.

Selasa, 12 April 2016

Kenaikan BBM, Masalah yang Harus Dihadapi Bersama

A.        Latar Belakang
               Gejolak harga minyak dunia sebenarnya sudah mulai terlihat sejak tahun 2000, tiga tahun berikutnya harga terus naik seiring dengan menurunnya kapasitas cadangan dan naiknya permintaan, disamping kekhawatiran dan ketidakmampuan.
               Hal ini kemudian direspon oleh pemerintah di beberapa negara di dunia dengan menaikkan harga BBM, demikian juga di Indonesia.  DPR akhirnya menyetujui kenaikan harga bahan bakar minyak pada hari selasa 27 september 2005, sebesar  50% .
               Kontroversi kenaikan harga minyak ini bermula dari tujuan pemerintah untuk menyeimbangkan biaya ekonomi dari BBM dengan perekonomian global, kebijakan kenaikan harga BBM menimbulkan dampak signifikan terhadap perekonomian . Dan masalah kebijakan pemerintah ini menjadi sebuh masalah besar bagi bangsa indonesia.
               Pemerintah merasa penting mengeluarkan kebijakan terkait harga BBM. Harga BBM menjadi jangkar untuk menyelamatkan APBN tahun ini dan juga menyehatkan APBN ke depannya. Jika harga BBM tidak disesuaikan, defisit APBN bisa mencapai 3,6 persen.Tentunya ada constraint dari UU Keuangan Negara yang menyatakan bahwa defisit tidak boleh lebih dari 3 persen. Harga BBM akan menjadi kunci penting untuk mendorong diversifikasi energi dari BBM ke sumber energi lain.
               Untuk itu, harga BBM pun harus lebih mahal dari harga energi lainnya, seperti bahan bakar gas, supaya masyarakat bisa menggunakan energi selain BBM. Kebijakan menaikkan harga BBM adalah bagian dari upaya redistribusi pendapatan. Jika dilihat dari besar rupiah, subsidi BBM cenderung dinikmati oleh kelompok masyarakat menengah ke atas yang seharusnya tidak menikmati subsidi tersebut. Sebagai bagian dari kebijakan harga BBM tersebut, penghematan yang bisa dihasilkan dari pengurangan subsidi BBM bisa dipakai untuk memperbaiki infrastruktur.

B.        Permasalahan
               Masalah peningkatan harga minyak dunia yang sedemikian tingginya telah mengakibatkan terganggunya keseimbangan didalam perekonomian dunia secara umum. Bagi Indonesia sebagai negara produsen dan konsumen minyak, kenaikan harga minyak mentah memberikan dua dampak, yakni meningkatnya penerimaan negara, tetapi pada saat yang bersamaan mengakibatkan membengkaknya beban subsidi dalam jumlah yang sangat besar sehingga mengganggu APBN. Hal ini disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika diwawancarai oleh Majalah Trubus beberapa waktu yang lalu.
               Dengan meningkatnya harga minyak yang sedemikian tingginya, perlu ada upaya global melalui berbagai organisasi internasional untuk melakukan upaya penyeimbangan supply dan demand, konservasi energi, dan diversifikasi energi untuk mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi. Permasalahan ini tidak hanya berdampak kepada suatu negara namun merupakan mata rantai yang dapat berakibat kepada menurunnya perekonomian dunia secara umum.
               Menurut Presiden, untuk dapat mengembalikan tingkat harga minyak kepada tingkat yang stabil perlu adanya peningkatan investasi di kegiatan hulu minyak secara besar-besaran yang diharapkan dapat mendorong ditemukannya cadangan baru serta meningkatnya produksi minyak dunia yang pada gilirannya akan mencukupi kebutuhan sehingga harga dapat dikendalikan. Spekulasi yang terjadi di pasar minyak berjangka harus dapat dihindari, gejolak politik diselesaikan secara damai, dan kestabilan mata uang dapat terjaga. Selain itu perlu dilakukan upaya-upaya konservasi energi dan pengembangan energi alternatif untuk menurunkan kebutuhan minyak bumi.
               Bila melihat latar belakang sejarah subsidi BBM, Indonesia telah menerapkan harga subsidi bahan bakar untuk keperluan rumah tangga, transportasi, industri, dan kelistrikan sejak tahun 1970-an. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi, maka secara langsung akan meningkatkan kebutuhan energi. Di sisi lain, tingginya kebutuhan energi tersebut tidak dapat diimbangi dengan peningkatan ketersediaan, sehingga mengakibatkan meningkatnya subsidi yang harus ditanggung oleh negara. Apabila hal ini terus berlanjut maka berpotensi untuk mengganggu keamanan APBN dan mengurangi porsi pembiayaan sektor-sektor lain.

