1.1. Latar Belakang
Permasalahan utama dalam
mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia saat
ini adalah terkait dengan fakta bahwa
pertumbuhan permintaan komoditi pangan yang lebih
cepat daripada pertumbuhan penyediaanya.
Oleh karena itu, peningkatan produktivitas komoditi pangan harus dipertahankan. Salah satu komoditi yang harus ditingkatkan produktivitasnya adalah kedelai.
Tanaman kedelai merupakan sumber bahan pangan nabati, dengan kandungan protein. Dari seluruh protein yang dibutuhkan oleh tubuh manusia, sekitar10 persen bersumber dari produk olahan kedelai (Hayami, dkk, 1988). Tidak seperti tanaman pangan lainnya, kedelai dikonsumsi melalui berbagai bentuk produk olahan seperti tahu, tempe, kecap dan tauco. Beberapa modifikasi pengolahan kedelai lainnya juga telah dikembangkan di berbagai daerah seperti keripik tempe, susu kedelai dan kedelai goreng. Kedelai digunakan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan protein manusia, tetapi juga digunakan sebagai sumber protein pada hewan. Bahan baku pakan ternak menggunakan kedelai dan sekitar 90 persen protein makanan ternak berasal dari kedelai (Tomich, 1992).
Oleh karena itu, peningkatan produktivitas komoditi pangan harus dipertahankan. Salah satu komoditi yang harus ditingkatkan produktivitasnya adalah kedelai.
Tanaman kedelai merupakan sumber bahan pangan nabati, dengan kandungan protein. Dari seluruh protein yang dibutuhkan oleh tubuh manusia, sekitar10 persen bersumber dari produk olahan kedelai (Hayami, dkk, 1988). Tidak seperti tanaman pangan lainnya, kedelai dikonsumsi melalui berbagai bentuk produk olahan seperti tahu, tempe, kecap dan tauco. Beberapa modifikasi pengolahan kedelai lainnya juga telah dikembangkan di berbagai daerah seperti keripik tempe, susu kedelai dan kedelai goreng. Kedelai digunakan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan protein manusia, tetapi juga digunakan sebagai sumber protein pada hewan. Bahan baku pakan ternak menggunakan kedelai dan sekitar 90 persen protein makanan ternak berasal dari kedelai (Tomich, 1992).
1.2. Tujuan
1.
Untuk
mengetahui dan memahami kondisi permintaan dan penawaran terhadap
komoditas kedelai di Indonesia.
2.
Menganalisis
variabel – variabel yang mempengaruhi permintaan dan penawaran komoditas
kedelai di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1. Data Permintaan dan Penawaran Komoditas
Kedelai (Tahun 1990-2008)
2.2. Analisis Data
Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (BPS), produksi kedelai pada periode 1978-2008 meningkat rata-rata
sebesar 2,08% per tahun. Peningkatan produksi kedelai disebabkan karena
meningkatnya produktivitas kedelai rata rata sebesar 1,49% per tahun, serta
meningkatnya luas areal panen kedelai rata-rata sebesar 0,56% per tahun. Walau
produksi kedelai di Indonesia meningkat, namun hal ini tidak dapat mengimbangi
laju konsumsi kedelai. Konsumsi kedelai perkapita meningkat dari 8,13 kg pada
tahun 1998 menjadi 8,97 kg pada tahun 2004 (Suryana, et al., 2005).
Berdasarkan data BPS, laju rata-rata pertumbuhan penduduk Indonesia tahun
1978-2008 adalah 1,56% per tahun. Sedangkan data dari Departemen Pertanian
bahwa laju pertumbuhan konsumsi kedelai tahun 1978-2008 adalah 7,22% per tahun.
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa tingkat konsumsi kedelai di Indonesia berkembang
lebih cepat dari perkembangan laju pertumbuhan penduduk. Dengan jumlah penduduk
sebanyak 220 juta orang dan rata-rata konsumsi per kapita kedelai sebesar 10
Kg/tahun maka diperlukan kacang kedelai untuk kebutuhan pangan minimal 2 juta
ton per tahun. Sekitar 1,2 juta ton digunakan untuk produksi tempe dan tahu,
650 ribu ton untuk produksi kecap, dan selebihnya untuk produksi pangan
lainnya. sebanyak 1 juta ton untuk pakan ternak dan sekitar 50 ribu ton untuk
benih.
Meningkatnya pertumbuhan penduduk di
Indonesia secara langsung mempengaruhi pertumbuhan permintaan makanan. hal ini
disebabkan oleh pertambahan populasi dan perubahan pola pangan yang sejalan
dengan pertumbuhan ekonomi. Dampak dari peningkatan pendapatan masyarakat
adalah perubahan pola pangan dari pola pangan karbohidrat tinggi dengan protein
rendah menjadi pola pangan karbohidrat lebih rendah dengan protein yang lebih
tinggi. Laju rata-rata pertumbuhan pendapatan perkapita tahun 1978-2008 adalah
18,09% per tahun, ternyata lebih besar dari tingkat konsumsi kedelai di
Indonesia yang 7,22% per tahun.
