@C17-Guntur, @Proyek-12,
Disusun Oleh : Guntur Wahyu Prasetiyo
ABSTRAK
Teori-teori ekonomi makro sintesis
Klasik-Keynesian memadukan ide-ide aliran pemikiran Klasik dengan Keynes,
teori-teori tersebut amat banyak dan bervariasi. Salah satu sintesis yang
paling terkenal dan banyak digunakan sebagai alat analisis adalah model IS-LM.
Model tersebut menjelaskan bahwa kondisi keseimbangan ekonomi akan tercapai
bila barang-jasa dan pasar uang-modal secara simultan berada dalam
keseimbangan.
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan
pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak
jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi.
Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan
industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak
akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara
umum.
Gambaran tentang permintaan total dan penawaran
total berdampak terhadap keseimbangan, baik itu penggambaran kurva IS maupun LM.
KATA KUNCI : Kebijakan
Fiskal, Efektivitas Kebijakan Fiskal
PENDAHULUAN
Kebijakan fiskal
adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian
untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran
pemerintah. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan
berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli
masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output.
Sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan
output industri secara umum.
Dalam literatur klasik, terdapat beberapa perbedaan pandangan mengenai kebijakan fiskal, terutama menurut teori Keynes dan tiori klasik tradisional (Nopirin, 2000). Pada prinsipnya Keynes berpendapat bahwa kebijakan fiskal lebih besar pengaruhnya terhadap output daripada kebijakan moneter. Hal ini didasarkan atas pendapatnya bahwa, pertama elastisitas permintaan uang terhadap tingkat bunga kecil sekali (extrim-nya nol) sehingga kurva IS tegak.
Dalam literatur klasik, terdapat beberapa perbedaan pandangan mengenai kebijakan fiskal, terutama menurut teori Keynes dan tiori klasik tradisional (Nopirin, 2000). Pada prinsipnya Keynes berpendapat bahwa kebijakan fiskal lebih besar pengaruhnya terhadap output daripada kebijakan moneter. Hal ini didasarkan atas pendapatnya bahwa, pertama elastisitas permintaan uang terhadap tingkat bunga kecil sekali (extrim-nya nol) sehingga kurva IS tegak.
RUMUSAN
MASALAH
1. Apa itu
Kebijakan Fiskal ?
2. Sebutkan Jenis
Kebijakan Fiskal ?
3. Jelaskan Teori
IS Curve ?
4. Jelaskan
Efetivitas Fiskal Di Indonesia ?
PEMBAHASAN
Efektivitas Kebijakan Fiskal
Kebijakan
fiskal adalah kebijakan ekonomi yang digunakan pemerintah untuk
mengelola/mengarahkan perekonomian ke kondisi yang lebih baik atau diinginkan
dengan cara mengubah-ngubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Jadi,
kebijakan fiskal mempunyai tujuan yang sama persis dengan kebijakan moneter.
Perbedaannya terletak pada instrumen kebijakannya. Jika dalam kebijakan moneter
pemerintah mengendalikan jumlah uang beredar, maka dalam kebijakan fiskal
pemerintah mengendalikan penerimaan dan pengeluaran.
Dalam
buku teks teori ekonomi makro, penerimaan pemerintah diasumsikan berasal dari
pajak (tax), sehingga notas yang
digunakan untuk penerimaan pemerintah adalah T. Sedangkan notasi untuk
pengeluaran pemerintah (government
expenditure), seperti yang telah dibahas dalam bagian-bagian sebelumnya,
adalah G.
·
Jenis Kebijakan Fiskal
Dari sudut ekonomi makro maka
kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi dua yaitu kebijakan fiskal ekspansif
dan kebijakan fiskal kontraktif. Kebijakan fiskal ekspansif adalah suatu
kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk
menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah,
pada saat munculnya kontraksional gap. Konstraksional gap adalah suatu
kondisi dimana output potensial (YF) lebih tinggi dibandingkan dengan output
actual ( Y1). Pada saat terjadi kontraksional gap ini kondisi perekonomian
ditandai oleh tingginya tingkat pengangguran dimana Uactual > Ualamiah . Secara hukum, pajak dapat
didefinisikan sebagai iuran wajib kepada pemerintah yang bersifat memaksa dan
legal (berdasarkan undang-undang), sehingga pemerintah mempunyai kekuatan hukum
(misalnya denda atau kurungan penjara) untuk menindak wajib pajak yang tidak
memenuhi kewajibannya. Walaupun pajak sifatnya memaksa, pemerintah tidak
mempunyai kewajiban untuk membalas jasa secara langsung kepada para pembayar
pajak. Pajak dipungut untuk menjalankan roda pemerintahan. pajak yang nilainya
positif akan menyebabkan pendapatan riil makin rendah atau harga barang makin
mahal. Tetapi jika nilainya negatif (subsidi), pajak akan meningkatkan
pendapatan riil atau menyebabkan harga output
atau input menjadi lebih murah.
1.
Teori IS Curve
Pasar barang adalah pasar dimana semua barang dan jasa yang diproduksi oleh
suatu negara dan dalam jangka waktu tertentu.
Permintaan dalam pasar barang merupakan agregasi dari semua permintaan akan
barang dan jasa di dalam negeri, sementara yang menjadi penawarannya adalah
semua barang dan jasa yang diproduksi dalam negeri.