C.        Pembahasan
               Baik langsung maupun tidak langsung kenaikan harga Bahan Bakar Minyak bersubsidi akan berdampak pada angka inflasi sehingga dapat mengoreksi pertumbuhan ekonomi yang nantinya juga akan berpengaruh pada kinerja perekonomian secara agregat. Menaikan harga BBM adalah sesuatu yang kebijakan yang dilematis, namun hal ini menjadi pil pahit bagi pemerintah untuk menyehatkan anggaran negara.
               Selama ini kita dapat menikmati harga BBM dengan murah karena adanya subsidi BBM oleh Pemerintah. Namun dengan menaikknya harga minyak dunia, pemerintah tidak bisa menjual BBM dengan harga yang sama dengan harga minyak dunia. Oleh karena itu pengeluaran APBN untuk subsidi semakin tinggi.
               Namun resiko yang mau tidak mau dialami oleh bangsa Indonesia yaitu dengan kenaikan harga BBM ini akan berpengaruh pada berbagai sektor baik rumah tangga sampai sektor industri. Semua sektor yang kena dampak kenaikkan harga BBM tersebut karena mempunyai ketergantuangan pada konsumsi BBM. Misalnya ongkos angkutan umum, barang-barang kebutuhan pokok, harga bahan-bahan bangunan dan masih banyak lagi. Hampir semua sektor akan terkoreksi dengan kenaikan harga BBM ini.
               Banyak kalangan termasuk para ahli eknomi menilai jika subsidi BBM merupakan sesuatu yang memberatkan anggaran negara. Untuk itu kenaikan BBM dipandang sebagai sesuatu hal untuk menyehatkan kembali anggaran negara.
Memang hal ini menjadi dilema bagi pemerintah, karena disisi lain, kenaikan yang mencapai Rp. 2.000 bisa berdampak pada berbagai sektor, termasuk inflasi harga maupun pada bidang sosial. Oleh karena itu pemerintah selalu tak mau buru-buru untuk mengambil kebijakan yang dilematis ini.
               Untuk mengendalikan laju inflasi sebagai dampak kenaikan BBM sudah seyogyanya pemerintah harus bisa memastikan kecukupan stok pangan, serta program sosial yang bisa mempertahankan daya beli masyarakat. Tanpa itu daya beli masyarakat akan semakin menurun dan dipastikan pertumbuhan ekonomi akan semakin melemah. Tanpa kenaikan BBM pun saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 5,1 % jauh dari target 5,5 %.
               Ketua Jakarta Transportation Watch (JTW) Andy William Sinaga menilai, kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium dan Solar, bisa dapat menimbulkan kekacauan sosial dalam masyarakat.
"Dikarenakan efek domino kenaikan harga BBM tersebut adalah kenaikan harga bahan pokok, kenaikan ongkos moda transportasi publik, dan tarif logstik," kata Andy lewat rilisnya kepada Sindonews, Senin (30/3/2015).
               Kenaikan harga BBM tersebut diakuinya akan menimbulkan chaos dari operator sarana transportasi laut, sungai dan penyeberangan, dan juga para nelayan tradisional, dikarenakan tidak jelasnya ketentuan penentuaan tarif dan ongkos.
"Diperkirakan terjadi kekacauan sosial sebagai akibat dampak kenaikan harga BBM bagi masyarakat di berbagai daerah di Indonesia, seperti Jakarta, adalah membenturkan para pengguna transportasi dan operator transportasi," tuturnya.
"Kenaikan ongkos moda transportasi publik secara sepihak akan terjadi, dan masyarakat banyak akan terkena dampak dari kenaikan harga BBM tersebut," imbuhnya.
               Dia mengimbau agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera menentukan kebijakan strategis dalam mengantispasi kenaikan harga BBM, khususnya di bidang transportasi publik, seperti memberikan subsidi atau harga khusus BBM bagi operator transportasi publik.
               PT Pertamina (Persero) menaikkan harga bahan bakar minyak jenis solar dan Premium mulai Sabtu, 28 Maret 2015 lalu. Harga solar dan Premium naik Rp 500 per liter, sedangkan harga minyak tanah tetap Rp 2.500 per liter.
               Ekonom Universitas Gadjah Mada, Tony Prasetyantono, mengatakan kenaikan harga Premium dan solar kali ini masih dalam tahap wajar. Sebab, kenaikan harga BBM merupakan konsekuensi dari melemahnya nilai tukar rupiah serta naiknya harga minyak dunia. "Belum sampai mengganggu inflasi serta daya beli," kata dia kepada Tempo.
               Melalui keterangan tertulis, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, I Gusti Wiratmaja, mengatakan, pada 28 Maret 2015 pukul 00.00 WIB, harga Premium RON 88 naik dari Rp 6.800 menjadi Rp 7.300 per liter. Sedangkan solar naik dari Rp 6.400 menjadi Rp 6.900 per liter. "Pemerintah tetap memperhatikan kestabilan sosial ekonomi, pengelolaan harga, dan logistik."