Konsumsi kedelai yang terus meningkat
pesat setiap tahunnya, juga sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat
akan gizi yang ditandai oleh meningkatnya konsumsi per kapita kedelai sebesar 5,55%.
2.5. Faktor yang mempengaruhi Permintaan dan Penawaran
a. Permintaan Kedelai
1. Harga Kedelai dalam negeri
Dari
data yang diperoleh dari Departemen Pertanian terlihat bahwa terjadi
peningkatan harga dari tahun 1978-2008. Pada Tahun 1984, permintaan kedelai
meningkat sebesar 186,48% menjadi 2.170.384 Ton, pada tahun yang sama harga
kedelai dalam negeri pertumbuhannya mengalami penurunan sebesar 6,74%.
Sedangkan pada tahun 1998, permintaan kedelai menurun sebesar 16,44% menjadi
1.648.764 Ton, permintaan kedelai tersebut disebabkan meningkatnya harga
kedelai dalam negeri menjadi Rp. 1.130 per Kg.
Penurunan permintaan kedelai ini juga
disebabkan karena krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada saat itu, hal ini
juga disertai melemahnya kus rupiah terhadap dolar yang menyebabkan harga-harga
kebutuhan pokok meningkat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa harga
kedelai berhubungan negatif dengan permintaan kedelai, serta sesuai dengan
hipotesis ekonomi bahwa harga suatu komoditi dan kuantitas yang akan diminta
berhubungan secara negatif, dengan faktor lain tetap sama.
Hasil simulasi harga kedelai dalam
negeri terhadap permintaan yaitu jika harga kedelai meningkat sebesar 1%, maka
permintaan kedelai akan menurun sebesar 1,894428%. Artinya, semakin rendah
harga suatu komoditi maka jumlah yang akan diminta untuk komoditi itu akan
semakin besar, dan semakin tinggi harga, semakin rendah jumlah yang diminta
(permintaan).
Pada tahun 1997 harga kedelai dalam
negeri meningkat menjadi Rp.1.110,89 per Kg, perubahan harga ini disebabkan
harga kedelai internasional juga meningkat menjadi US$ 246,36 per Kg.
Peningkatan harga dalam negeri tertinggi terjadi pada tahun 2002 sebesar 52,42%
dari Rp. 1.335,09 per Kg menjadi Rp.2.035 per Kg, sedangkan harga kedelai
internasional meningkat sebesar 35,27% menjadi US$ 209,25 per Kg. Hal ini
sesuai dengan hipotesis bahwa harga kedelai dalam negeri. Berpengaruh positif
dengan harga kedelai internasional. Kenaikan harga kedelai di pasaran
internasional berdampak langsung terhadap harga kedelai di dalam negeri. Hal
ini disebabkan, kebutuhan industri makanan dan minuman berbahan baku kedelai
masih menggunakan kedelai impor.
2. Jumlah Penduduk
Laju pertumbuhan penduduk di
negara-negara berkembang, khususnya Indonesia, membawa efek terhadap bertambah
cepatnya permintaan pangan serta perubahan bentuk dan kualitas pangan dari
penghasil energi kepada produk-produk penghasil protein. Kedelai merupakan
salah satu bahan makanan yang mempunyai potensi sebagai sumber utama protein.
Meskipun produk kedelai bukan merupakan bahan pangan pokok, perkembangan secara
historis dan kultural menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia
menggunakan produk kedelai dalam pola makanan tradisionalnya.
Perkembangan jumlah penduduk
Indonesia periode 1978-2008 meningkat rata-rata sebesar 1,56% per tahun.
Permintaan kedelai juga mengalami peningkatan yaitu sebesar 7,22% per tahun.
Pada tahun 1998 jumlah permintaan kedelai menurun sebesar 16,44%, sedangkan
jumlah penduduk meningkat sebesar 1,51%. Hal ini dikarena pada tahun 1998
terjadi krisis ekonomi dikarenakan harga kebutuhan bahan pokok meningkat,
sehingga penduduk yang mengkonsumsi kedelai berkurang. Sedangkan pada tahun
2000 terjadi penurunan jumlah penduduk sebesar 1,11%, sedangkan pertumbuhan
permintaan kedelai juga mengalami penurunan sebesar 14,50%. Hal ini disebabkan
angka kematian lebih besar daripada angka kelahiran sehingga jumlah penduduk
mengalami penurunan. Penurunan ini juga terlihat dari pertumbuhan konsumsi per
kapita rata-rata sebesar 13,54%. Konsumsi per kapita pada tahun 2000 sebesar
11,19, yang artinya setiap 1.000 jiwa penduduk mengkonsumsi kedelai sebesar
11,19 ton per tahun.
