.

Selasa, 14 Maret 2017

Menganalisis Permintaan dan Penawaran Kedelai Di Indonesia


@B01-Najib

OLEH: NAJIB PASSA AZHARI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Permasalahan  utama  dalam mewujudkan  ketahanan  pangan  di  Indonesia saat  ini  adalah  terkait  dengan  fakta  bahwa  pertumbuhan  permintaan  komoditi pangan  yang  lebih  cepat  daripada  pertumbuhan  penyediaanya.
Oleh  karena  itu, peningkatan  produktivitas  komoditi  pangan  harus  dipertahankan.  Salah  satu komoditi  yang  harus  ditingkatkan  produktivitasnya  adalah  kedelai. 
Tanaman kedelai merupakan sumber bahan pangan nabati, dengan kandungan protein. Dari seluruh protein yang dibutuhkan oleh tubuh manusia, sekitar10 persen bersumber dari produk olahan kedelai (Hayami, dkk, 1988). Tidak seperti tanaman pangan lainnya, kedelai dikonsumsi melalui berbagai bentuk produk olahan seperti tahu, tempe, kecap dan tauco. Beberapa modifikasi pengolahan kedelai lainnya juga telah dikembangkan di berbagai daerah seperti keripik tempe, susu kedelai dan kedelai goreng. Kedelai digunakan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan protein manusia, tetapi juga digunakan sebagai sumber protein pada hewan. Bahan baku pakan ternak menggunakan kedelai dan sekitar 90 persen protein makanan ternak berasal dari kedelai (Tomich, 1992).

1.2. Tujuan
1.      Untuk mengetahui dan memahami  kondisi permintaan dan penawaran terhadap komoditas kedelai di Indonesia.
2.      Menganalisis variabel – variabel yang mempengaruhi permintaan dan penawaran komoditas kedelai di Indonesia.



BAB II
PEMBAHASAN
2.1.  Data Permintaan dan Penawaran Komoditas Kedelai (Tahun 1990-2008)
Sumber: BPS, Deptan, 2008 (Diolah)

2.2. Analisis Data
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi kedelai pada periode 1978-2008 meningkat rata-rata sebesar 2,08% per tahun. Peningkatan produksi kedelai disebabkan karena meningkatnya produktivitas kedelai rata rata sebesar 1,49% per tahun, serta meningkatnya luas areal panen kedelai rata-rata sebesar 0,56% per tahun. Walau produksi kedelai di Indonesia meningkat, namun hal ini tidak dapat mengimbangi laju konsumsi kedelai. Konsumsi kedelai perkapita meningkat dari 8,13 kg pada tahun 1998 menjadi 8,97 kg pada tahun 2004 (Suryana, et al., 2005). Berdasarkan data BPS, laju rata-rata pertumbuhan penduduk Indonesia tahun 1978-2008 adalah 1,56% per tahun. Sedangkan data dari Departemen Pertanian bahwa laju pertumbuhan konsumsi kedelai tahun 1978-2008 adalah 7,22% per tahun. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa tingkat konsumsi kedelai di Indonesia berkembang lebih cepat dari perkembangan laju pertumbuhan penduduk. Dengan jumlah penduduk sebanyak 220 juta orang dan rata-rata konsumsi per kapita kedelai sebesar 10 Kg/tahun maka diperlukan kacang kedelai untuk kebutuhan pangan minimal 2 juta ton per tahun. Sekitar 1,2 juta ton digunakan untuk produksi tempe dan tahu, 650 ribu ton untuk produksi kecap, dan selebihnya untuk produksi pangan lainnya. sebanyak 1 juta ton untuk pakan ternak dan sekitar 50 ribu ton untuk benih.
Meningkatnya pertumbuhan penduduk di Indonesia secara langsung mempengaruhi pertumbuhan permintaan makanan. hal ini disebabkan oleh pertambahan populasi dan perubahan pola pangan yang sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Dampak dari peningkatan pendapatan masyarakat adalah perubahan pola pangan dari pola pangan karbohidrat tinggi dengan protein rendah menjadi pola pangan karbohidrat lebih rendah dengan protein yang lebih tinggi. Laju rata-rata pertumbuhan pendapatan perkapita tahun 1978-2008 adalah 18,09% per tahun, ternyata lebih besar dari tingkat konsumsi kedelai di Indonesia yang 7,22% per tahun.
Konsumsi kedelai yang terus meningkat pesat setiap tahunnya, juga sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan gizi yang ditandai oleh meningkatnya konsumsi per kapita kedelai sebesar 5,55%.

