1.
A. Siklus
Ekonomi dan Bisnis
Siklus
ekonomi adalah fluktuasi ekonomi yang melanda produksi nasional, pendapatan,
kesempatan kerja, yang biasanya berlangsung selama 2 sampai 10 th, yang
ditandai dengan adanya kontraksi dan ekspansi di seluruh sektor ekonomi.
Menurut
Kusnendi (dalam Modul Makroekonomi), siklus bisnis ekonomi adalah fluktuasi
pertumbuhasn ekonomi disekitar trendnya yang meliiputi masa
depresi,recovery,boom, dan resesi.
Menurut
Yanuar,SE,MM (dalam modul pengantar ekonomi makro), Siklus ekonomi adalah
pasang surutnya kegiatan ekonomi di sekitar trend setelah dilakukan penyesuaian
musiman
Siklus
ekonomi adalah putaran kegiatanperekonomian, kadang kegiatan ekonomi lesu-
banyak pengangguran, kadang kegiatan ekonomi bergairah-pengangguran
kecil-produktivitas naik. (Magistra Media Maya Community Samarinda
Option,pdf)
Siklus
bisnis adalah suatu deretan masa resesi dan masa kemakmuran yang berulang-ulang
dengan teratur dan yang meluas ke mana-mana. Siklus siklus bisnis ini
harus dibedakan dari variasi musiman (berkurangnya penjualan baju hangat pada
musim panas) dan kecenderungan (trend) sekular (terutama yang berhubungan
dengan populasi seperti ledakan kelahiran bayi). Tahapan-tahaan dari siklus
bisnis ini adalah tahapan kulminasi, kontraksi, resesi, nadir, perbaikan, dan
ekspansi. (John Petroff. Translation 2005 Roy Sukamto)
Slump /
Resesi / Lembah
Resesi
adalah penurunan aktivitas ekonomi yang meluas ke mana-mana. Penurunan semacam
ini biasanya menyebabkan banyak pekerja yang kehilangan pekerjaannya. Suatu
resesi yang serius biasanya disebut depresi.
·
Pengangguran
Tinggi
·
Tingkat
permintaan beli rendah atau daya beli yang rendah bila dibandingkan dengan daya
produksi yang terpasang / tersedia untuk menghasilkan barang konsumsi. Yang
berakibat pada rendahnya laba perusahaan
·
Perusahaan
bisa merugi
·
Keyakinan
akan masa depan makin kecil / menipis. Bisa ditandai dengan anjloknya Index
harga saham gabungan
·
Perusahaan
tidak bersedia mengambil resiko investasi baru.
·
Jika
lembah ini cukup dalam = RESESI
Pemulihan
/ Recovery
·
Mesin –
mesin tua mulai diganti
·
Kesempatan
kerja, pendapatan serta pengeluaran konsumsi meningkat
·
Harapan
akan masa depan makin cerah (IHSG naik)
·
Penjualan
dan laba meningkat
·
Investasi
yang tadinya (pada lembah/resesi) dianggap beresiko kembali diminati karena
pandangan atau keyakinan akan masa depan berbalik dari pesimisme menjadi
optimisme
·
Karena
permintyaan meningkat, sedangkan pada fase slump tersedia fasilitas produksi
twerpasang yang banyak maka perusahaan denganm udah dapat meningkatkan produksi
dengan cara mempergunakan kembali apa yang ada serta menggunakan tenaga kerja
yang menganggur
Puncak
/ Peak
·
Penggunaan
kapasitas terpasang pada kondisi tertinggi
·
Mulai
merasakan kurangnya tenaga kerja, terutama tenaga kerja ahli / terampil
·
Kekurangan
bagan baku
·
Output
hanya dapat ditingkatkan dengan menambah investasi baru yang memerlukan waktu
·
Kenaikan
permintaan diikuti dengan kenaikan harga, DEMAND > SUPPLY
·
Biaya
cenderung meningkat (COST Meningkat) namun Price (harga jual ==>> Sales)
juga meningkat
·
Kegiatan
usaha umumnya masih sangat menguntungkan
·
Hingga
mencapai BOOM, ditandai dengan IHSG Super BULLISH.
