendasi kebijakan yang dapat dirumuskan untuk pengendalian harga terutama komoditas penyumbang inflasi terbesar di Sulsel adalah sebagai berikut: (a) Meyakinkan kepada para pemangku kebijakan terutama di tingkat daerah, bahwa terdapat indikasi telah terjadi praktik pembentukan harga beras yang jauh dari prinsip-prinsip pasar persaingan sempurna; (b) Mendorong pemerintah pusat dan daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) agar merumuskan kebijakan dan mengambil langkah-langkah konkrit untuk meminimalisir dampak market failures; (c) Mendorong Pemerintah Provinsi untuk menerapkan kebijakan domestic market obligation (DMO); (d) Memberikan masukan kepada pemerintah agar mengevaluasi kembali Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dan beras yang rasional dan obyektif; (e) Mendorong Pemerintah Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) untuk memberikan bantuan dengan menyalurkan beras kepada kelompok miskin terutama pada saat operasi pasar Perum BULOG dinilai kurang berjalan efektif; (f) Pemerintah perlu merevitalisasi Koperasi Unit Desa (KUD) dan Kelompok-kelompok Tani agar mampu  berperan efektif sebagai mitra Perum BULOG dalam pengadaan gabah dan beras di lapangan; (g) Memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah (Provinsi/Pemkab/Pemkot) agar tidak mengeluarkan peraturan yang kontra produktif misalnya retribusi/pungutan atau bentuk kebijakan lainnya; (h) Mengundang investor atau menggandeng swasta untuk mendirikan pabrik beras di Sulsel yang mampu menghasilkan beras kualitas premium; (i) Menyiapkan sistem informasi yang simetris dan berkualitas yang mampu menyediakan informasi mengenai data stok dan harga beras di tingkat regional, nasional maupun internasional, yang dapat diakses dengan mudah oleh seluruh pelaku usaha di bidang perberasan, terutama petani; (j) Mendorong perbankan atau lembaga pembiayaan lainnya di Sulsel agar lebih giat dalam melaksanakan program/kegiatan layanan keuangan inklusif.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.