D.        Penutup
1.            Kesimpulan
               Masalah peningkatan harga minyak dunia yang sedemikian tingginya telah mengakibatkan terganggunya keseimbangan didalam perekonomian dunia secara umum. Bagi Indonesia sebagai negara produsen dan konsumen minyak, kenaikan harga minyak mentah memberikan dua dampak, yakni meningkatnya penerimaan negara, tetapi pada saat yang bersamaan mengakibatkan membengkaknya beban subsidi dalam jumlah yang sangat besar sehingga mengganggu APBN.
               Baik langsung maupun tidak langsung kenaikan harga Bahan Bakar Minyak bersubsidi akan berdampak pada angka inflasi sehingga dapat mengoreksi pertumbuhan ekonomi yang nantinya juga akan berpengaruh pada kinerja perekonomian secara agregat. Menaikan harga BBM adalah sesuatu yang kebijakan yang dilematis, namun hal ini menjadi pil pahit bagi pemerintah untuk menyehatkan anggaran negara.
               Untuk mengendalikan laju inflasi sebagai dampak kenaikan BBM sudah seyogyanya pemerintah harus bisa memastikan kecukupan stok pangan, serta program sosial yang bisa mempertahankan daya beli masyarakat. Tanpa itu daya beli masyarakat akan semakin menurun dan dipastikan pertumbuhan ekonomi akan semakin melemah. Tanpa kenaikan BBM pun saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 5,1 % jauh dari target 5,5 %.
2.            Saran
               Mungkin masalah kenaikan BBM ini bisa diatasi dengan mewajibkan semua kendaran umum dan kendaraan pribadi beralih ke Bahan Bakar Gas (BBG) yang lebih murah dan cadangan masih tersedia cukup banyak di Indonesia. Pemerintah juga harus menjamin ketersediaan BBG ini ke seluruh pelosok negri. Diharapkan juga, jangka waktu kenaikan harga BBM tidak secara cepat disusul dengan kenaikan tarif dasar lisrik. Jika ini terjadi, rakyat akan tercekik dalam perekonomian ini.
               Pemerintah harus menyadari bahwa tidak semua masyarakat Indonesia ini kaya, dan punya segalanya. Sehingga pemerintah dengan mudahnya mengambil keputusan untuk menaikan BBM untuk pendapatan dan belanja negara Indonesia. Pemerintah sebaiknya mengambil keputusan lain di luar menaikkan harga bahan bakar minyak tersebut.



Sumber Referensi:
esdm.go.id          (Senin, 11 April 2016)
nasional.sindonews.com               (Senin,  30 Maret 2015)
www.humaskabsragen.com               (21 November 2014)
www.kompasiana.com        (19 November 2014)

bisnis.tempo.co     (MINGGU, 29 MARET 2015)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.