Resesi
/ Slump ==>> Jatuhnya GNP Riel
·
Permintaan
menurun
·
Pendapatan
rumah tangga menurun
·
Laba
usaha turun
·
Investasi
yang tadinya menguntungkan dengan kurangnya permintaan akan barang menjadi
tidak menguntungkan / tidak menarik / makin beresiko
Suatu
siklus dalam kegiatan ekonomi mencerminkan fluktuasi (gerak menaik dan menurun)
secara bergelombang pada kegiatan ekonomi dalam kehidupan masyarakat. Fluktuasi
serupa itu terjadi secara berulang dalam suatu jangka waktu tertentu. Secara
umum dapat dikatakan bahwa siklus kegiatan ekonomi terulang secara periodic,
akan tetapi tidak mutlak perlu bersifat regular; artinya, jangka waktu itu
dalam masing-masing siklus tidak harus selalu sama lamanya.
Pola
siklus ekonomi mencakup tahap ekspansi yang pada suatu saat berbalik menuju
tahap kemunduran yang kelak disusul oleh pemulihan ke arah ekspansi lagi. Tahap
ekspansi ditandai oleh kegiatan ekonomi yang semakin meningkat dan meluas
secara bersam-sama di berbagai ragam kehidupan. Tahap ekspansi disusul oleh
tahap kemunduran umum yang bersifat resesi. jika kemunduran itu berlangsung
terus menerus selama masa waktu yang lebih panjang, maka resesi menjurus pada
tahap depresi dimana dialami proses kontraksi (kegiatan ekonomi berkurang
menjadi tersendat-sendat dan terbelakang).
Siklus
ekonomi menyangkut segala segi ekonomi dalam kehidupan masyarakat yang akhirnya
tercermin pada produk nasional dan pendapatan nasional.
Pengertian
tentang teori siklus ekonomi sangat relevan dalam rangka pembangunan ekonomi.
Pembangunan ekonomi yang menyangkut kebijaksanaan Negara untuk melakukan
perubahan structural dalam tata susunan ekonomi masyarakat tak dapat
tiada meliputi usaha jangka panjang yang memakan masa waktu beberapa generasi
serta selalu dihadapkan dengan berbagai rupa hambatan dan rintangan.
Oleh
sebab itu, sudah masuk akal bilamana kita menempatkan kembali pelajaran yang
menyangkut siklus kegiatan ekonomi sebagai jalur pemikiran yang saling
berkaitan dengan pemikiran yang saling berkaitan dengan pemikiran dalam teori
ekonomi umum, bahkan sebagai bagian integral daripadanya.
1. Asal mula pemikiran perihal
siklus ekonomi
Pada
pertengahan abad 19 oleh John Stuart Mill, principle of political economy
(1848) telah diungkapkan tentang adanya krisis-krisis komersial (commercial
crisis) yang muncul secara periodic. Dalam tahun yang sama, oleh Marx dan
Engels dalam Communist Manifesto juga dinyatakan tentang krisis komersial yang
dialami secara ulang dan periodic sebagai salah satu cirri pokok system
kapitalis.
Kemudian
seorang ilmuwan Perancis, Clement Juglar, dibeberkan secara lebih
empiris-sistematis sifat dan corak krisis komersial yang berulang secara
periodic. Juglar pula yang pertama kali menggunakan istilah siklus (cycle)
dengan menonjolkan perkiraan-perkiraan tentang lamanya masa waktu menaik
menurun-nya kegiatan ekonomi di antara dua krisis. Dengan kata lain
ditunjukkannya pada panjang pendeknya gelombang dalam sesuatu siklus kegiatan
ekonomi : dari titik terendah sampai titik terendah berikutnya.