2.5. Faktor yang mempengaruhi Permintaan dan Penawaran

a. Permintaan Kedelai
     1. Harga Kedelai dalam negeri
            Dari data yang diperoleh dari Departemen Pertanian terlihat bahwa terjadi peningkatan harga dari tahun 1978-2008. Pada Tahun 1984, permintaan kedelai meningkat sebesar 186,48% menjadi 2.170.384 Ton, pada tahun yang sama harga kedelai dalam negeri pertumbuhannya mengalami penurunan sebesar 6,74%. Sedangkan pada tahun 1998, permintaan kedelai menurun sebesar 16,44% menjadi 1.648.764 Ton, permintaan kedelai tersebut disebabkan meningkatnya harga kedelai dalam negeri menjadi Rp. 1.130 per Kg.
Penurunan permintaan kedelai ini juga disebabkan karena krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada saat itu, hal ini juga disertai melemahnya kus rupiah terhadap dolar yang menyebabkan harga-harga kebutuhan pokok meningkat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa harga kedelai berhubungan negatif dengan permintaan kedelai, serta sesuai dengan hipotesis ekonomi bahwa harga suatu komoditi dan kuantitas yang akan diminta berhubungan secara negatif, dengan faktor lain tetap sama.
Hasil simulasi harga kedelai dalam negeri terhadap permintaan yaitu jika harga kedelai meningkat sebesar 1%, maka permintaan kedelai akan menurun sebesar 1,894428%. Artinya, semakin rendah harga suatu komoditi maka jumlah yang akan diminta untuk komoditi itu akan semakin besar, dan semakin tinggi harga, semakin rendah jumlah yang diminta (permintaan).
Pada tahun 1997 harga kedelai dalam negeri meningkat menjadi Rp.1.110,89 per Kg, perubahan harga ini disebabkan harga kedelai internasional juga meningkat menjadi US$ 246,36 per Kg. Peningkatan harga dalam negeri tertinggi terjadi pada tahun 2002 sebesar 52,42% dari Rp. 1.335,09 per Kg menjadi Rp.2.035 per Kg, sedangkan harga kedelai internasional meningkat sebesar 35,27% menjadi US$ 209,25 per Kg. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa harga kedelai dalam negeri. Berpengaruh positif dengan harga kedelai internasional. Kenaikan harga kedelai di pasaran internasional berdampak langsung terhadap harga kedelai di dalam negeri. Hal ini disebabkan, kebutuhan industri makanan dan minuman berbahan baku kedelai masih menggunakan kedelai impor.

2.    Jumlah Penduduk
Laju pertumbuhan penduduk di negara-negara berkembang, khususnya Indonesia, membawa efek terhadap bertambah cepatnya permintaan pangan serta perubahan bentuk dan kualitas pangan dari penghasil energi kepada produk-produk penghasil protein. Kedelai merupakan salah satu bahan makanan yang mempunyai potensi sebagai sumber utama protein. Meskipun produk kedelai bukan merupakan bahan pangan pokok, perkembangan secara historis dan kultural menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia menggunakan produk kedelai dalam pola makanan tradisionalnya.

Perkembangan jumlah penduduk Indonesia periode 1978-2008 meningkat rata-rata sebesar 1,56% per tahun. Permintaan kedelai juga mengalami peningkatan yaitu sebesar 7,22% per tahun. Pada tahun 1998 jumlah permintaan kedelai menurun sebesar 16,44%, sedangkan jumlah penduduk meningkat sebesar 1,51%. Hal ini dikarena pada tahun 1998 terjadi krisis ekonomi dikarenakan harga kebutuhan bahan pokok meningkat, sehingga penduduk yang mengkonsumsi kedelai berkurang. Sedangkan pada tahun 2000 terjadi penurunan jumlah penduduk sebesar 1,11%, sedangkan pertumbuhan permintaan kedelai juga mengalami penurunan sebesar 14,50%. Hal ini disebabkan angka kematian lebih besar daripada angka kelahiran sehingga jumlah penduduk mengalami penurunan. Penurunan ini juga terlihat dari pertumbuhan konsumsi per kapita rata-rata sebesar 13,54%. Konsumsi per kapita pada tahun 2000 sebesar 11,19, yang artinya setiap 1.000 jiwa penduduk mengkonsumsi kedelai sebesar 11,19 ton per tahun.

