November 2016, Inflasi di Sulsel Capai 0,45%
Pada November 2016, inflasi di
Sulawesi Selatan (Sulsel) mencapai 0,45 persen dengan Indeks Harga Konsumen
(IHK) sebesar 125,33.
Kepala Badan Pusat Statistik Sulsel
Nursam Salam mengatakan, Infiasi tertinggi terjadi di Bulukumba, sebesar
0,59 persen dengen IHK 129,85 persen dan terendah terjadi di Watampone sebesar
0,33 persen dengan IHK 119,98.
"Inflasi di Sulsel bulan
November 2016 terjadi karena semua kelompok pengeluaran mengalami kenaikan
harga," kata Nursam, belum lama ini.
Adapun yang mengalami kenaikan
indeks harga, di antaranya kelompok bahan makanan sebesar 1 persen, kelompok
makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,07 persen; kelompok perumahan, air,
listrik, gas dan bahan bakar 0,19 persen; kelompok sandang sebesar 0,12 persen,
kelompok kesehatan sebesar 0,07 persen, kelompok pendidikan, rekreasi dan
olahraga sebesar 0,02 persen; dan kelompok transpor, komunikasi dan jasa
keuangan 0,02 persen.
Nursam melanjutkan, laju inflasi tahun
kalender Januari-November 2016 secara akumulatif, Sulsel mencapai 2,63 persen,
sedangkan laju inflasi secara tahunan, Sulsel mengalami inflasi 3,34 persen
pada november 2016 di bandingkan november 2015.
Komponen inti di Sulawesi Selatan
pada November 2016 mengalami inflasi sebesar 0,13 persen, tingkat inflasi
komponen inti tahun kalender sebesar 2,78 persen dan tingkat inflasi komponen
inti tahun ke tahun sebesar 2,96 persen.
Desember 2016, Sulsel Inflasi 0,30 Persen
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel, Nursam Salam (berdasi) melakukan konferensi pers yang berlangsung di kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel, Jl H Bau, Makassar, Selasa (3/1). Dalam konferensi pers tersebut beliau mengungkapkan Sulawesi Selatan mengalami inflasi sebesar 0,30 persen pada bulan Desember 2016 dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 125,71. Hadir dalam konfrensi pers ini, perwakilan dari Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID), Sulsel, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulsel, dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sulsel.Sulawesi Selatan mengalami inflasi sebesar 0,30 persen pada bulan Desember 2016 dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 125,71.
Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel, Nursam Salam dalam konferensi pers di kantornya, Jl H Bau No.6 Makassar, Selasa (3/1/2017).
"Dari lima kota IHK di Sulsel, semuanya mengalami inflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Parepare sebesar 0,53 persen dengan IHK 122,09 dan terendah terjadi di Watampone sebesar 0,24 persen dengan IHK 120,27," kata Nursam.
Ia melanjutkan, inflasi di Sulsel pada Desember 2016 terjadi karena enam kelompok pengeluaran mengalami kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya indeks harga.
"Indeks harga pada kelompok bahan makanan sebesar 0,23 persen, kelompok makanan jadu, minuman, rokok, dan tembakau 0,28 persen, kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,16 persen," jelasnya.
Sementara itu kelompok sandang sebesar 0,10 perseb, kelompom kesehatan sebesar 0,28 persen, dan kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan 0,76 persen.
"Sedangkan kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga mengalami deflasi 0,01 persen," ungkapnya.
Hadir dalam konfrensi pers ini, perwakilan dari Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID), Sulsel, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulsel, dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sulsel. (*)
Inflasi Sulsel
Januari 2017 Capai 1,12 Persen
"Lima kota kabupaten di Sulsel, semuanya mengalami
inflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Watampone ...
Makassar (Antara Sulsel) - Badan
Pusat Statistik mencatat angka inflasi untuk Sulawesi Selatan mencapai 1,12
persen selama Januari 2017 dengan indeks harga konsumen (IHK) sebesar 127,12.
"Lima kota kabupaten di Sulsel, semuanya mengalami inflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Watampone sebesar 1,52 persen dengan IHK 122,10 dan terendah di Kota Palopo sebesar 0,82 persen dan IHK 124,79," ujar Kepala BPS Sulsel Nursam Salam di Makassar, Rabu.
Salam mengemukakan, inflasi yang terjadi di Sulsel pada Januari 2017 disebabkan oleh kenaikan harga semua kelompok pengeluaran yang ditunjukkan naiknya indeks harga pada kelompok bahan makanan sebesar 1,56 persen.
