.

Senin, 17 April 2017

KONDISI PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN




Oleh :
@A08-Satria

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 2016
Perekonomian Sulsel triwulan I 2016 tumbuh 7,41% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya.
Secara sektoral, meningkatnya pertumbuhan disebabkan oleh peningkatan kinerja di sektor sekunder, yaitu :
a.       sektor industri pengolahan
b.      sektor transportasi dan pergudangan
c.       sektor penyediaan akomodasi dan makan minum.
Di sisi pengeluaran, meningkatnya pertumbuhan disebabkan oleh masih kuatnya konsumsi rumah tangga dan cukup tingginya pertumbuhan investasi (PMTB). Sementara itu, pertumbuhan ekspor masih mengalami tekanan seiring dengan belum pulihnya pasar global. Pada triwulan laporan, kinerja perbankan dalam kondisi baik dan sistem pembayaran yang meningkat. Peluang ekonomi Sulsel di tahun 2016 akan terjadi apabila ekonomi global membaik dan terjadi koordinasi yang semakin erat antara pemerintah pusat dan daerah.
Tekanan inflasi Sulsel meningkat, dimana pada triwulan laporan tercatat 5,70% (yoy). Meskipun inflasi Sulsel berada di atas rentang sasaran inflasi nasional 4±1%, namun inflasi Sulsel diperkirakan dapat berada di rentang sasaran inflasi hingga akhir tahun 2016. Peningkatan inflasi Sulsel terjadi dikarenakan :
a.       tekanan harga kelompok bahan makanan yang masih cukup tinggi
b.      akibat bergesernya musim panen padi
c.       terbatasnya pasokan cabe dan bawang merah
 Selain itu, pasokan terbatas akibat tingginya permintaan dari wilayah di luar Sulsel karena gagal panen di beberapa wilayah. Penurunan harga BBM dan tarif tenaga listrik (TTL) menjaga inflasi tidak terdorong lebih tinggi. Kunci keberhasilan dalam mengendalikan inflasi di Sulsel tersebut tidak lepas dari peran serta, komunikasi, dan koordinasi yang berjalan baik di antara anggota TPID, terutama dalam kaitannya dengan upaya menjaga ketersediaan dan  kelancaran arus distribusi bahan pangan ke berbagai daerah di Sulsel.
Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul Jejaring Akselerasi Kesejahteraan, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat disarankan kepada pemerintah daerah:
a.       Melakukan pembangunan infrastruktur perhubungan secara tepat waktu
b.      Program peningkatan ekspor diiringi dengan peningkatan kualitas transportasi dan infrastruktur darat dan laut yang memadai, mulai dari kawasan industri hingga ke dan di pelabuhan
c.       Mendorong terciptanya industri dasar hingga menengah (low medium technology) terutama untuk kebutuhan rumah tangga, baik dari sisi ketersediaan investor, tenaga kerja, hingga pemasarannya
d.      Belanja pemerintah yang masih menjadi penopang pertumbuhan Sulsel, perlu dilakukan penyerapan yang makin optimal dan merata sepanjang tahun
e.      Penerapan smart city, perlu diiringi dengan pembangunan infrastruktur dasar kota, seperti pedestrian yang nyaman, penerangan jalan utama yang memadai, taman yang tertata, pengelolaan drainase dan saluran air yang terpadu, pengelolaan sampah dan limbah yang mampu menjaga kelestarian lingkungan, serta penggunaan pembayaran nontunai.
Sementara rekomendasi kebijakan yang dapat dirumuskan untuk pengendalian harga terutama komoditas penyumbang inflasi terbesar di Sulsel adalah sebagai berikut:
a.       Meyakinkan kepada para pemangku kebijakan terutama di tingkat daerah, bahwa terdapat indikasi telah terjadi praktik pembentukan harga beras yang jauh dari prinsip-prinsip pasar persaingan sempurna
b.      Mendorong pemerintah pusat dan daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) agar merumuskan kebijakan dan mengambil langkah-langkah konkrit untuk meminimalisir dampak market failures
c.       Mendorong Pemerintah Provinsi untuk menerapkan kebijakan domestic market obligation (DMO)
d.      Memberikan masukan kepada pemerintah agar mengevaluasi kembali Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dan beras yang rasional dan obyektif
e.      Mendorong Pemerintah Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) untuk memberikan bantuan dengan menyalurkan beras kepada kelompok miskin terutama pada saat operasi pasar Perum BULOG dinilai kurang berjalan efektif
f.        Pemerintah perlu merevitalisasi Koperasi Unit Desa (KUD) dan Kelompok-kelompok Tani agar mampu  berperan efektif sebagai mitra Perum BULOG dalam pengadaan gabah dan beras di lapangan
g.       Memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah (Provinsi/Pemkab/Pemkot) agar tidak mengeluarkan peraturan yang kontra produktif misalnya retribusi/pungutan atau bentuk kebijakan lainnya
h.      Mengundang investor atau menggandeng swasta untuk mendirikan pabrik beras di Sulsel yang mampu menghasilkan beras kualitas premium
i.         Menyiapkan sistem informasi yang simetris dan berkualitas yang mampu menyediakan informasi mengenai data stok dan harga beras di tingkat regional, nasional maupun internasional, yang dapat diakses dengan mudah oleh seluruh pelaku usaha di bidang perberasan, terutama petani
Mendorong perbankan atau lembaga pembiayaan lainnya di Sulsel agar lebih giat dalam melaksanakan program/kegiatan layanan keuangan inklusif. 


Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan Capai 7,15 Persen
Kepala Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan Nursam Salam mengatakan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan periode 2015 mencapai angka 7,15 persen. Terjadi penurunan dibanding pada periode 2014, ketika mencapai 7,58 persen.
Menurut Nursam, rendahnya pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan sepanjang 2015 dipengaruhi beberapa faktor. Di antaranya kondisi dunia usaha yang tak bergairah. "Beberapa sektor usaha mengurangi produksi akibat permintaan konsumen yang menurun," katanya saat memaparkan data pertumbuhan ekonomi di kantornya, Jumat, 5 Februari 2016.
Nursam menjelaskan, pencapaian 7,15 persen ini masih menempatkan Sulawesi Selatan di peringkat kelima secara nasional. Sulawesi Selatan berada di bawah Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, Papua, dan Sulawesi Barat.
Meski begitu, Sulawesi Selatan mendominasi 50 persen perekonomian Sulawesi dengan kontribusi terbesar dari sektor pertanian, yang mencapai 22,99 persen. "Sulawesi Selatan masih ditopang sektor pertanian," ujarnya.
Nursam melanjutkan, pendapatan per kapita Sulawesi Selatan tumbuh 12,3 persen, yakni dari Rp 35,53 juta pada 2014 menjadi Rp 39,9 juta pada 2015.‎ Adapun dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai usaha jasa kesehatan dan kegiatan sosial sebesar 9,31persen, disusul usaha jasa lainnya 8,99 persen serta usaha informasi dan komunikasi 7,92 persen.‎
Sedangkan di sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi dicapai komponen pembentukan modal tetap bruto sebesar 8,34 persen. Kemudian pengeluaran konsumsi pemerintah 8,15 persen dan pengeluaran konsumsi rumah tangga 5,31persen.‎
Nursam menjelaskan, khusus triwulan keempat 2015, struktur perekonomian Sulawesi Selatan masih didominasi empat sektor usaha utama, yakni pertanian, kehutanan, dan perikanan sebesar 18,56 persen; industri pengolahan 15,07 persen; konstruksi 13,69 persen; serta perdagangan besar, eceran, reparasi mobil, dan sepeda motor 12,98 persen.‎
Sumber utama pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan, kata Nursam, adalah industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor, serta konstruksi. Pertumbuhannya masing-masing 1,37 persen, 1,36 persen, dan 1,35 persen.
Pengamat ekonomi dari Universitas Hasanuddin, Muhammad Ali, mengemukakan, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan masih tergolong tinggi dibanding sejumlah daerah lain. "Pertumbuhannya masih di atas 7 persen, itu tergolong baik," tuturnya.
Ali berharap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan lebih bertumpu pada ekonomi kerakyatan. "Sektor usaha, terutama usaha mikro dan kecil, harus menjadi perhatian serius.”‎


