@A08-Satria
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan
I 2016
Perekonomian
Sulsel triwulan I 2016 tumbuh 7,41% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan
triwulan sebelumnya.
Secara sektoral, meningkatnya pertumbuhan disebabkan oleh peningkatan kinerja di sektor sekunder, yaitu :
Secara sektoral, meningkatnya pertumbuhan disebabkan oleh peningkatan kinerja di sektor sekunder, yaitu :
a.
sektor industri pengolahan
b.
sektor transportasi dan pergudangan
c.
sektor penyediaan akomodasi dan makan minum.
Di sisi
pengeluaran, meningkatnya pertumbuhan disebabkan oleh masih kuatnya konsumsi
rumah tangga dan cukup tingginya pertumbuhan investasi (PMTB). Sementara itu,
pertumbuhan ekspor masih mengalami tekanan seiring dengan belum pulihnya pasar
global. Pada triwulan laporan, kinerja perbankan dalam kondisi baik dan sistem
pembayaran yang meningkat. Peluang ekonomi Sulsel di tahun 2016 akan terjadi
apabila ekonomi global membaik dan terjadi koordinasi yang semakin erat antara
pemerintah pusat dan daerah.
Tekanan
inflasi Sulsel meningkat, dimana pada triwulan laporan tercatat 5,70% (yoy).
Meskipun inflasi Sulsel berada di atas rentang sasaran inflasi nasional 4±1%,
namun inflasi Sulsel diperkirakan dapat berada di rentang sasaran inflasi
hingga akhir tahun 2016. Peningkatan inflasi Sulsel terjadi dikarenakan :
a.
tekanan harga kelompok bahan makanan yang masih
cukup tinggi
b.
akibat bergesernya musim panen padi
c.
terbatasnya pasokan cabe dan bawang merah
Selain itu, pasokan terbatas akibat tingginya
permintaan dari wilayah di luar Sulsel karena gagal panen di beberapa wilayah.
Penurunan harga BBM dan tarif tenaga listrik (TTL) menjaga inflasi tidak
terdorong lebih tinggi. Kunci keberhasilan dalam mengendalikan inflasi di
Sulsel tersebut tidak lepas dari peran serta, komunikasi, dan koordinasi yang
berjalan baik di antara anggota TPID, terutama dalam kaitannya dengan upaya
menjaga ketersediaan dan kelancaran arus
distribusi bahan pangan ke berbagai daerah di Sulsel.
Untuk
mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul Jejaring
Akselerasi Kesejahteraan, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat disarankan
kepada pemerintah daerah:
a.
Melakukan pembangunan infrastruktur perhubungan
secara tepat waktu
b.
Program peningkatan ekspor diiringi dengan
peningkatan kualitas transportasi dan infrastruktur darat dan laut yang
memadai, mulai dari kawasan industri hingga ke dan di pelabuhan
c.
Mendorong terciptanya industri dasar hingga
menengah (low medium technology) terutama untuk kebutuhan rumah tangga, baik
dari sisi ketersediaan investor, tenaga kerja, hingga pemasarannya
d.
Belanja pemerintah yang masih menjadi penopang
pertumbuhan Sulsel, perlu dilakukan penyerapan yang makin optimal dan merata
sepanjang tahun
e.
Penerapan smart city, perlu diiringi dengan
pembangunan infrastruktur dasar kota, seperti pedestrian yang nyaman, penerangan
jalan utama yang memadai, taman yang tertata, pengelolaan drainase dan saluran
air yang terpadu, pengelolaan sampah dan limbah yang mampu menjaga kelestarian
lingkungan, serta penggunaan pembayaran nontunai.
Sementara
rekomendasi kebijakan yang dapat dirumuskan untuk pengendalian harga terutama
komoditas penyumbang inflasi terbesar di Sulsel adalah sebagai berikut:
a.
Meyakinkan kepada para pemangku kebijakan
terutama di tingkat daerah, bahwa terdapat indikasi telah terjadi praktik
pembentukan harga beras yang jauh dari prinsip-prinsip pasar persaingan
sempurna
b.
Mendorong pemerintah pusat dan daerah
(Provinsi/Kabupaten/Kota) agar merumuskan kebijakan dan mengambil
langkah-langkah konkrit untuk meminimalisir dampak market failures
c.
Mendorong Pemerintah Provinsi untuk menerapkan
kebijakan domestic market obligation (DMO)
d.
Memberikan masukan kepada pemerintah agar
mengevaluasi kembali Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dan beras yang
rasional dan obyektif
e.
Mendorong Pemerintah Daerah
(Provinsi/Kabupaten/Kota) untuk memberikan bantuan dengan menyalurkan beras
kepada kelompok miskin terutama pada saat operasi pasar Perum BULOG dinilai
kurang berjalan efektif
f.