3.    Impor
Hubungan permintaan kedelai dengan impor kedelai bersifat positif. Hal ini sesuai dengan dugaan bahwa semakin rendah jumlah yang diminta maka akan menurunkan volume impor kedelai di Indonesia, dan sebaliknya setiap kenaikan permintaan kedelai akan meningkatkan pula impor kedelai.
Kebijakan impor kedelai yang digunakan pemerintah sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan kedelai. Pertumbuhan impor kedelai periode 1978-2008 rata-rata sebesar 14,56% lebih besar dibandingkan pertumbuhan produksi kedelai rata-rata sebesar 2,08%. Selama kurun waktu dua puluh dua tahun (1978-1999) prosentase pertumbuhan produksi kedelai terhadap permintaan kedelai lebih besar dibandingkan impor kedelai. Namun pada tahun 2000 sampai 2008 persentase pertumbuhan impor kedelai terhadap permintaan kedelai lebih besar dibandingkan produksi kedelai. Pada tahun 1978 menyebutkan bahwa permintaan kedelai di Indonesia sebesar 776.599 ton sedangkan produksinya hanya mencapai 616.599 ton (±79% dari permintaan kedelai). Oleh karena itu, Indonesia harus mengimpor kedelai dari luar negeri sebanyak 160.000 ton (±21% dari permintaan kedelai). Akan tetapi mulai tahun 2000 produksi kedelai hanya ±44%.

4.    Rata – rata pendapatan
Dampak dari peningkatan pendapatan masyarakat adalah perubahan pola pangan dari pola pangan karbohidrat tinggi dengan protein rendah menjadi pola pangan karbohidrat lebih rendah dengan protein yang lebih tinggi. Laju rata-rata pertumbuhan pendapatan perkapita tahun 1978-2008 adalah 18,09% per tahun, ternyata lebih besar dari tingkat konsumsi kedelai di Indonesia yang 7,22% per tahun. Konsumsi kedelai yang terus meningkat pesat setiap tahunnya, juga sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan gizi yang ditandai oleh meningkatnya konsumsi per kapita kedelai sebesar 5,55%.

5.    Selera masyarakat (Konsumen)
Konsumsi kedelai yang terus meningkat pesat setiap tahunnya, juga sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan gizi yang ditandai oleh meningkatnya konsumsi per kapita kedelai sebesar 5,55%. Sebagian besar produksi kedelai diolah menjadi bahan pangan yang siap dikonsumsi oleh masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung seperti tempe, tahu, kecap dan kripik tempe. Sekitar 115.000 pengusaha tahu dan tempe anggota Koperasi Produsen Tempe dan Tahu Indonesia (KOPTI) adalah konsumen terbesar kedelai. Mereka membutuhkan 1,2 juta ton kedelai per tahun, atau lebih dari separuh dari total kebutuhan nasional sebanyak 2,2 juta ton per tahun. Pabrik kecap, perusahaan pakan ternak, dan industri makananminuman berada di urutan berikutnya sebagai konsumen kedelai.
b. Penawaran Kedelai (produksi)

1. Harga Kedelai
Dari segi persaingan harga pasar, ternyata harga riil kedelai impor jauh lebih murah daripada kedelai produksi dalam negeri. Hal ini juga merupakan disinsentif bagi petani dalam menanam kedelai. Selama harga kedelai impor rendah, maka arus impor akan makin deras, sehingga harga kedelai produksi dalam negeri akan turun. Hal ini menyebabkan petani enggan menanam kedelai. Kedua faktor di atas diduga merupakan penyebab turunnya areal kedelai secara drastis selama periode 1990–2004. Jika kondisi ini terus berlangsung tanpa ada terobosan kebijakan dalam pemasaran kedelai, maka prospek pasar untuk pengembangan kedelai di Indonesia tidak begitu cerah.

2. Harga Komoditas lain
Diduga penurunan harga riil menjadi disinsentif yang menyebabkan terjadinya penurunan areal panen kedelai. Selain itu, persaingan penggunaan lahan dengan palawija lainnya juga diduga merupakan salah satu penyebab turunnya areal panen kedelai. Indikatornya ialah kenaikan harga riil jagung. Secara teoritis, kenaikan harga jagung akan mendorong petani untuk menanam komoditas tersebut. Konsekuensinya ialah bahwa kenaikan areal tanam jagung (sebagai komoditas pesaing) dengan sendirinya akan mengurangi areal untuk kedelai, karena lahan yang digunakan adalah lahan yang sama.

