.

Minggu, 19 Maret 2017

Permintaan Rumah Di Indonesia

@A25-Ambrin


Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Pertumbuhan ekonomi pada akhir tahun 2015 mengalami perlambatan yang cukup signifikan.
Salah satu penyebab dari perlambatan ekonomi ini adalah adanya spekulasi kenaikan suku bunga di Amerika Serikat dan devaluasi Yuan. Hal ini menyebabkan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang Dollar AS. Pelemahan nilai tukar ini terntunya menjadi salah satu ukuran perkembangan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang Dollar AS berdampak sangat besar terhadap kemajuan perekonomian Inodesia dalam berbagai sektor. Ketidakstabilan perekonomian Indonesia tentunya membuat banyak kalangan merasa takut ataupun enggan untuk melakukan investasi maupun menanamkan modal di Indonesia. Keadaan ini tentunya semakin membuat keterpurukan nilai Rupiah terhadap Dollar AS.
Sebagai negara berkembang, tingkat kesejahteraan masyarakat di Indonesia belum merata secara menyeluruh. Salah satu ukuran dalam menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat ialah berdasarkan layak atau tidaknya tempat tinggal yang dimiliki, karena tempat tinggal merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi manusia. Tempat tinggal itu sendiri dapat berupa rumah, apartemen, kondominium dan rumah susun. Sektor perumahan dianggap sebagai sektor yang penting di Indonesia karena merupakan sebuah indikator penting untuk menganalisis kesehatan ekonomi suatu negara.
Salah satu sektor yang terkena dampak dari perlambatan pertumbuhan ekonomi ini adalah sektor perumahan. Pada akhir tahun 2015, sektor perumahan mengalami ketidakstabilan yang tentunya sangat dipengaruhi karena adanya pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS. Permintaan dan minat masyarakat terhadap investasi di sektor perumahan mengalami penurunan yang sangat jauh di bandingkan dengan beberapa bulan sebelumnya. Namun sebaliknya, terjadi peningkatan permintaan yang cukup signifikan terhadap rumah untuk kalangan menengah kebawah. Terjadnya dua hal yang berkebalikan ini terntunya diikuti dengan berbagai kebijakan yang dikeluarkan
Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada akhir tahun 2015 mengalami perlambatan dimana salah satu faktornya adalah penurunan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS yang sempat mencapai angka Rp. 14.333 per Dollar AS. Ketidakstabilan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang Dollar AS menyebabkan adanya rasa takut dan enggan dari para investor dan masyarakat untuk melakukan investasi di Indonesia. Salah satu sektor yang secara langsung merasakan dampak dari hal ini adalah sektor perumahan. Para investor tentunya memiliki ketakutan untuk melakukan investasi dalam bentuk rumah di Indonesia, dimana ketidakstabilan ekonomi dapat disimpulkian sebagai adanya ketidakstabilan produksi, harga, pendapatan dan sebagainya dari negara yang bersangkutan.
Ketidakstabilan permintaan rumah di Indonesia ditunjukan dengan adanya penurunan permintaan rumah untuk kalangan menengah ke atas, namun terjadi kenaikan permintaan rumah untuk kalangan menengah ke bawah. Terjadinya penurunan terhadap permintaan rumah untuk kalangan menengah ke atas juga terjadi karena disertai dengan kenaikan harga yang cukup signifikan. Harga rumah-rumah mewah ini mengalami kenaikan karena beberapa saat sebelumnya terjadi kenaikan minat investasi yang sangat besar pada sektor ini (2014), sehingga memicu terjadinya kenaikan harga. Kenaikan harga ini bahkan mencapai 60%-70% untuk kawasan-kawasan strategis. Sedangkan rata-rata kenaikan harga rumah di tempat lain adalah 30%-40%. Namun, setelah terjadi kenaikan harga tersebut, ternyata terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi yang sangat parah di Indonesia. Hal ini tentunya sangat berdampak terhadap turunnya minat para investor untuk menginvestasikan dana mereka kepada sektor perumahan dan lebih tertarik untuk menginvestasikan dana pada Dollar AS yang saat itu juga mengalami kenaikan terus menerus.
Sebaliknya, terjadi kenaikan permintaan rumah untuk kalangan menengah ke bawah terjadi karena pemerintah menetapkan sebuah program yaitu “Sejuta rumah Untuk Rakyat”. Program ini digagas oleh Kementrian Perumahan Rakyat Republik Indonesia dan bekerjasama dengan Bank Tabungan Negara (BTN) dan Bank Rakyat Indonesia (BRI). Program ini memberikan kemudahan dan memberikan kesempatan bagi seluruh rakyat Indonesia umtuk memiliki rumah. Dalam program ini, uang muka pembelian rumah dapat di angsur selama 18 bulan dan sisa dari pembayaran pembelian rumah dapat di angsur sampai 15 tahun. Bank BTN menyatakan bahwa adanya kenaikan permintaan sampai 70% untuk rumah bersubsidi ini. Bahkan di tahun 2015, mereka berhasil menyalurkan sebanyak 485.000 rumah di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini tentunya menjadi sebuah prestasi yang dicapai pemerintah dalam memberikan rumah yang layak bagi seluruh warga negara Indonesia. Hal ini pun diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