3. Impor
Hubungan permintaan kedelai dengan
impor kedelai bersifat positif. Hal ini sesuai dengan dugaan bahwa semakin
rendah jumlah yang diminta maka akan menurunkan volume impor kedelai di
Indonesia, dan sebaliknya setiap kenaikan permintaan kedelai akan meningkatkan
pula impor kedelai.
Kebijakan impor kedelai yang
digunakan pemerintah sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan kedelai. Pertumbuhan
impor kedelai periode 1978-2008 rata-rata sebesar 14,56% lebih besar dibandingkan
pertumbuhan produksi kedelai rata-rata sebesar 2,08%. Selama kurun waktu dua
puluh dua tahun (1978-1999) prosentase pertumbuhan produksi kedelai terhadap
permintaan kedelai lebih besar dibandingkan impor kedelai. Namun pada tahun
2000 sampai 2008 persentase pertumbuhan impor kedelai terhadap permintaan
kedelai lebih besar dibandingkan produksi kedelai. Pada tahun 1978 menyebutkan
bahwa permintaan kedelai di Indonesia sebesar 776.599 ton sedangkan produksinya
hanya mencapai 616.599 ton (±79% dari permintaan kedelai). Oleh karena itu,
Indonesia harus mengimpor kedelai dari luar negeri sebanyak 160.000 ton (±21%
dari permintaan kedelai). Akan tetapi mulai tahun 2000 produksi kedelai hanya
±44%.
4. Rata – rata pendapatan
Dampak dari peningkatan pendapatan
masyarakat adalah perubahan pola pangan dari pola pangan karbohidrat tinggi
dengan protein rendah menjadi pola pangan karbohidrat lebih rendah dengan
protein yang lebih tinggi. Laju rata-rata pertumbuhan pendapatan perkapita
tahun 1978-2008 adalah 18,09% per tahun, ternyata lebih besar dari tingkat
konsumsi kedelai di Indonesia yang 7,22% per tahun. Konsumsi kedelai yang terus
meningkat pesat setiap tahunnya, juga sejalan dengan meningkatnya kesadaran
masyarakat akan gizi yang ditandai oleh meningkatnya konsumsi per kapita
kedelai sebesar 5,55%.
5. Selera masyarakat (Konsumen)
Konsumsi kedelai yang terus meningkat
pesat setiap tahunnya, juga sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat
akan gizi yang ditandai oleh meningkatnya konsumsi per kapita kedelai sebesar
5,55%. Sebagian besar produksi kedelai diolah menjadi bahan pangan yang siap
dikonsumsi oleh masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung seperti
tempe, tahu, kecap dan kripik tempe. Sekitar 115.000 pengusaha tahu dan tempe
anggota Koperasi Produsen Tempe dan Tahu Indonesia (KOPTI) adalah konsumen
terbesar kedelai. Mereka membutuhkan 1,2 juta ton kedelai per tahun, atau lebih
dari separuh dari total kebutuhan nasional sebanyak 2,2 juta ton per tahun.
Pabrik kecap, perusahaan pakan ternak, dan industri makananminuman berada di
urutan berikutnya sebagai konsumen kedelai.
b. Penawaran Kedelai (produksi)
1. Harga Kedelai
Dari segi persaingan harga pasar,
ternyata harga riil kedelai impor jauh lebih murah daripada kedelai produksi
dalam negeri. Hal ini juga merupakan disinsentif bagi petani dalam menanam
kedelai. Selama harga kedelai impor rendah, maka arus impor akan makin deras,
sehingga harga kedelai produksi dalam negeri akan turun. Hal ini menyebabkan
petani enggan menanam kedelai. Kedua faktor di atas diduga merupakan penyebab
turunnya areal kedelai secara drastis selama periode 1990–2004. Jika kondisi
ini terus berlangsung tanpa ada terobosan kebijakan dalam pemasaran kedelai,
maka prospek pasar untuk pengembangan kedelai di Indonesia tidak begitu cerah.
2. Harga Komoditas lain
Diduga penurunan harga riil menjadi
disinsentif yang menyebabkan terjadinya penurunan areal panen kedelai. Selain
itu, persaingan penggunaan lahan dengan palawija lainnya juga diduga merupakan
salah satu penyebab turunnya areal panen kedelai. Indikatornya ialah kenaikan
harga riil jagung. Secara teoritis, kenaikan harga jagung akan mendorong petani
untuk menanam komoditas tersebut. Konsekuensinya ialah bahwa kenaikan areal
tanam jagung (sebagai komoditas pesaing) dengan sendirinya akan mengurangi
areal untuk kedelai, karena lahan yang digunakan adalah lahan yang sama.