Selain itu, kelompok makanan jadi, minuman, rokok, tembakau sebesar 0,24 persen, selanjutnya kelompok perumahan, air listik gas dan bahan bakar 0,67 persen, kelompok sandang 0,40 persen, dan kelompok kesehatan 0,15 persen.
"Begitu pula kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga mencapai 0,02 persen, dan kelompok trasnportasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 2,84 persen," ujarnya.
Nursam juga menyebutkan dari 11 kota di Pulau Sulawesi, semuanya mengalami inflasi, dan inflasi tertinggi di Watampone, Sulsel sebesar 1,52 persen dengan IHK 122,10, sedangkan terendah terjadi di Kota Baubau, Sulawesi Tenggara sebesar 0,45 persen dengan IHK 129,45.
Secara nasional juga, lanjut dia, di 82 kota IHK nasional mengalami inflasi, dan inflasi tertinggi berada di Pontianak, Kalimantan Barat, sebesar 1,82 persen dengan IHK 137,25 dan terendah terjadi di Manokwari, Papua Barat, 0,09 persen dengan IHK 129,45.
Sementara laju untuk tahun kalender 2017 di Sulsel sama dengan inflasi bulan Januari sebesar 1,12 persen dan laju inflasi tahun ke tahun terhadap Januari 2016-Januari 2017 mencapai angka 2,83 persen.
Sedangkan komponen inti di Sulsel pada Januari 2017 mengalami inflasi 0,58 persen, tingkat inflasi komponen inti pada periode yang sama dengan bulan ini 0,58 persen dan tingkat inflasi komponen inti tahun ke tahun, Januari 2016-Januari 2017 sebesar 3,08 persen.
"Perubahan IHK di Kota Makassar terjadi inflasi sebesar 1,14 persen dengan IHK sebesar 127,88. Ini menunjukkan adanaya perkembangan harga-harga pada subkelompok tertentu," katanya.
"Lima kota kabupaten di Sulsel, semuanya mengalami inflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Watampone sebesar 1,52 persen dengan IHK 122,10 dan terendah di Kota Palopo sebesar 0,82 persen dan IHK 124,79," ujar Kepala BPS Sulsel Nursam Salam di Makassar, Rabu.
Salam mengemukakan, inflasi yang terjadi di Sulsel pada Januari 2017 disebabkan oleh kenaikan harga semua kelompok pengeluaran yang ditunjukkan naiknya indeks harga pada kelompok bahan makanan sebesar 1,56 persen.
Selain itu, kelompok makanan jadi, minuman, rokok, tembakau sebesar 0,24 persen, selanjutnya kelompok perumahan, air listik gas dan bahan bakar 0,67 persen, kelompok sandang 0,40 persen, dan kelompok kesehatan 0,15 persen.
"Begitu pula kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga mencapai 0,02 persen, dan kelompok trasnportasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 2,84 persen," ujarnya.
Nursam juga menyebutkan dari 11 kota di Pulau Sulawesi, semuanya mengalami inflasi, dan inflasi tertinggi di Watampone, Sulsel sebesar 1,52 persen dengan IHK 122,10, sedangkan terendah terjadi di Kota Baubau, Sulawesi Tenggara sebesar 0,45 persen dengan IHK 129,45.
Secara nasional juga, lanjut dia, di 82 kota IHK nasional mengalami inflasi, dan inflasi tertinggi berada di Pontianak, Kalimantan Barat, sebesar 1,82 persen dengan IHK 137,25 dan terendah terjadi di Manokwari, Papua Barat, 0,09 persen dengan IHK 129,45.
Sementara laju untuk tahun kalender 2017 di Sulsel sama dengan inflasi bulan Januari sebesar 1,12 persen dan laju inflasi tahun ke tahun terhadap Januari 2016-Januari 2017 mencapai angka 2,83 persen.
Sedangkan komponen inti di Sulsel pada Januari 2017 mengalami inflasi 0,58 persen, tingkat inflasi komponen inti pada periode yang sama dengan bulan ini 0,58 persen dan tingkat inflasi komponen inti tahun ke tahun, Januari 2016-Januari 2017 sebesar 3,08 persen.
"Perubahan IHK di Kota Makassar terjadi inflasi sebesar 1,14 persen dengan IHK sebesar 127,88. Ini menunjukkan adanaya perkembangan harga-harga pada subkelompok tertentu," katanya.
