.

Senin, 17 April 2017

Permasalahan Ekonomi di Kota Yogyakarta


@A19-Fikri

PENDAHULUAN


Propinsi DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) adalah propinsi terkecil di Jawa dengan penduduk hanya 3,1 juta jiwa (2000). Pada akhir dekade enam puluhan propinsi ini dikenal sebagai propinsi  termiskin No.3 dari bawah sesudah propinsi NTT dan NTB, karena 47% wilayahnya yaitu kabupaten Gunung kidul, merupakan wilayah tandus.

Sebagian besar kabupaten Gunung kidul, kabupaten Kulon progo, dan sebagian kecil wilayah kabupaten Bantul adalah daerah kering yang tidak berpengairan, sehingga makanan pokok penduduknya bukan beras tetapi ketela pohon yang dikeringkan yang disebut gaplek.
PEMBAHASAN
Berikut permasalahan ekonomi  di Kota Yogyakarta
a.      Masalah Fisik Alam
Letak geografis Kota Yogyakarta yang terletak antara Gunung Merapi dan Samudera Hindia menimbulkan permasalahan terkait resiko terjadinya bencana alam berupa gempa bumi vulkanik dan tektonik. Selain itu, Kota Yogyakarta juga terlewati oleh Sungai Code, Winongo, dan Gajah Wong yang apabila musim hujan berpotensi menimbulkan banjir dan tanah longsor di daerah aliran sungai yang tidak sepenuhnya dapat dikendalikan oleh pemerintah Kota Yogyakarta karena bagian hulu dan penyangga berada di luar wewenang Kota Yogyakarta.
b.      Masalah Lingkungan dan Sosial
Kota Yogyakarta terus mengalami perkembangan baik dilihat dari segi aktivitas maupun jumlah penduduknya. Dari Civic Center (CBD) yang ada kemudian muncul Civic Center baru karena adanya perkembangan-perkembangan tersebut. Perkembangan inilah yang memberi implikasi bagi semakin berkurangnya ruang terbuka di Kota Yogyakarta. Apalagi setelah adanya kebijakan APY antara Kota Yogyakarta yang berdampak bagi semakin meluasnya kawasan permukiman, komersial, dan berkembanganya jalur transportasi. Pertambahan jumlah penduduk yang terjadi juga memberi dampak bagi pertambahan sarana dan prasarana akibat perkembangan kebutuhan penduduk kota, dimana jika dalam pengelolaan sarana dan prasarana ini kurang baik, maka masalah perkotaan seperti lingkungan kumuh, munculnya bangunan liar, menurunnya jumlah kualitas dan kuantitas, dan permasalahan terkait limbah akan semakin meningkat sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas hidup masyarakat. Selain itu, dampak lainnya dalam kehidupan sosial budaya adalah terjadinya pergeseran tradisi dan mulai melunturnya tradisi-tradisi kuno diakibatkan masuknya efek-efek moderinasi dan pengaruh globalisasi dalam kehidupan sehari-hari.
c.       Masalah Transportasi
Permasalahan yang sangat mencolok yang terjadi di Kota Yogyakarta ini adalah masalah transportasi, dimana masih sering ditemuinya kemacetan-kemacetan terutama di kawasan pusatnya. Kawasan pusat yang dijadikan sebagai pusat perkonomian secara tidak langsung memberi dampak bagi transportasi juga. Banyak ditemukan kendaraan-kendaraan yang parkir secara on street karena terbatasnya lahan parkir yang ada. Disebabkan pula oleh kendaraan tidak bermotor seperti dokar dan becak yang parkir secara sembarangan sehingga menambah tingkat kemacetan lalu lintas. Banyaknya volume kendaraan yang melintas juga menyebabkan kawasan pusat ini rentan macet. Permasalahan lainnya seperti masih adanya permukiman padat yang muncul di sekitar pusat kota Yogyakarta ini. Permukiman ini dimungkinkan merupakan permukiman kecil yang muncul karena adanya migran dari berbagai daerah yang ingin menetap di dekat pusat kota sebagai upaya meminimalkan biaya dan jarak tempuh menuju pusat kota.
Jumlah penduduk yang semakin bertambah, diikuti dengan meningkatnya daya beli masyarakat terhadap kendaraan bermotor memicu meningkatnya jumlah kendaraan bermotor di Kota Yogyakarta. Sumber dari PUSTRAL menyatakan bahwa di Kota Yogyakarta rata-rata setiap bulannya terjual 6.000 sepeda motor. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor roda dua di kota Yogyakarta telah menggantikan alat transportasi lain misalnya bus yang hanya beroperasi sebanyak 591 bus dan dapat kita cermati banyak yang hanya mengangkut sedikit penumpang. Padahal, panjang jalan di kota hanya 224,86 kilometer. Tak heran, di sejumlah ruas jalan vital, seperti jalan Malioboro dan sekitarnya kerap terjadi kemacetan yang cukup panjang.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa permasalahan transportasi di kota Yogyakarta dipengaruhi oleh:
  • Tidak seimbangnya pertambahan jaringan jalan serta fasilitas lalu lintas dan angkutan bila dibandingkan dengan pesatnya pertumbuhan kepemilikan kendaraan yang berakibat pada meningkatnya volume lalu lintas.
  • Meningkatnya mobilitas orang, barang, jasa dan pariwisata.
  • Kurang disiplinnya pengemudi.
  • Menurunnya kondisi fisik angkutan.
  • Permasalahan tarif dan rute atau trayek.
  • Manajemen lalulintas yang kurang baik
  • Ketidakterpaduan pengelolaan sistem transportasi.
  • Pengembangan kota yang tidak diikuti dengan sturktur tata guna lahan yang serasi (tata ruang belum terpadu
d.    Masalah Menyempitnya Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Permasalahan yang berkaitan dengan ruang terbuka publik atau ruang terbuka hijau secara umum terkait dengan beberapa tantangan tipikal perkotaan, separti menurunnya kualitas lingkungan hidup di kawasan perkotaan dan di lingkungan permukiman warga, pencemaran udara yang semakin meningkat dengan semakin tingginya laju pertumbuhan kendaraan yang menggunakan bahan bakar minyak, dan perubahan perilaku sosial masyarakat yang cenderung kontra- produktif dan individual sehingga menurunnya tingkat kepedulian terhadap lingkungan.
Peningkatan kepadatan lalu lintas di Kota Yogyakarta berimplikasi bagi meningkatnya tingkat polusi udara di kota ini. Ini disebabkan oleh banyaknya kendaraan yang melintas. Masalah penurunan kualitas udara sehat dan bersih di Kota Yogyakarta juga disebabkan karena semakin berkurangnya pepohonan sebagai akibat dari adanya alih fungsi lahan menjadi kawasan budidaya baik untuk kawasan permukiman maupun kawasan komersial. Berkurangnya daerah penyangga yang walaupun berada di luar wewenang Kota Yogyakarta juga turut memberi akibat bagi penurunan kualitas udara kota
e.       Masalah Kualitas Air Bersih
Masalah lain terkait prasarana di Kota Yogyakarta adalah tentang kualitas air bersih. Terjadinya pencemaran air disebabakan oleh buangan limbah baik limbah rumah tangga maupun industri yang tidak memperhatikan aturan pembuangan limbah. Selain itu, disebabkan pula oleh sumber air dari bagian hulu yang airnya bercampur dengan lumpur akibat gerusan tanah karena erosi dan penggundulan vegetasi di perbukitan dan hutan. Walaupun pihak pemerintah telah memberikan bantuan jaringan PDAM dengan sistem perpipaan dan non-perpipaan, namun cakupan pelayanannya baru sekitar 60% saja
f.       Masalah Kependudukan
Tingkat urbanisasi Kota Yogyakarta cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh adanya daya tarik lokal kota berupa pariwisata serta pendidikan. Kedua hal inilah yang menyebabkan peningkatan tingkat migrasi penduduk untuk mau tinggal dan beraktivitas di kota ini. Adanya migrasi penduduk ini berimplikasi bagi meningkatnya angka kemiskinan dan pengangguran Kota Yogyakarta.
Tantangan Pembangunan Kota Yogyakarta
Dari permasalahan yang telah dijabarkan di atas, dapat disimpulkan mengenai tantangan yang dihadapi dalam pembangunan Kota Yogyakarta, antara lain :
  • Kondisi Fisik
–        Ancaman bahaya yang disebabkan oleh kondisi alam.
–        Minimnya penanganan  evakuasi warga saat bahaya tiba.
–        Kurangnya kesadaran masyarakat yang bermukim di area yang memiliki bahaya geologi tinggi.
  • Transportasi
–        Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor.
–        Berkurangnya kedisiplinan pengemudi.
–        Ketidakpedulian pengelolaan sistem transportasi.
–        Menurunnya minat dalam menggunakan kendaraan umum sebagai alat transportasi.
–        Buruknya manajemen lalu lintas.
  • Ruang Terbuka Hijau
–        Semakin berkurangnya lahan terbuka hijau disebabkan alokasi lahan sebagai lahan permukiman.
–        Menurunnya tingkat kepedulian masyarakat akan keadaan lingkungan.