Pemerintah perlu merevitalisasi Koperasi Unit
Desa (KUD) dan Kelompok-kelompok Tani agar mampu berperan efektif sebagai mitra Perum BULOG
dalam pengadaan gabah dan beras di lapangan
g.
Memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah
(Provinsi/Pemkab/Pemkot) agar tidak mengeluarkan peraturan yang kontra
produktif misalnya retribusi/pungutan atau bentuk kebijakan lainnya
h.
Mengundang investor atau menggandeng swasta
untuk mendirikan pabrik beras di Sulsel yang mampu menghasilkan beras kualitas
premium
i.
Menyiapkan sistem informasi yang simetris dan
berkualitas yang mampu menyediakan informasi mengenai data stok dan harga beras
di tingkat regional, nasional maupun internasional, yang dapat diakses dengan
mudah oleh seluruh pelaku usaha di bidang perberasan, terutama petani
Mendorong perbankan atau lembaga pembiayaan
lainnya di Sulsel agar lebih giat dalam melaksanakan program/kegiatan layanan
keuangan inklusif.
Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan Capai 7,15 Persen
Kepala Badan
Pusat Statistik Sulawesi Selatan Nursam Salam mengatakan pertumbuhan ekonomi Sulawesi
Selatan periode 2015 mencapai angka 7,15 persen. Terjadi penurunan dibanding
pada periode 2014, ketika mencapai 7,58 persen.
Menurut
Nursam, rendahnya pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan sepanjang 2015
dipengaruhi beberapa faktor. Di antaranya kondisi dunia usaha yang tak
bergairah. "Beberapa sektor usaha mengurangi produksi akibat permintaan
konsumen yang menurun," katanya saat memaparkan data pertumbuhan ekonomi
di kantornya, Jumat, 5 Februari 2016.
Nursam
menjelaskan, pencapaian 7,15 persen ini masih menempatkan Sulawesi Selatan di
peringkat kelima secara nasional. Sulawesi Selatan berada di bawah Nusa
Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, Papua, dan Sulawesi Barat.
Meski begitu,
Sulawesi Selatan mendominasi 50 persen perekonomian Sulawesi dengan kontribusi
terbesar dari sektor pertanian, yang mencapai 22,99 persen. "Sulawesi
Selatan masih ditopang sektor pertanian," ujarnya.
Nursam
melanjutkan, pendapatan per kapita Sulawesi Selatan tumbuh 12,3 persen, yakni
dari Rp 35,53 juta pada 2014 menjadi Rp 39,9 juta pada 2015. Adapun dari sisi
produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai usaha jasa kesehatan dan kegiatan
sosial sebesar 9,31persen, disusul usaha jasa lainnya 8,99 persen serta usaha
informasi dan komunikasi 7,92 persen.
Sedangkan di
sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi dicapai komponen pembentukan modal
tetap bruto sebesar 8,34 persen. Kemudian pengeluaran konsumsi pemerintah 8,15
persen dan pengeluaran konsumsi rumah tangga 5,31persen.
Nursam
menjelaskan, khusus triwulan keempat 2015, struktur perekonomian Sulawesi
Selatan masih didominasi empat sektor usaha utama, yakni pertanian, kehutanan,
dan perikanan sebesar 18,56 persen; industri pengolahan 15,07 persen;
konstruksi 13,69 persen; serta perdagangan besar, eceran, reparasi mobil, dan
sepeda motor 12,98 persen.
Sumber utama
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan, kata Nursam, adalah industri pengolahan,
perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor, serta
konstruksi. Pertumbuhannya masing-masing 1,37 persen, 1,36 persen, dan 1,35
persen.
Pengamat
ekonomi dari Universitas Hasanuddin, Muhammad Ali, mengemukakan, pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Selatan masih tergolong tinggi dibanding sejumlah daerah lain.
"Pertumbuhannya masih di atas 7 persen, itu tergolong baik,"
tuturnya.
Ali berharap
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan lebih bertumpu pada ekonomi kerakyatan.
"Sektor usaha, terutama usaha mikro dan kecil, harus menjadi perhatian
serius.”
Ekonomi Sulsel: 3 Hal Ini Berpotensi Hambat Pertumbuhan
Pemerintah
diminta bekerja cepat untuk mengatasi sejumlah tantangan yang dapat menghambat
laju pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sulawesi Selatan.
Pengamat
Ekonomi Universitas Hasanuddin Makassar, Hamid Paddu mengatakan sejumlah persoalan
yang harus segera ditangani oleh pemerintah ialah mengenai pembangunan
infrastruktur, masalah perizinan dan promosi.
Untuk
pembangunan infrastruktur, dia menuturkan saat ini prestasi pemerintah masih
belum cukup baik. Seperti diketahui, penyerapan anggaran infrastruktur secara
nasional hingga kuartal II/2015 baru tercapai sekitar 20-30%.