3. Input Biaya untuk memproduksi Kedelai
Biaya
produksi merupakan jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk menghasilkan suatu
produk atau komoditas dalam bidang pertanian. Semua faktor – faktor produksi
seperti sewa lahan, alsintan, biaya untuk pupuk, benih dan irigasi serta keperluan
lain sangat dibutuhkan dalam produksi kedelai. Sehingga apabila biaya input
yang dikeluarkan terlalu besar umumnya untuk awal produksi petani akan
mengurangi kapasitas produksinya. Karena pada saat biaya produksi tinggi dan
harga jualnya rendah maka akan menyebabkan kerugian.
4. Invasi Teknologi
Senjang produktivitas kedelai di
tingkat petani (rata-rata 1,2 t/ha) dengan potensi genetik tanaman kedelai
masih cukup tinggi (potensi genetik >2 t/ha). Rendahnya produktivitas
disebabkan sebagian besar petani belum menggunakan benih unggul dan teknik
pengelolaan tanaman masih belum optimal (Adisarwanto, 2004;2005) Teknologi
produksi kedelai meliputi varietas unggul dan teknik pengelolaan lahan, air,
tanaman, dan organisme pengganggu tanaman (LATO). Pengelolaan LATO dimaksudkan
agar potensi hayati yang dimiliki oleh varietas dapat terekspresikan secara
optimal. Varietas unggul merupakan inovasi teknologi yang mudah diadopsi petani
dan memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan produksi (Marwoto
dan Hilman, 2005). Varietas unggul memiliki sifat seperti hasil tinggi, umur
genjah, dan tahan/toleran terhadap cekaman biotik (hama dan penyakit) dan
abiotik (lingkungan fisik). Teknik produksi merupakan sintesis dari varietas
unggul dan teknik pengalolaan LATO (lahan, air, tanaman, dan organisme
pengganggu). Inovasi teknologi dengan penggunaan benih bermutu, pembuatan
saluran drainase, pemberian air yang cukup, pengendalian hama dan penyakit
dengan sistem PHT, panen dan pasca panen dengan alsintan mampu meningkatkan
produksi kedelai sesuai dengan potensi genetiknya (Anonimous, 2004a). Oleh
karena itu dukungan penelitian terhadap inovasi teknologi peningkatan produksi
kedelai sangat diperlukan.
5. Tujuan Perusahaan
Di
level petani kedelai, tujuan produksi tentu sangat berpengaruh terhadap
kapasitas produksi kedelainya. Apabila seorang petani hanya menanam kedelai
untuk dikonsumsi sendiri maka volume produksinya tidak akan terlalu besar
dibandingkan dengan apabila petani tersebut bermaksud untuk menjual hasil
produksi kedelainya di level konsumen atau dijual.
6. Luas Lahan dan
Produktivitas
Semakin luas lahan produktif yang digunakan untuk memproduksi
kedelai maka volume produksi (penawaran) juga akan tinggi.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Pada kisaran waktu antara tahun 1978-2008 kondisi permintaan
kedelai lebih besar dari pada volume produksi (penawaran), kondisi tersebut
menyebabkan terjadinya disparitas yang cukup jauh antara volume produksi
dan konsumsi. Titik permintaan tertingga pada kisaran tahun tersebut terjadi
pad tahun 1999 yaitu sebesar 2,6 juta ton sedangkan kapasitas produksinya hanya
sebesar 1,3 juta ton. Hal ini memicu munculnya regulasi pemerintah untuk
melakukan impor terhadap komoditas kedelai. Kapasitas produksi yang rendah
menyebabkan konsumsi kedelai di Indonesia sangat bergantung kepada kedelai
impor.
Faktor yang mempengaruhi permintaan kedelai di Indonesia:
Harga kedelai, jumlah penduduk, Impor, rata-rata pendapatan dan selera
konsumen.
Sedangkan faktor yang mempengaruhi penawaran kedelai di
Indonesia: harga kedelai, harga komoditas lain, biaya input produksi, tujuan
produksi dan invasi teknologi, luas dan produktivitas lahan serta tujuan
produksi.
DAFTAR PUSTAKA
Wali Muhammad.2013.Analisis
Permintaan dan Penawaran Kedelai
(13-Maret-2017)
Dwiwahyuni Ida.2012.faktor-faktor
yang memengaruhi harga pasar
(13-maret-2017)
BPS.Deptan.2008
https://www.google.com/webhp?sourceid=chrome-instant&ion=1&espv=2&ie=UTF-8#q=badan+pusat+statistik&*
(13-maret-2017)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.