.

Senin, 06 Juni 2016

Perkembangan Inflasi dan Pengangguran di Indonesia



Inflasi adalah kecenderungan naiknya harga barang dan jasa pada umumnya yang berlangsung secara terus menerus. Jika inflasi terus meningkat maka harga barang di dalam negeri mengalami kenaikan. Naiknya harga barang sama dengan turunnya nilai mata uang. Dengan demikian inflasi dapat diartikan sebagai penurunan nilai mata uang terhadap nilai barang dan jasa secara umum.
Kita sering kali mendengar terjadinya kenaikan harga harga yang disertai dengan naiknya harga jasa didunia, kenaikan tersebut terjadi bukan hanya dalam waktu sehari dua hari namun kenaikan itu terjadi dalam jangka waktu yang lama. Seiring dengan adanya pemberitaan tentang naiknya harga harga barang dan juga jasa yang secara serentak kita juga sering mendengar kata inflasi. Inflasi memang suatu masalah ekonomi yang kerap kali terjadi, inflasi bukan hanya terjadi di Negara Indonesia saja melainkan terjadi pada semua Negara yang ada di dunia ini. 
Adapun beberapa penyebab inflasi adalah sebagai berikut :
1. Permintaan barang mengalami peningkatan yang cukup tinggi, sedangkan produksi barang tidak mengalami peningkatan
2. Menurunnya nilai tukar rupiah kepada dollar
3. Adanya kenaikan BBM atau minyak bumi
4. Adanya kegiatan spekulasi dan investasi pada sektor industri uang
5. Adanya kebijakan moneter yang besar
Karakteristik tingkat inflasi yang tidak stabil di Indonesia menyebabkan deviasi yang lebih besar dibandingkan biasanya dari proyeksi inflasi tahunan oleh Bank Indonesia. Akibat dari ketidakjelasan inflasi semacam ini adalah terciptanya biaya-biaya ekonomi, seperti biaya peminjaman yang lebih tinggi di negara ini (domestik dan internasional) dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya. Saat rekam jejak yang baik mengenai mencapai target inflasi tahunan terbentuk, kredibilitas kebijakan moneter yang lebih besar akan mengikutinya. Namun, karena inflasi yang tidak stabil terutama disebabkan karena penyesuaian harga bahan bakar bersubsidi, dapat diprediksi akan terjadi lebih sedikit deviasi antara target awal dan realisasi inflasi ke depan.
Kurangnya kuantitas dan kualitas infrastruktur di Indonesia juga mengakibatkan biaya-biaya ekonomi yang tinggi. Hal ini menghambat konektivitas di negara kepulauan ini dan karenanya meningkatkan biaya transportasi untuk jasa dan produk (sehingga membuat biaya logistik tinggi dan membuat iklim investasi negara ini menjadi kurang menarik). Gangguan distribusi karena isu-isu yang berkaitan dengan infrastruktur sering dilaporkan dan membuat Pemerintah menyadari pentingnya berinvestasi untuk infrastruktur negara ini. Infrastruktur telah dipandang sebagai prioritas utama Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI); sebuah rencana pembangunan jangka panjang Pemerintah yang ambisius dan masih belum membuahkan hasil.
Harga-harga bahan pangan sangat tidak stabil di Indonesia (rentan terhadap kondisi cuaca) dan kemudian meletakkan beban yang besar kepada rumah tangga-rumah tangga yang berada di bawah atau sedikit di atas garis kemiskinan. Rumah tangga-rumah tangga ini menghabiskan lebih dari setengah dari pendapatan yang bisa dibelanjakan mereka untuk makanan, terutama beras. Oleh karena itu, harga-harga makanan yang lebih tinggi menyebabkan inflasi keranjang kemiskinan yang serius yang mungkin meningkatkan persentase penduduk miskin. Panen-panen yang gagal dikombinasikan dengan reaksi lambat dari Pemerintah untuk menggantikan produk-produk makanan lokal dengan impor adalah penyebab tekanan inflasi.
Dalam mengatasi inflasi tersebut dapat diatasi dengan kebijakan moneter dan atau kebijakan fiskal. Kebijakan Moneter adalah kebijakan pemerintah melalui Bank Sentral sebagai pemegang otoritas moneter yang berkaitan dengan jumlah uang beredar dan pengaturan tingkat suku bunga dan kredit.
Instrumen-instrumen yang biasa digunakan dalam kebijakan moneter melalui Bank Sentral untuk mengatasi masalah adalah:
1. Operasi Pasar Terbuka
2. Kebijakan Tingkat Suku Bunga Diskonto
3. Kebijakan Cadangan Wajib
4. Kebijakan Kredit Selektif
Kebijakan fiskal menyangkut pengaturan pengeluaran pemerintah dan perpajakan yang secara langsung mempengaruhi penerimaan total dan mempengaruhi harga. Inflasi dapat dicegah melalui penurunan penerimaan total. Kebijakan fiskal seperti pengurangan pengeluaran pemerintah dan kenaikan pajak akan dapat mengurangi permintaan total, sehingga inflasi dapat ditekan. Kebijakan fiskal dapat ditempuh melalui 3 cara yaitu:
1. Meningkatkan penerimaan pajak
2. Mengurangi pengeluaran pemerintah
3. Mengadakan pinjaman pemerintah
Masalah yang dihadapi oleh suatu Negara memang ada banyak sekali terutama Negara Indonesia. Belum selesai mengatasi masalah inflasi atau kenaikan, namun sudah muncul lagi permasalahan lain yang harus segera diatasi yaitu masalah pengangguran. Inflasi dan pengangguran merupakan dua masalah pokok yang sampai saat ini belum bisa diatasi sepenuhnya. Dapat anda lihat dikehidupan sehari hari, jika pada saat ini semakin banyak orang orang yang mengalami pengangguran karena terbatasnya lapangan kerja yang tersedia dan semakin banyak nya mahasiswa mahasiswa yang telah diwisuda, sehingga untuk mengatasi masalah pengangguran harus dengan kebijakan kebijakan yang serius. 
Inflasi juga merupakan masalah yang serius yang harus segera diatasi oleh pihak pemerintah, sebab inflasi dan pengangguran merupakan masalah pokok dari pemerintah yang dapat merugikan pemerintahan itu sendiri jika kedua masalah ini tidak secepatnya diatasi.
Pengertian dari pengangguran yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik, antara lain pengangguran terbuka (open unemployment) didasarkan pada konsep seluruh angkatan yang mencari pekerjaan, baik yang mencari pekerjaan pertama kali atau yang pernah bekerja sebelumnya. Sedangkan setengah penganggur adalah pekerja yang masih mencari pekerjaan penuh atau sambilan dan mereka yang bekerja dengan jam kerja rendah atau kurang dari 35 jam kerja dalam seminggu, setengah penganggur sukarela adalah setengah penganggur tapi tidak mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima pekerjaan lain (pekerja paruh waktu). Setengah penganggur terpaksa adalah setengah penganggur yang mencari dan bersedia menerima pekerjaan. Pekerja digolongkan setengah penganggur parah bila ia termasuk setengah menganggur dengan jam kerja kurang dari 25 jam seminggu (Kuncoro,2006:228).
Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah "pengangguran terselubung" di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh banyak orang.
Pada tahun 1958, pada dasawarsa dimana para pemikir ekonomi sedang ramai-ramainya bertukar pikiran mengenai teori inflasi, A.W. Phillips berhasil menemukan hubungan yang erat antara tingkat pengangguran dengan tingkat perubahan upah nominal. Penemunannya ini diperolehnya dari hasil pengolahan data empirik perekonomian inggris untuk periode 1861-1957. Kurva phillips yang menghubungkan persentase perubahan tingkat upah nominal dengan tingkat pengangguran seperti diuraikan di atas biasa disebut dengan kurva phillips dalam bentuk asli. Di samping itu, ada juga kurva phillips dalam bentuk versi baru yang biasa disebut dengan kurva phillips yang sudah direvisi yang digunakan untuk mengukur tingkat inflasi).

Sumber:
1.     Buku Pengantar Ilmu Ekonomi Edisi Ketiga Penerbit Fakultas Ekonomi UI
2.      Mankiw, N. G., 2003, “Teori makroekonomi”, Edisi Kelima, Erlangga, Jakarta.
3.      Ahman, E. H., Rohmana, Y., 2007, “Teori Ekonomi Dalam PIPS”, Edisi 2, Universitas Terbuka. Jakarta.
4.      Firdaus, R., Ariyanti, M., 2011, “Pengantar Teori Moneter serta Aplikasinya pada Sistem Ekonomi Konvensional dan Syariah”, Cetakan Kesatu, AlfaBeta, cv, Bandung.
5.      Prasetyo, P. E., 2011, “Fundamental Makro Ekonomi”, Beta Offset, Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.