Strategi Intervensi Pembangunan Kota Yogyakarta
   Menanggapi tantangan di atas, diperlukan strategi intervensi yang mampu mengatasi tantangan tersebut. Strategi intervensi tersebut antara lain :
a. Kondisi fisik
  • Meningkatkan evakuasi korban melalui pelatihan-pelatihan agar korban yang diakibatkan oleh bencana alam tersebut mampu secara cepat dan teoat ditangani.
  • Melakukan sosialisasi dan pemberitahuan mengenai lahan-lahan yang berpotensi bahaya sehingga dapat mencegah dan meminimalisir korban akibat bencana.
b. Transportasi
  • Membatasi kepemilikan kendaraan bermotor dengan mengadakan regulasi yang ketat.
  • Membuat regulasi yang mengikat bagi para pengendara kendaraan bermotor agar dapat tertib berlalu lintas.
  • Melakukan perbaikan dalam pengelolaan sistem lalu lintas dan transportasi.
  • Pengembangan kualitas kendaraan umum sebagai alat transportasi melalui peremajaan
  • Melestarikan dan mendukung keberadaan angkutan-angkutan umum yang bersifat non-motorized seperti andong, becak sebagai salah satu penunjang aktivitas pariwisata sehingga penggunaan angkutan umum bersifat motorized bisa diminimalkan
  • Menggiatkan pengadakan event-event khusus seperti car free day dan gerakan gemar bersepeda sebagai salah satu langkah meminimalkan dampak lingkungan akibat transportasi.
c. Ruang Terbuka Hijau (RTH)
  • Membuat dan merealisasikan peraturan dalam Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) sebagai produk tata ruang yang mampu mengendalikan aktivitas pembangunan yang secara tak langsung berimplikasi bagi keberadaan RTH yang makin menyempit.
  • Meningkatkan kesadaran masyarakat akan lingkungan melalui gerakan-gerakan yang mampu mengajak masyarakat untuk dapat peduli terhadap lingkungan.
  • Memultifungsikan RTH yang ada sebagai ruang terbuka publik yang dapat berfungsi sosial dan ekonomis.
PENUTUP

Pelajaran lain yang dapat ditarik dari masyarakat Yogyakarta adalah pengembangan (sistem) ekonomi moral (moral economy) yaitu aturan main hidup berekonomi yang tidak semata-mata efisien, tetapi efisien dan sekaligus adil. Inilah keadilan ekonomi yaitu aturan main hubungan-hubungan ekonomi yang didasarkan pada etika, yang pada gilirannya bersumber pada hukum-hukum alam, hukum Tuhan, dan sifat-sifat Sosial manusia. John Rawls dalam The Theory of Justice menegaskan bahwa sistem ekonomi yang adil adalah yang dapat menjamin hasil paling besar bagi mereka yang paling miskin atau tertinggal. Jadi untuk masyarakat Yogyakarta, berkembangnya ekonomi rakyat berkat kebijakan pemerintah yang memihak pada rakyat atau orang miskin membuktikan telah berkembangnya (sistem) ekonomi moral yang dimaksud.

Dengan demikian  "kontradiksi  telah terjawab, dan kontradiksi sebenarnya tidak ada. Rakyat atau penduduk Yogyakarta sebenarnya tidak pernah merasa miskin. Orang Yogya yang tidak terlalu mementingkan atau tidak menomorsatukan kehidupan materi atau pemupukan harta, menempatkan pendidikan dan kesehatan pada urutan teratas pengeluarannya. Hasilnya kualitas SDM-nya tinggi.

Sumber web :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.