Kurva IS menyatakan hubungan antara tingkat bunga dan tingkat pendapatan
yang muncul di pasar barang dan jasa. Kurva IS juga menyatakan “investasi” dan
“tabungan”. Dalam sistem ekonomi tertutup, identitas output agregat merupakan
penjumlahan konsumsi rumah tangga, konsumsi perusahaan dan konsumsi pemerintah,
yaitu:
Y
=C+I+G (2.1)
Y = output riil agregat,
C = konsumsi riil rumahtangga,
I = konsumsi riil perusahaan, dan
G = konsumsi riil pemerintah.
Fungsi konsumsi riil rumah tangga dan konsumsi riil perusahaan
masing-masing adalah
C = C
[(Y-T],R) (2.2)
I=I[Y-R] (2.3)
Y - T = pendapatan disposable riil, dan
R = tingkat bunga nominal.
Hubungan persamaan (2.1), (2.2) dan (2.3) menjelaskan output riil
agregat, yaitu:
Y
=C[Y-T],R]+I[Y,R]+G (2.4)
Fungsi konsumsi riil rumahtangga dalam bentuk linier dari pendapatan
disposable dan tingkat bunga nominal: C = α0 + α1 [Y-T]
- α2 R.
Efektivitas
Kebijakan Fiskal Di Indonesia
Indonesia, pada
derajat tertentu, tertolong oleh adanya pengalaman krisis finansial 1998 dimana
sektor perbankan dan keuangan sudah jauh lebih solid dibanding 1998 dan
pemerintah sendiri sudah belajar dari pengalaman pahit sepuluh tahun yang lalu
tersebut. Tidak terlalu terkaitnya perekonomian Indonesia dengan AS dan Uni
Eropa, juga ikut menolong tidak terjadinya dampak krisis yang lebih dalam. Yang
kemudian harus dihadapi otoritas fiskal dan moneter Indonesia adalah dampak
dari krisis itu sendiri dan kehandalan kedua otoritas tersebut akan diuji dari
kemampuan mereka meredam dampak itu seminimal mungkin, terutama pada kehidupan
masyarakat banyak yang pada masa normal pun masih bergelut dengan kemiskinan,
pengangguran, dan rendahnya kualitas layanan publik pada mereka.
Kebijakan ekonomi
yang dikeluarkan pemerintah dan Bank Indonesia tentunya merupakan senjata yang
diharapkan efektif meredam dampak krisis. Karena dampak krisis terberat yang
harus dihadapi perekonomian Indonesia adalah perlambatan pertumbuhan ekonomi
dunia, maka kebijakan selama masa krisis seyogyanya difokuskan pada empat hal
yaitu mempertahankan daya beli masyarakat, meminimalkan pemutusan hubungan
kerja (PHK), mengoptimalkan peredaran uang, serta memperkuat pasar domestik..
Pengumuman Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS)
tentang melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I-2015 yang
hanya sebesar 4,71% merupakan sinyal peringatan penting yang harus segera
diantisipasi pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla. Angka pertumbuhan tersebut
lebih rendah dibandingkan tahun 2014 sebesar 5,02%. Karena itu, pemerintahan
Jokowi-JK harus segera mengevaluasi sumber perlambatan dan mengambil langkah
solutif agar pertumbuhan tidak terus menurun. Data statistik BPS menunjukkan pengeluaran
konsumsi rumah tangga tetap merupakan sumber pertumbuhan ekonomi yang utama
pada triwulan I-2015 maupun triwulan IV-2014. Sedangkan investasi adalah sumber
terbesar yang kedua, diikuti konsumsi pemerintah berada pada posisi ketiga.
Soal pengeluaran pemerintah, ini masih menjadi cerita klasik yang sudah
seringkali terjadi. Pada triwulan I-2015, pengeluaran pemerintah kembali
tercatat sebagai penyebab lambatnya pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan pengumuman
berita resmi statistik BPS, pengeluaran pemerintah hanya berperan sebesar 0,14%
sebagai sumber pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2015. Pengeluaran pemerintah
juga tidak dominan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi tahun 2014 karena hanya
berperan sebesar 0,18% dari pertumbuhan ekonomi tahun lalu. Pemerintah harus
segera mencari solusi agar hal ini tak terus terjadi. Dengan belanja pemerintah
pusat senilai Rp 1.319,5 triliun di APBN Perubahan 2015, kinerja pemerintah
seharusnya menjadi akselerator utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, selain
konsumsi rumah tangga.
DAFTAR PUSTAKA
Desi.
November 2015. Kebijakan Fiskal. READ. http://federalisme15.blogspot.com/2015/11/kebijakan-fiskal.html
( Dikutip 1 juli 2018)
Siswanto,
Dedi. Oktober 2013. Kebijakan Fiskal Dan
Efektivitas Kebijakan Fiskal. Dedi Blog. http://dedy9o.blogspot.com/2013/10/kebijakan-fiskal-dan-efektifitas.html ( Dikutip 1 juli 2018)
Ismed,
Kerpina. Oktober 2015. EFEKTIFITAS KEBIJAKAN MONETER DAN FISKAL. http://karpinaismed.blogspot.com/2015/10/makalah-efektifitas-kebijakan-moneter_25.html ( Dikutip 1 juli 2018)
Mastaitella,
Marcus R. September 2011. Menilai Kebijakan Fiskal Dan Moneter. https://mmaspaitella.wordpress.com/2011/09/27/menilai-efektivitas-kebijakan-fiskal-dan-moneter/
( Dikutip 1 juli 2018)
Triaswati,
Ninasati. Juni 2015. Memacu Efektifitas Kebijakan Fiskal. http://id.beritasatu.com/home/memacu-efektivitas-kebijakan-fiskal/117831 ( Dikutip 1 juli 2018)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.