Pada
akhir abad 19 atau awal abad 20, dunia ilmu ekonomi diperkaya oleh buah pikiran
ekonom Rusia, Tugan-Baranowski. Tugan-Baranowski telah dapat menyajikan suatu
kerangka analisis dan dasar teori yang kelak menjadi landasan bagi pemikiran
modern dalam ilmu siklus ekonomi. Tugan-Baranowski pula lah yang mengawali
perkembangan teori-teori siklus ekonomi yang selama ini dikembangkan dan
dipaparkan sejumlah tokoh pemikir lainnya,yang ternyata dalam kajian-kajiannya
sudah terdapat telaahan dan kajian penting mengenai teori investasi dan
peranannya dalam kegiatan usaha dan pembentukan pendapatan serta adapula yang
menekankan pada arti dan fungsi konsumsi. Akan tetapi hal itu masih belum jelas
terungkapkan secara terpadu mengenai kaitan anatara factor-faktor yang
berpengaruh itu. Lagipula perkembangan teori di bidang ilmu siklus ekonomi
selam itu berlangsung dalam suatu jalur pemikiran tersendiri, seakan-akan
terpisah dari teori ekonomi umum. Namun hal tersebut menjadi berkaitan dan
memiliki keterpaduan dalam kerangka analisis dan system pemikiran yang
dikembangkan oleh Keynes yang kemudian disusun secara lebih kohesif-sistematis
oleh Hansen.
Dari
kerangka analisis Keynes mengenai fluktuasi dalam gerak kegiatan usaha sering
ditandai oleh goncangan-goncangan yang membawa dampak luas terhadap ekonomi
masyarakat secara menyeluruh,terutama melalui goncangan pada pendapatan dan
kesempatan kerja. Keynes juga memperhatikan perkembangan pemikiran yang telah dirintis
oleh pakar ekonomi di Eropa Kontinental, sehingga pemikiran-pemikiran mereka
diandalkan dalam karya Keynes.
Kerangka
analisis dan pola pendekatan dalam system pemikiran Keynes merupakan
perkembangan lanjutan secara logis dari perkembangn pemikiran yang sebelumnya
berlangsung di Eropa continental. Namun yang mengherankan ialah bahwa setelah
Keynes-Hansen, pemikiran teoritis tentang permaslah fluktuasi dalam gerak
kegiatan ekonomi seolah-olah diabaikan. Sikap tersebut di akalngan ahli
seakan-akan gejolak fluktuasi ekonomi sudah dapat ditanggulangi secara memadai
oleh kebijksanaan fiscal yang kontra-siklis atau oleh langkah tindakan di
bidang moneter.
Perkembangan
selama dasawarsa-dasawarsa ’70 dan ’80 membuktikan bahwa anggapan-anggapan
serupa itu tidak dibenarkan oleh kenyataan empiris. Baru beberapa tahun
terakhir ini timbul lagi perhatian dan minat untuk mempelajari dan memahami
secara lebih mendalam hal-hal yang menyangkut gerak gelombang kegiatan ekonomi.
terutama pada serangkaian factor dinamika yang mengambilperanan strategis dalam
perkembangan dalam jangka menengah dan jangka panjang.
1. Jenis Siklus Ekonomi
Dari
karya Joseph Schumpeter, terdapat empat jenis siklus ekonomi.
1.
Siklus jangka pendek, menyangkut gerak gelombang kegiatan ekonomi selam 3-4
tahun (rata-rata berkisar pada 40 bulan) dari tingkat terendah sampai tingkat
terendah berikutnya. siklus ini dikenal dengan siklus Kitchen (Joseph Kitchen),
yang membeberkan adanay siklus ekonomi dengan menunjuk pada cirri pokoknya.
Faktor dinamika yang sangat mempengaruhi perkembangan dalam siklus jangka
pendek berkenaan dengan investasi dalam persediaan stok barang-barang.
2.
Siklus jangka menengah, meliputi masa waktu 7-11 tahun (rata-rata berkisar pada
9 tahun) dan disebut Siklus Juglar. Pola dan arah perkembangannya dipengaruhi
terutama oleh investasi dalam barang modal atau perlatan modal fisik yang
bersifat tetap.
3.
Siklus jangka menengah/panjang meliputi masa waktu 15-22 tahun (rata-rata
kurang dari 20 tahun) dan disebut Siklus Kuznets. Kuznets menunjuk pada
berlangsungnya siklus ini yang berada di antar masa waktu Siklus Juglar dan
Gelombang Kondratieff (jangka panjang). dalam siklus ini kegiatan sector
konstruksi dianggap mengambil peranan penting; bukan hanya sebagai cermin
kegiatan usaha konstruksi, melainkan pada gilirannya dilakukan berbagai
investasi yang bersangkutan dengan sector prasarana, bangunan,perumahan.