3. Input Biaya untuk memproduksi Kedelai
        Biaya produksi merupakan jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk atau komoditas dalam bidang pertanian. Semua faktor – faktor produksi seperti sewa lahan, alsintan, biaya untuk pupuk, benih dan irigasi serta keperluan lain sangat dibutuhkan dalam produksi kedelai. Sehingga apabila biaya input yang dikeluarkan terlalu besar umumnya untuk awal produksi petani akan mengurangi kapasitas produksinya. Karena pada saat biaya produksi tinggi dan harga jualnya rendah maka akan menyebabkan kerugian.

4. Invasi Teknologi
Senjang produktivitas kedelai di tingkat petani (rata-rata 1,2 t/ha) dengan potensi genetik tanaman kedelai masih cukup tinggi (potensi genetik >2 t/ha). Rendahnya produktivitas disebabkan sebagian besar petani belum menggunakan benih unggul dan teknik pengelolaan tanaman masih belum optimal (Adisarwanto, 2004;2005) Teknologi produksi kedelai meliputi varietas unggul dan teknik pengelolaan lahan, air, tanaman, dan organisme pengganggu tanaman (LATO). Pengelolaan LATO dimaksudkan agar potensi hayati yang dimiliki oleh varietas dapat terekspresikan secara optimal. Varietas unggul merupakan inovasi teknologi yang mudah diadopsi petani dan memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan produksi (Marwoto dan Hilman, 2005). Varietas unggul memiliki sifat seperti hasil tinggi, umur genjah, dan tahan/toleran terhadap cekaman biotik  (hama dan penyakit) dan abiotik (lingkungan fisik). Teknik produksi merupakan sintesis dari varietas unggul dan teknik pengalolaan LATO (lahan, air, tanaman, dan organisme pengganggu). Inovasi teknologi dengan penggunaan benih bermutu, pembuatan saluran drainase, pemberian air yang cukup, pengendalian hama dan penyakit dengan sistem PHT, panen dan pasca panen dengan alsintan mampu meningkatkan produksi kedelai sesuai dengan potensi genetiknya (Anonimous, 2004a). Oleh karena itu dukungan penelitian terhadap inovasi teknologi peningkatan produksi kedelai sangat diperlukan.         

5. Tujuan Perusahaan
               Di level petani kedelai, tujuan produksi tentu sangat berpengaruh terhadap kapasitas produksi kedelainya. Apabila seorang petani hanya menanam kedelai untuk dikonsumsi sendiri maka volume produksinya tidak akan terlalu besar dibandingkan dengan apabila petani tersebut bermaksud untuk menjual hasil produksi kedelainya di level konsumen atau dijual.

6.      Luas Lahan dan Produktivitas
Semakin luas lahan produktif yang digunakan untuk memproduksi kedelai maka volume produksi (penawaran) juga akan tinggi.
BAB III
PENUTUP
3.1.         Kesimpulan
Pada kisaran waktu antara tahun 1978-2008 kondisi permintaan kedelai lebih besar dari pada volume produksi (penawaran), kondisi tersebut menyebabkan terjadinya disparitas yang cukup jauh  antara volume produksi dan konsumsi. Titik permintaan tertingga pada kisaran tahun tersebut terjadi pad tahun 1999 yaitu sebesar 2,6 juta ton sedangkan kapasitas produksinya hanya sebesar 1,3 juta ton. Hal ini memicu munculnya regulasi pemerintah untuk melakukan impor terhadap komoditas kedelai. Kapasitas produksi yang rendah menyebabkan konsumsi kedelai di Indonesia sangat bergantung kepada kedelai impor.
Faktor yang mempengaruhi permintaan kedelai di Indonesia: Harga kedelai, jumlah penduduk, Impor, rata-rata pendapatan dan selera konsumen.
Sedangkan faktor yang mempengaruhi penawaran kedelai di Indonesia: harga kedelai, harga komoditas lain, biaya input produksi, tujuan produksi dan invasi teknologi, luas dan produktivitas lahan serta tujuan produksi.

DAFTAR PUSTAKA
Wali Muhammad.2013.Analisis Permintaan dan Penawaran Kedelai
(13-Maret-2017)

Dwiwahyuni Ida.2012.faktor-faktor yang memengaruhi harga pasar
(13-maret-2017)

BPS.Deptan.2008

(13-maret-2017)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.