Ekonomi Sulsel: 3 Hal Ini Berpotensi Hambat Pertumbuhan
Pemerintah diminta bekerja cepat untuk mengatasi sejumlah tantangan yang dapat menghambat laju pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sulawesi Selatan.
Pengamat Ekonomi Universitas Hasanuddin Makassar, Hamid Paddu mengatakan sejumlah persoalan yang harus segera ditangani oleh pemerintah ialah mengenai pembangunan infrastruktur, masalah perizinan dan promosi.
Untuk pembangunan infrastruktur, dia menuturkan saat ini prestasi pemerintah masih belum cukup baik. Seperti diketahui, penyerapan anggaran infrastruktur secara nasional hingga kuartal II/2015 baru tercapai sekitar 20-30%.
“Pembangunan proyek-proyek yang harus dipercepat pengerjaanya antara lain ialah pembangunan bendungan, jaringan irigasi, jalan nasional, jembatan dan jalan akses pelabuhan untuk menopang aktifitas perekonomian di Sulsel,” kata Hamid kepada Bisnis, Minggu (9/8/2015).
Mengenai, masalah perizinan dia menyatakan pemerintah telah menerapkan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) yang diklaim mampu mempermudah pengurusan perizinan investasi. Namun, pada kenyataannya, saat ini masih ada beberapa persoalan di daerah dalam pelaksanaanya.
Selain itu, dia juga mendesak agar pemerintah dapat berperan lebih aktif dalam mempromosikan potensi-potensi lokal lainnya di Sulsel yang dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan ekonomi.
“Dengan adanya perbaikan pada sejumlah sektor itu, saya perkirakan perekonomian di Sulsel pada Kuartal III/2015 bisa tumbuh sekitar 8,5% atau masih di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional,” ujarnya.
Sebelumnya, Kadin Sulsel dan Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Sulsel pada kuartal III/2015 bisa mencapai 8%, atau tumbuh lebih tinggi jika dibandingkan dengan realiasi pertumbuhan ekonomi Sulsel pada kuartal II/2015.
Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulsel mencatat pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2015 mencapai 7,62% atau di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya mencapai 4,67%.
Kepala BPS Sulsel, Nursam Salam menyebutkan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi Sulsel berasal dari sektor pertanian yaitu sebesar 24,7%.
Disusul sektor industri pengolahan yang berkonstribusi sebesar 13,1%, sektor perdagangan berkontribusi 12,6%, sektor konstruksi 11,5%, sektor pertambangan 6,8%.


BI: Masalah Konektivitas Hambat Akselerasi Ekonomi Sulsel
Konektivitas antardaerah di Sulawesi Selatan yang cenderung masih terbatas menjadi pokok permasalahan utama dalam akselerasi perekonomian di provinsi ini.
Kepala Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Sulsel, Wiwiek S. Widayat mengemukakan waktu tempuh melalui jalur darat antardaerah di Sulsel menjadi segmen yang kerap menjadi pemicu utama dalam permasalahan logistik dan berdampak pada perekonomian  secara luas.
Menurutnya, kondisi tersebut berdasarkan hasil riset growth diagnostic yang dilakukan bank sentral kurun waktu 2015 hingga 2016 lalu menunjukkan jika konektivitas antardaerah yang masih terbatas teridentifikasi sebagai permasalah pokok dalam perekonomian Sulsel.
"Konektivitas darat maupun laut memiliki peran strategis, akses ke daerah potensial yang selama ini belum terjangkau jadi kunci, karena efeknya tentu memungkinkan investasi tumbuh lebih produktif," katanya, Senin (6/3/2017).
Wiwiek menguraikan, jika pemerintah mampu melakukann perbaikan 50% infrastruktur jalan berklasifikasi nasional, provinsi maupun kabupaten/kota secara simultan di Sulsel, diproyeksikan bakal mendongkrak efektivitas dengan pemangkasa ongkos logistik sebesar 9,97%.
Selanjutnya, lanjut dia, kondisi tersebut bisa menjadi katalis dalam mendorong  daya  saing  produk  pertanian  dan  industri  yang  diperdagangkan  antar pulau  maupun  ekspor serta berdampak  pula pada  efisiensi  transportasi.
Dari hasil perhitungan, diperoleh hasil bahwa perbaikan kualitas jalan berpotensi menambah rata-rata pertumbuhan PDRB terhadap baseline sebesar 0,711%, dengan tambahan pertumbuhan aggregate employment sebesar 0,017%.
Selain itu, realisasi proyek Kereta Api Lintas Makassar-Parepare diperkirakan  pula akan  menurunkan  biaya karena terjadinya switching  cost dari  jalan  ke  kereta api dengan asumsi  yang  digunakan  yaitu  terdapatnya penyerapan  dari  pengguna  jalan  kepada kereta api sebesar  13,5%.
Selanjutnya permasalahan perekonomian Sulsel lainnya yakni tingkat inovasi sektor pertanian sebagai sektor unggulan Sulsel yang masih sangat rendah memicu pertumbuhan pada sektor ini ikut mengalami tren penurunan dalam beberapa tahun terakhir.
"Terdapat pula kualitas pendidikan yang masih rendah, ditandai oleh rata-rata lama sekolah serta tingkat pendidikan tenaga  kerja  yang sebagian  besar  merupakan  lulusan  SD-SMP serta infrastruktur  distribusi  listrik  yang  tidak mencukupi hingga tahun 2020. Seluruh hal ini membuat akselerasi perekonomian Sulsel jadi terkendala," papar Wiwiek.
Sekadar diketahui, sepanjang tahun lalu ekonomi Sulsel mampu tumbuh sebesar 7,41% yang ditopang kinerja  lapangan  usaha sektot energi, pengadaan  air,  pengelolaan  sampah,  limbah  dan  daur  ulang, jasa keuangan  dan  asuransi, penyediaan akomodasi dan makan  minum serta sektor lainnya.