“Pembangunan
proyek-proyek yang harus dipercepat pengerjaanya antara lain ialah pembangunan
bendungan, jaringan irigasi, jalan nasional, jembatan dan jalan akses pelabuhan
untuk menopang aktifitas perekonomian di Sulsel,” kata Hamid kepada Bisnis,
Minggu (9/8/2015).
Mengenai,
masalah perizinan dia menyatakan pemerintah telah menerapkan pelayanan terpadu
satu pintu (PTSP) yang diklaim mampu mempermudah pengurusan perizinan
investasi. Namun, pada kenyataannya, saat ini masih ada beberapa persoalan di
daerah dalam pelaksanaanya.
Selain itu,
dia juga mendesak agar pemerintah dapat berperan lebih aktif dalam
mempromosikan potensi-potensi lokal lainnya di Sulsel yang dapat dimanfaatkan
untuk pertumbuhan ekonomi.
“Dengan adanya
perbaikan pada sejumlah sektor itu, saya perkirakan perekonomian di Sulsel pada
Kuartal III/2015 bisa tumbuh sekitar 8,5% atau masih di atas rata-rata
pertumbuhan ekonomi nasional,” ujarnya.
Sebelumnya,
Kadin Sulsel dan Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Sulsel pada
kuartal III/2015 bisa mencapai 8%, atau tumbuh lebih tinggi jika dibandingkan
dengan realiasi pertumbuhan ekonomi Sulsel pada kuartal II/2015.
Seperti
diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulsel mencatat pertumbuhan
ekonomi pada kuartal II/2015 mencapai 7,62% atau di atas rata-rata pertumbuhan
ekonomi nasional yang hanya mencapai 4,67%.
Kepala BPS
Sulsel, Nursam Salam menyebutkan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan
ekonomi Sulsel berasal dari sektor pertanian yaitu sebesar 24,7%.
Disusul sektor
industri pengolahan yang berkonstribusi sebesar 13,1%, sektor perdagangan
berkontribusi 12,6%, sektor konstruksi 11,5%, sektor pertambangan 6,8%.
BI: Masalah Konektivitas Hambat Akselerasi Ekonomi Sulsel
Konektivitas
antardaerah di Sulawesi Selatan yang cenderung masih terbatas menjadi pokok
permasalahan utama dalam akselerasi perekonomian di provinsi ini.
Kepala Bank
Indonesia Perwakilan Provinsi Sulsel, Wiwiek S. Widayat mengemukakan waktu
tempuh melalui jalur darat antardaerah di Sulsel menjadi segmen yang kerap
menjadi pemicu utama dalam permasalahan logistik dan berdampak pada
perekonomian secara luas.
Menurutnya,
kondisi tersebut berdasarkan hasil riset growth diagnostic yang dilakukan bank
sentral kurun waktu 2015 hingga 2016 lalu menunjukkan jika konektivitas
antardaerah yang masih terbatas teridentifikasi sebagai permasalah pokok dalam
perekonomian Sulsel.
"Konektivitas
darat maupun laut memiliki peran strategis, akses ke daerah potensial yang
selama ini belum terjangkau jadi kunci, karena efeknya tentu memungkinkan
investasi tumbuh lebih produktif," katanya, Senin (6/3/2017).
Wiwiek
menguraikan, jika pemerintah mampu melakukann perbaikan 50% infrastruktur jalan
berklasifikasi nasional, provinsi maupun kabupaten/kota secara simultan di
Sulsel, diproyeksikan bakal mendongkrak efektivitas dengan pemangkasa ongkos
logistik sebesar 9,97%.
Selanjutnya,
lanjut dia, kondisi tersebut bisa menjadi katalis dalam mendorong daya
saing produk pertanian
dan industri yang
diperdagangkan antar pulau maupun
ekspor serta berdampak pula
pada efisiensi transportasi.
Dari hasil
perhitungan, diperoleh hasil bahwa perbaikan kualitas jalan berpotensi menambah
rata-rata pertumbuhan PDRB terhadap baseline sebesar 0,711%, dengan tambahan
pertumbuhan aggregate employment sebesar 0,017%.
Selain itu,
realisasi proyek Kereta Api Lintas Makassar-Parepare diperkirakan pula akan
menurunkan biaya karena
terjadinya switching cost dari jalan
ke kereta api dengan asumsi yang
digunakan yaitu terdapatnya penyerapan dari
pengguna jalan kepada kereta api sebesar 13,5%.
Selanjutnya
permasalahan perekonomian Sulsel lainnya yakni tingkat inovasi sektor pertanian
sebagai sektor unggulan Sulsel yang masih sangat rendah memicu pertumbuhan pada
sektor ini ikut mengalami tren penurunan dalam beberapa tahun terakhir.