4. Gerak
kecenderungan jangka panjang menyangkut gelombang ekonomi selama masa waktu
40-60 tahun (rata-rata 54 tahun) dan disebut denga gelombang Kondratieff
(Nicolai Kondratieff), berdasarkan penelitiannya ada empat factor kekuatan mendasar
yang mempengaruhi pola dan arah gerak kecenderungan dalam ekonomi jangka
panjang yaitu : (1) inovasi dan teknologi, (2) peperangan dan revolusi, (3)
produksi emas, (4) SDA, khusus sector pertanian.
faktor-faktor
kekuatan strategis dalam tiga siklus di atas sedikit banyak bersifat endogen,
artinya factor tersebut terkandung dalam proses kegiatan ekonomi sendiri yang
berlangsung dalam tata susunan ekonomi. sedangkan dalam gelombang jangka
panjang, perkembangan ekonomi sangat dipengaruhi serangkaian factor dinamika
yang bersifat eksogen.
1. 1. Siklus
Kitchen Dalam Perkembangan Jangka Pendek
Oleh
Joseph Kitchen, dalam Cycles and Trend s in Economic Factors, Review of
economic Statistics no.5 (1923) dibentangkan tentang gerak kegiatan ekonomi
yang meningkat dan menurun dalam jangka pendek. Satu sama lain terlihat pada
produksi dan kesmpatan kerja, dan juga pada perkembangan harga komoditi primer.
Fluktuasi yang dimaksud berlangsung tidak begitu lama dan berkaitan dengan
bertambahnya atau berkurangnya investasi dalam stock barang-barang yang
diperlukan dalam satuan-satuan usaha. oleh sebab itu, siklus Kitchen juga
dipandang sebagai inventory cycle (inventaris barang).
Faktor-faktor
utama yang mendorong fluktuasi dalam kegiatan ekonomi jangka pendek bersifat
endogen. Dalam tahap ekspansi di kala kegiatan ekonomi meningkat dan meluas,
oleh dunia
1. 2. Siklus
Juglar dalam Perkembangan Jangka Menengah
Clement
Juglar, penulis Des Crises commerciales et de leur retour périodique en
France, en Angleterra et aux Etats – Unis (1861, edisi revisi 1889)
harus dipandang sebagai seorang pionir dalam ilmu siklus ekonomi. Sebab, ialah
yang untuk pertama kali memaparkan secara sistematis hasil pengamatannya dan
kajiannya mengenai sebab krisis dan depresi yang secara berulang terjadi dalam
siklus kegiatan ekonomi.
Clement
Juglar sebenarnya adalah seorang dokter kesehatan yang tidak mendapat
pendidikan formal sebagai ekonom profesional. Meskipun begitu dalam penilaian
Schumpeter, Juglar adalah seorang genius yang dari segi penguasaan metode
ilmiah dan berdasarkan karyanya dibidang ekonomi harus dianggap sebagai seorang
pakar ekonomi besar sepanjang masa.
Judul
karya Juglar sudah jelas mencerminkan pengamatannya tentang peristiwa krisis
yang muncul secara berulang (retour) dan berkala (périodique)
dalam fluktuasi siklus kegiatan usaha. Studinya menyangkut perkembangan ekonomi
di tiga buah negara : Perancis, Inggris, dan Amerika Serikat. Ketiga negara itu
merupakan negara-negara industri yang terkemuka dalam bagian kedua abad XIX.
Analisis
Juglar didukung oleh banyak data statistik yang secara luas meliput berbagai
segi ekonomi : harga komoditi, tingkat bunga, kredit perbankan, perkembangan
penduduk, tingkat perkawinan, dll. Pendekatannya terhadap permasalahan yang
dipelajari menunjukkan pandangan terpadu antara fenomena ekonomi, perspektif
sejarah dan statistik-empiris. Dengan demikian, Juglar dapat memberi gambaran
tentang hubungan/ korelasi (jalan perkembangan yang seiring-searah) diantara
data-data mengenai berbagai bidang kegiatan yang dimaksud di atas. Satu sama
lain memberi pengertian yang lebih jelas mengenai proses dan mekanisme
silih-bergantinya secara susul-menyusul tahap ekspansi-kemakmuran dan tahap
resesi-depresi. Dalam kerangka pemikiran Juglar siklus ekonomi meliputi tiga
tahap : (1) tahap ekspansi dalam kegiatan ekonomi yang menuju pada kemakmuran (prosperity);
(2) tahap krisis; (3) tahap likuidasi. Krisis tidak dapat dihindarkan dalam
berlangsungnya siklus ekonomi, tetapi dapat diperkirakan sebelumnya. Ternyata
bahwa perkiraan-perkiraan Juglar mengenai perkembagan yang dimaksud juga
akurat.