PERMINTAAN RUMAH CAPAI 1,55 JUTA PER TAHUN

Direktur PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) Raharjo Adisusanto mengatakan kebutuhan total permintaan rumah di Indonesia mencapai 1,55 juta per tahun.
"Untuk estimasi 2015, per tahunnya sebanyak 1.550.000 unit," kata Raharjo Adisusanto di Malang, Jawa Timur, Minggu (11/10/2015)
Dia juga mengatakan estimasi waktu memenuhi permintaan atau backlog selama 20 tahun. Sedangkan, penyediaan rumah yang sudah dibangun secara swadaya sebanyak 150 ribu unit per tahun. Kemudian dibangun oleh pengembang sebanyak 250 ribu unit per tahun.
Sehingga total penyediaan rumah sebanyak 400 ribu unit per tahun. Dengan asumsi harga rumah Rp135 juta. "Untuk pemenuhan rumah 1,55 juta unit, maka dibutuhkan pembiayaan perumahan sebesar Rp209 triliun," katanya.
Selain itu, untuk pemenuhan rumah masyarakat berpenghasilan rendah mencapai 609.516 unit. Sedangkan untutk target menengah ke atas sebanyak 396.484 unit, total sesuai program satu juta rumah dari pemerintah.
Sementara itu, hingga saat ini pencapaian laba bersih PT SMF telah mengalami kenaikan sebesar 46,56 persen, yaitu menjadi sebanyak Rp 192 miliar pada kuartal tiga.
"Seiring dengan kenaikan penyaluran pinjaman pada kuartal tiga ini menyebabkan Laba bersih kuartal tiga SMF ini mencapai 96,54 persen dari target, dan kami optimis sampai akhir tahun target laba bersih dan penyaluran pinjaman bisa tercapai," kata Raharjo Adisusanto.
Raharjo juga mengatakan bahwa pertumbuhan penyaluran pinjaman sampai September 2015 naik sebesar 20,33 persen dengan perbandingan tahun kemarin, hal itu menyebabkan penyaluran mencapai Rp 2,1 triliun.
Lebih lanjut, Raharjo memaparkan beberapa penyebab naiknya laba bersih, salah satunya adalah semakin banyaknya jumlah penduduk di Indonesia.
"Jika penduduk semakin banyak, maka banyak pula yang membutuhkan rumah, itu yang menjadi salah satu faktor terkuat," katanya.
Menurut data, populasi di Indonesia sudah mencapai 257 juta jiwa, dengan pertumbuhan penduduk rata-rata per tahun meningkat sebesar 1,49 persen per tahun.
Dengan rincian tersebut, maka prediksi kebutuhan rumah per tahun adalah mencapai 800.000 rumah per tahunnya. "Oleh karena itu, kami berusaha memenuhi target dari pemerintah untuk membangun 1 juta rumah," tuturnya.

Permintaan Perumahan Akan Meningkat Pada 2016


Perusahaan konsultan properti Cushman & Wakefield Indonesia menyatakan pada 2016 peningkatan permintaan perumahan akan terasa di area Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi atau Jabodetabek. Selain pasar bertumbuh, faktor-faktor yang mendorong ialah peringanan LTV dan pembangunan infrastruktur transportasi di beberapa lokasi.

Dalam riset Kajian Pasar Properti 2015 dan Proyeksi 2016, Cushman menyampaikan tipe rumah yang paling diminati sepanjang 2015 berada di rentang harga Rp600 juta sampai dengan Rp1,2 miliar, dengan ukuran bangunan 45 m2 hingga 120 m2 dan luas lahan sebesar 60 m2 -- 115 m2.
Dari segi komposisi penjualan, peningkatan yang masif terlihat pada segmen menengah ke bawah, yakni sejumlah 6% pada 2014 menjadi 37% di medio 2015. Sedangkan segmen menengah atas dan atas dengan komposisi penjualan 22% dan 31% dalam periode 2014 mengalami penurunan sepanjang 2015 menjadi 12% dan 10%. Adapun segmen menengah relatif stabil dengan persentase senilai 35%.

Walaupun demikian, Head of Research & Advisory Cushman & Wakefield Indonesia Arief Rahardjo mengatakan, pasar perumahan mengalami perbaikan di akhir 2015 dan 2016 dengan ditetapkannya aturan baru mengenai peningkatan loan to value atau LTV. Pada aturan yang sudah diluncurkan, batasan LTV sebesar 80% ditetapkan bagi kredit kepemilikan properti pertama, sedangkan trnasaksi kredit rumah kedua dan ketiga sejumlah 70% dan 60%.

"Tingkat pertumbuhan permintaan hingga akhir 2015 bisa mencapai 3,6%, dan meningkat 3,9% pada 2016," ujarnya dalam riset yang dikutip Bisnis.com, Jumat (1/1/2016).

Sementara itu, pasokan tahunan meningkat 4,1% pada tahun ini, dibandingkan 2015 sekitar 3,9%, dengan mayoritas suplai berasal dari segmen menengah-bawah dan menengah.

Adanya rencana pengembangan infrastruktur seperti tol baru, light rapid transit (LRT), dan mass rapid transit (MRT) tentunya meningkatkan harga tanah cukup pesat. Seperti pembangunan tol Cimanggis -- Cibitung yang mendongkrak nilai jual tanah di Cibubur. Secara keseluruhan, harga tanah pada 2016 dapat meningkat 21% secara tahunan menjadi Rp11,7 juta per m2 dari sbelumnya Rp9,7 juta per m2.
DAFTAR PUSTAKA
http://sbm.binus.ac.id/2016/08/02/pengaruh-pertumbuhan-ekonomi-terhadap-tingkat-permintaan-rumah-di-indonesia/
http://economy.okezone.com/read/2015/10/11/470/1229950/permintaan-rumah-capai-1-55-juta-per-tahun
http://properti.bisnis.com/read/20160101/48/506323/permintaan-perumahan-akan-meningkat-pada-2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.