"Terdapat
pula kualitas pendidikan yang masih rendah, ditandai oleh rata-rata lama
sekolah serta tingkat pendidikan tenaga
kerja yang sebagian besar
merupakan lulusan SD-SMP serta infrastruktur distribusi
listrik yang tidak mencukupi hingga tahun 2020. Seluruh
hal ini membuat akselerasi perekonomian Sulsel jadi terkendala," papar
Wiwiek.
Sekadar
diketahui, sepanjang tahun lalu ekonomi Sulsel mampu tumbuh sebesar 7,41% yang
ditopang kinerja lapangan usaha sektot energi, pengadaan air, pengelolaan sampah,
limbah dan daur
ulang, jasa keuangan dan asuransi, penyediaan akomodasi dan makan minum serta sektor lainnya.
Pertumbuhan Ekonomi Makassar Tinggi tapi Infrastruktur Mandek
Terletak di
Sulawesi Selatan, Makassar adalah satu dari kota sekunder atau menengah yang
ada di Indonesia. Meski begitu, Makassar merupakan kota yang strategis karena
lokasinya tepat di tengah Indonesia.
Wali Kota
Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto menjabarkan hal tersebut saat diskusi bertema
"Secondary Cities" pada acara New Cities Summit Jakarta 2015, di
Hotel Raffles, Jakarta, Rabu (10/6/2015).
"Jika
Anda tinggal di Makassar, Anda bisa pergi ke mana saja dalam waktu yang hampir
sama. Dengan demikian, Makassar memiliki posisi yang sangat baik di
Indonesia," ujar Ramdhan di hadapan para peserta diskusi yang berasal dari
berbagai belahan dunia.
Ramdhan
melanjutkan, dari lima kota besar di Indonesia, Makassar termasuk di dalamnya.
Kota ini merupakan hub atau pusat perdagangan di Indonesia, selain Jakarta.
Pusat perdagangan ini meliputi pertambangan, perikanan atau kelautan,
pertanian, dan juga industri. Selain itu, Makassar juga menjadi jantung edukasi
dan pariwisata.
Populasinya,
tambah dia, mencapai 1,8 juta orang. Dengan persentasi 9,23 persen pada tahun
lalu, pertumbuhan ekonomi Makassar pun merupakan yang tertinggi di Indonesia.
Namun, Ramdhan
mengeluhkan masalah infrastruktur di kota tersebut. Pembangunan infrastruktur
tidak sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Masalah tersebut muncul karena adanya
birokrasi dari pusat. Menurut Ramdhan, untuk membangun Makassar, dan juga
kota-kota lainnya di Indonesia, pemerintah kota harus menunggu birokrasi dari
pusat dan provinsi.
"Makassar
sangat membutuhkan dukungan dari pusat. Selain itu, Makassar juga butuh
dukungan investasi, melalui pinjaman," sebut Ramdhan.
Ia berharap,
kebijakan dan otoritas dari pusat bisa memudahkan Makassar mendapatkan
investor. Menurut dia, mungkin saja ada pihak asing yang berminat berinvestasi
di kota berjuluk "anging mamiri" ini, tetapi terganjal oleh
birokrasi.
DAFTAR PUSTAKA
Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan.
2016. “Kajian Ekonomi dan Keuangan
Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan I 2016”. http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/sulsel/Pages/Kajian-Ekonomi-dan-Keuangan-Regional-Provinsi-Sulawesi-Selatan-Triwulan-I-2016.aspx
(diakses pada tanggal 17 April 2017)
Indra. 2016. “Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan Capai 7,15 Persen”. https://m.tempo.co/read/news/2016/02/05/090742646/pertumbuhan-ekonomi-sulawesi-selatan-capai-7-15-persen
(diakses pada tanggal 17 April 2017)
Saeno. 2016. “Ekonomi Sulsel: 3 Hal Ini Berpotensi Hambat Pertumbuhan”. http://kabar24.bisnis.com/read/20150809/78/460659/ekonomi-sulsel-3-hal-ini-berpotensi-hambat-pertumbuhan
(diakses pada tanggal 17 April 2017)
Sidik, Fajar. 2017. “BI: Masalah Konektivitas Hambat Akselerasi
Ekonomi Sulsel”. http://sulawesi.bisnis.com/read/20170306/16/196180/bi-masalah-konektivitas-hambat-akselerasi-ekonomi-sulsel
(diakses pada tanggal 17 April 2017)
Ramadhiani, Arimbi. 2015. “Pertumbuhan Ekonomi Makassar Tinggi Tapi
Mandek”. http://properti.kompas.com/read/2015/06/10/220000121/Pertumbuhan.Ekonomi.Makassar.Tinggi.tapi.Infrastruktur.Mandek
(diakses pada tanggal 17 April 2017)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.