2017, Perekonomian Sulsel Diprediksi Tumbuh 7,2-7,6 persen
Bank Indonesia memprediksi perekonomian Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) tumbuh dalam kisaran 7,2-7,6 persen. Angka pertumbuhan ini lebih baik dibanding tahun ini yang diprediksi berada pada 7,0- 7,4 persen.Hal tersebut sejalan dengan perekonomian nasional yang diprediksi masih kondusif. Meskipun belum sekuat pencapaian di tahun 2010 dan 2012 lalu. Perekonomian Indonesia pada 2017 diprediksi tumbuh di kisaran 5,0-5,04 persen.
Kepala Kantor Perwakilan BI Provinsi Sulsel Wiwiek Sisto Widayat mengatakan perekonomian Sulsel di tahun depan masih akan didukung oleh pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, perdagangan besar dan eceran,konstruksi, serta pertambangan dan penggalian.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi Sulsel tersebut dengan asumsi bahwa pembangunan berbagai proyek infrastruktur yg saat ini terhenti harus dapat dilanjutkan lagi pada 2017.
Infrastruktur itu diantaranya pembangunan pelabuhan-pelabuhan Makassar-Barru, tiga proyek jalan dan bypass, proyek Kereta Api Trans Sulawesi trace Makassar - Pare-pare, pembangunan pembangkit listrik di Jeneponto, pembangunan beberapa bendungan dan waduk.
"Selain itu realisasi APBN 2017 harus lebih baik dan merata sepanjang tahun, membaiknya kondisi negara-negara mitra dagang utama sulsel dan trend membaiknya harga komoditi internasional terus berlanjut," imbuhnya.
Sebenarnya, lanjut Wiwiek, kondisi perekonomian global yang masih melemah juga berdampak negatif terhadap perekonomian di Sulawesi Selatan melalui jalur perdagangan internasional.
Ekonomi Sulsel Ditopang Sektor Pertanian
Kondisi pertanian di Sulawesi Selatan masih membutuhkan perhatian dari seluruh masyarakat, utamanya dari kalangan pengusaha. Selain potensi yang besar, pertanian juga menduduki peringkat teratas.Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Sulsel melambung tinggi dari nasional pada 2016 kemarin, yakni naik 7.41%.
Besaran kontribusi Sulsel terhadap perekonomian di Sulawesi mencapai 49.6%, hal ini ditunjang dengan peran dari empat lapangan usaha utama yang berperan penting di perekonomian Sulsel lainnya yakni pertanian, kehutanan dan perikanan 23.29%, diikuti industri pengolahan sebesar 13.92%, perdagangan besar eceran dan reparasi mobil sepeda motor 13.41% serta kontsruksi sebesar 12.53 %. “Peran di sektor pertanian di wilayah
Sulsel cukup besar berdasarkan PDRB menurut lapangan usaha,” jelas Kepala BPS Sulsel, Nursam Salam.
Khusus untuk di sektor pertanian, Nursam mengatakan sub sektor di Tanaman Pangan berkontribusi sebesar 7.80% yakni terkhusus untuk di kelompok komoditi padi dan jagung dengan besaran masing-masing sebesar 7.18 % dan 27.61%. Sementara pada triwulan IV 2016, Nursam tekankan pertanian juga menjadi sebagausumber utama pertumbuhan ekonomi Sulsel.
Produksi padi di tahun 2015 sebelumnya, Nursam bilang hanya tumbuh 0.84 % karena elnino yang mengakibatkan puso. Namun 2016, dikatakan membaik dengan produksi capai 5.9 juta ton atau tumbuh 7.18%.
Selanjutnya, Pengamat Ekonomi, Abd. Mutalib juga mengakui ada ketimpangan antara kontribusi sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi Sulsel dengan total penyaluran kredit di sektor pertanian yang masih kecil. “Seharusnya memang ini harus didorong untuk penyaluran kredit di sektor pertanian,” katanya.
Sementara, Wakil Gubernur Sulawesi Selatyan, Agus Arifin Nu’mang mengungkapkan sejak beberapa tahunlalu pertanian mengalahkan perdagangan 15,6%, industri 13,45%, jasa 11,8% dan pertambangan yang hanya 8,62%.
“Ini menujukkan sumber daya alam di Sulsel sangat melimpah seperti pertanian, perkebunan, perikanan, dan tambang. Makanya tidak ada alasan bagi kita untuk tidak ikut mengembang hal ini. Apalagi posisi Sulsel yang berada ditengah dan menjadi penghubung di Kawasan Timur Indonesia harus menjadi tantangan bagi pengusaha,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.