Oleh
Juglar sendiri tidak dikemukakan suatu kurun waktu yang pasti yang memisahkan
satu krisis dari saat terjadinya krisis yang berikut; ia hanya menunjuk pada
masa jangka menengah yang meliputi minimal 7 tahun dan maksimal 11 tahun,
sedangkan dalam perkembangan sejarah masa rata-rata berkisar pada 9 tahun.
Penelitian
Juglar pada awalnya ditujukan kepada perkembangan harga barang selama
berlangsungnya siklus yang mencakup beberapa tahap yang susul-menyusul. Sejalan
dengan itu dipantau peranan tingkat bunga dan pengaruh kredit perbankan dalam
perkembangan yang menuju ke arah krisis. Tahap ekspansi yang ditandai oleh
kecenderungan kenaikan harga selalu menjurus kepada keadaan krisis. Pada saat
ini, perkembangan berbalik dan kegiatan usaha menurun sampai mencapai tingkat
rendah dan tertekan. Timbulnya suatu krisis tergantung dari konstelasi umum
keadaan ekonomi masyarakat. Walaupun terjadi peperangan misalnya, atau musibah
alam, atau penyalahgunaan kredit perbankan dan/ atau terlalu banyak uang
dicetak, segala sesuatu bisa mempercepat kejadian krisis. Akan tetapi peristiwa
krisis itu sendiri baru timbul dikala situasi ekonomi sudah mencapai suatu
tahap tertentu ketika krisis tidak dapat dihindarkan lagi. Krisis itu didahului
oleh kegiatan ekonomi yang semakin meningkat dan kemudian ditandai oleh
rupa-rupa gejala; ciri-ciri ekspansi menjadi sedemikian rupa sehingga dapat
diperkirakan perkembangan ekonomi sudah mendekati tahap krisis.
Menurut
Juglar krisis dan depresi merupakan akibat dari distorsi-distorsi yang terjadi
dalam tahap ekspansi sebelumnya. Dengan kata lain, sebab-musabab krisis dan
depresi sudah terkandung dalam perimbangan-perimbangan keadaan yang berkembang
selama tahap ekspansi.
Krisis
dan depresi adalah reaksi dari sistem ekonomi terhadap kegiatan ekspansi dalam
tahap sebelumnya; ataupun suatu proses adaptasi (penyesuaian) dan restrukturasi
dengan perubahan kondisi yang merupakan akibat dari perkembangan ekspansi itu
sendiri. Salah satu sebab diantaranya ialah perkembangan harga yang semakin
meningkat sehingga pada suatu saat dianggap terlalu tinggi oleh para calon
pembeli. Harga umum barang-barang jatuh dan mulailah krisis, yang kemudian
menjadi depresi. Dalam tahap itu, terjadi likuidasi yang meluas dalam dunia
usaha.
Juglar
menunjuk pada perkembangan harga sebagai fenomena. Nampak kurangnya dikaji dan
dijelaskan tentang sebab yang lebih mendalam yang berkaitan dengan jatuhnya
tingkat harga umum itu, selain pengamatannya bahwa kegiatan ekspansi yang
disertai oleh kenaikan harga sudah mencapai tingkat yang terlalu tinggi.
Sementara
itu karya Juglar telah meratakan jalan bagi pengembangan analisis modern
mengenai siklus kegiatan ekonomi. Menurut Schumpeter gagasan Clement Juglar dan
pengaruhnya harus dinilai berdasarkan tiga macam pertimbangan.
Pertama,
Juglar menggunakan bahan empiris dalam metode serial waktu (time
series) mengenai perkembangan harga komoditi, tingkat bunga, dan neraca-neraca
bank sentral. Pekerjaannya dilakukan secara sistematis yang ditujukan pada
sasaran-sasaran yang jelas dengan pengkajian mendalam terhadap fenomena
permasalahan yang diidentifikasikan. Hal itu merupakan metode pendekatan
fundamental dalam analisis modern mengenai tahap-tahap dalam gerak kegiatan
ekonomi masyarakat. Oleh sebab itu, wajar bilamana Clement Juglar dianggap
sebagai pelopor dalam teori siklus ekonomi (di jaman itu dikenal sebagai teori
konjungtur).