Pertumbuhan Ekonomi Makassar Tinggi tapi Infrastruktur Mandek
Terletak di Sulawesi Selatan, Makassar adalah satu dari kota sekunder atau menengah yang ada di Indonesia. Meski begitu, Makassar merupakan kota yang strategis karena lokasinya tepat di tengah Indonesia.
Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto menjabarkan hal tersebut saat diskusi bertema "Secondary Cities" pada acara New Cities Summit Jakarta 2015, di Hotel Raffles, Jakarta, Rabu (10/6/2015).
"Jika Anda tinggal di Makassar, Anda bisa pergi ke mana saja dalam waktu yang hampir sama. Dengan demikian, Makassar memiliki posisi yang sangat baik di Indonesia," ujar Ramdhan di hadapan para peserta diskusi yang berasal dari berbagai belahan dunia.
Ramdhan melanjutkan, dari lima kota besar di Indonesia, Makassar termasuk di dalamnya. Kota ini merupakan hub atau pusat perdagangan di Indonesia, selain Jakarta. Pusat perdagangan ini meliputi pertambangan, perikanan atau kelautan, pertanian, dan juga industri. Selain itu, Makassar juga menjadi jantung edukasi dan pariwisata.
Populasinya, tambah dia, mencapai 1,8 juta orang. Dengan persentasi 9,23 persen pada tahun lalu, pertumbuhan ekonomi Makassar pun merupakan yang tertinggi di Indonesia.
Namun, Ramdhan mengeluhkan masalah infrastruktur di kota tersebut. Pembangunan infrastruktur tidak sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Masalah tersebut muncul karena adanya birokrasi dari pusat. Menurut Ramdhan, untuk membangun Makassar, dan juga kota-kota lainnya di Indonesia, pemerintah kota harus menunggu birokrasi dari pusat dan provinsi.
"Makassar sangat membutuhkan dukungan dari pusat. Selain itu, Makassar juga butuh dukungan investasi, melalui pinjaman," sebut Ramdhan.
Ia berharap, kebijakan dan otoritas dari pusat bisa memudahkan Makassar mendapatkan investor. Menurut dia, mungkin saja ada pihak asing yang berminat berinvestasi di kota berjuluk "anging mamiri" ini, tetapi terganjal oleh birokrasi.

DAFTAR PUSTAKA 



Kantor Perwakilan Bank Indonesia  Provinsi Sulawesi Selatan. 2016. “Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 2016”. http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/sulsel/Pages/Kajian-Ekonomi-dan-Keuangan-Regional-Provinsi-Sulawesi-Selatan-Triwulan-I-2016.aspx (diakses pada tanggal 17 April 2017)
Indra. 2016. “Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan Capai 7,15 Persen”. https://m.tempo.co/read/news/2016/02/05/090742646/pertumbuhan-ekonomi-sulawesi-selatan-capai-7-15-persen

(diakses pada tanggal 17 April 2017)

Saeno. 2016. “Ekonomi Sulsel: 3 Hal Ini Berpotensi Hambat Pertumbuhan”. http://kabar24.bisnis.com/read/20150809/78/460659/ekonomi-sulsel-3-hal-ini-berpotensi-hambat-pertumbuhan (diakses pada tanggal 17 April 2017)
Sidik, Fajar. 2017. “BI: Masalah Konektivitas Hambat Akselerasi Ekonomi Sulsel”. http://sulawesi.bisnis.com/read/20170306/16/196180/bi-masalah-konektivitas-hambat-akselerasi-ekonomi-sulsel (diakses pada tanggal 17 April 2017)
Ramadhiani, Arimbi. 2015. “Pertumbuhan Ekonomi Makassar Tinggi Tapi Mandek”. http://properti.kompas.com/read/2015/06/10/220000121/Pertumbuhan.Ekonomi.Makassar.Tinggi.tapi.Infrastruktur.Mandek (diakses pada tanggal 17 April 2017)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.