Kedua,
Juglar selain menemukan siklus ekonomi yang berjangka 7-11 tahun (rata-rata 9
tahun) juga mengembangkan semacam morfologi (pengertian atas gambaran tentang
struktur dan bentuk luar) dari siklus yang dimaksud, yaitu identifikasi tentang
urutan pentahapan (sequence) ekspansi, krisis, dan likuidasi.
Morfologi modern mengenai gerak gelombang kegiatan ekonomi masyarakat bersumber
pada karya Juglar. Begitu pula mengenai munculnya fenomena secara berulang dan
periodik (retour périodique).
Ketiga,
kesimpulan pokok dalam analisis Juglar ialah bahwa sebab utama terjadinya
krisis dan depresi sudah terletak pada perimbangan-perimbangan keadaan dalam
tahap ekspansi yang sebelumnya. Krisis dan depresi merupakan reaksi dan proses
adaptasi terhadap berbagai ketimpangan yang terciptakan oleh perkembangan
ekspansi yang mendahuluinya. Tentu kesimpulan tersebut mengandung pertanyaan :
apa yang menjadi sebab pokok yang membangkitkan suatu keadaan ke arah ekspansi
dan faktor-faktor yang manakah yang mendorong kegiatan ekspansi ke arah tingkat
puncaknya.
Dalam
hal ini analisis Juglar ternyata kurang memuaskan.
Baru
pada awal abad XX segi permasalahan tersebut diteliti dan dikaji secara lebih
mendalam yaitu oleh Tugan-Baranowski dan berikutnya oleh Arthur Spiethof.
Berdasarkan
landasan pemikiran yang telah diletakkan oleh Clement Juglar dan dengan
memanfaatkanbahan-bahan bangunan dalam analisisnya, oleh
Tugan-Baranowski dan Spiethof ditonjolkan faktor investasi sebagai peran utama
dalam gerak siklus kegiatan ekonomi. Memang harus dicatat bahwa dalam gagasan
Juglar sendiri peran investasi kurang disoroti secara spesifik dan terinci.
Dalam
periode pasca Perang Dunia II pemikiran-pemikiran Juglar, Tugan-Baranowski,
Spiethof dll seakan-akan terlupakan oleh para ekonom profesional. Baru sejak
awal dasawarsa ’80 ada lagi perhatian khusus terhadap bidang permasalahan ini.
Hal itu terungkapkan dalam karya Miyohei Shinohara, seorang tokoh ekonomi dari
Jepang yang menunjuk kepada arti dan relevansi hasil pemikiran Juglar (dan
Kondratieff) bagi perkembangan ekonomi dunia dewasa ini dan dasawarsa-dasawarsa
mendatang.
Dalam
penafsiran Shinohara atas kerangka landasan pemikiran Juglar, dijabarkan secara
eksplisit bahwa gerak siklus ekonomi jangka menengah yang dibeberkan oleh
Juglar bersangkut-paut dengan investasi dalam peralatan modal fisik yang
bersifat tetap (berbeda dengan investasi dalam stok barang seperti terdapat
dalam Siklus Kitchen). Penafsiran Shinohara atas gagasan Juglar ini menurut
hemat saya mempunyai dasar yang kuat.
Menurut
Shinohara teori Juglar dan teori Kondratieff mengandung makna yang besar bagi
pengertian kita tentang perkembangan ekonomi dunia setelah Perang Dunia II
dalam abad XX ini, khususnya sebagaimana yang selama ini berlangsung di kawasan
Asia-Pasifik.
Munculnya
Jepang sebagai kekuatan ekonomi yang menonjol, diikuti oleh perkembangan
dinamis sejumlah negara industri baru di Asia Timur dan berlangsungnya proses
pembangunan di negara-negara Asia Tenggara, semuanya sulit dipahami tanpa
memperhatikan serangkaian pikiran yang semula dirintis oleh Juglar dan
Kondratieff. Untuk perkembangan jangka menengah, hal itu khusus berkaitan
dengan investasi dalam peralatan modal tetap yang terlaksana di Jepang, maupun
di Korea Selatan, Taiwan, Hongkong, dan Singapura dan kemudian diikuti oleh
negara-negara Asia Tenggara. Pertumbuhan ekonomi di negara-negara tersebut
ditandai oleh berlangsungnya siklus-siklus Juglar dengan adanya beberapa puncak
tingkat investasi di awal dasawarsa ’60 dan awal dasawarsa ’70. Sedangkan dalam
perkembangan jangka panjang selama dasawarsa ’50 dan ’60 sampai terjadinyakrisis
minyak pada pertengahan dasawarsa ’70, boleh dikatakan tidak dialami
depresi yang berkepanjangan, meskipun beberapa kali memang terjadi resesi. Akan
tetapi, resesi-resesi yang dimaksud bersifat agak lunak dan hanya berlangsung
selama waktu yang relatif pendek.
1. 3. Siklus
Kuznets dalam Perkembangan Jangka Menengah/ Panjang
Pandangan
Simon Kuznets pada umumnya dihubungkan dengan karya besarnya mengenai
perhitungan nasional dan penjabarannya tentang unsur-unsur komponen dalam
pendapatan nasional. Hal itu telah disajikan di bagian lain dalam tinjauan kita
mengenai perkembangan teori umum.
Di sini
hanya ditelaah pemikiran Kuznets yang khusus menyangkut siklus kegiatan ekonomi, Economic
Change (1953).
Kuznets
menunjuk pada dinamika yang bersangkutpaut dengan kegiatan di sektor konstruksi
yang meliput prasarana, bangunan komersial dan industri, perumahan, dsb.
Kegiatan konstruksi di berbagai bidang ekonomi merupakan faktor yang sangat
penting karena pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah, oleh
dunia usaha, dan pengeluaran pembangunan dalam masyarakat pada umunya.
Pengeluaran yang secara langsung dan tidak langsung berkenaan dengan kegiatan
konstruksi itu juga mengalami fluktuasi.
Siklus
Kuznets menjangkau masa waktu antara 15-22 tahun, lebih lama dari Siklus Juglar
dan lebih pendek dari Gelombang Kondratieff. Pengamatan empiris-statistik dalam
abad XX mengungkapkan jangka waktu rata-rata siklus ini berkisar pada 16-17
tahun : terdiri atas 11 tahun kegiatan ekspansi dan disusul oleh 5-6 tahun
proses kontraksi. Satu sama lain berkenaan dengan pengaruh sektor konstruksi,
yaitu meningkatnya dan menurunnya kegiatan di sektor tersebut.
Pengeluaran
konstruksi melibatkan kegiatan di serangkaian ragam industri lainnya, seperti
diantaranya kayu, semen, besi dan baja, perabotan, barang pecah-belah, dan
lain-lain sebagainya untuk keperluan gedung komersial dalam rumah tangga
keluarga. Dampak multiplier (pengaruh berganda) terhadap
pendapatan dan kesempatan kerja memang meluas dan sangat berarti dalam ekonomi
masyarakat.
Arti
dan peranan konstruksi dalam pertumbuhan ekonomi harus dilihat dalam kaitannya
dengan serangkaian variabel ekonomi maupun variabel demografi : tumbuhnya generasi
demi generasi, perkembangan jumlah rumah tangga keluarga, gerak arus imigrasi,
dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi biaya tenaga kerja, harga bahan
bangunan, tingkat bunga, dsb. Semuanya itu secara bersamaan sangat mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi maupun fluktuasinya dalam gerak kegiatan ekonomi.
Siklus
Kuznets juga dianggap sebagai ciri penting dalam proses pertumbuhan dan
sehubungan dengan itu, pola pemikiran dalam sistem Kuznets merupakan sumbangan
yang berarti bagi perkembangan teori pertumbuhan. Bisa saja terjadi bahwa dalam
rangka siklus Kuznets gerak kegiatan ekonomi sedang menanjak dalam suatu tahap
ekspansi, akan tetapi dilihat dalam perkembangan jangka panjang (dalam rangka
gelombang Kondratieff) sudah berada dalam tahap kecenderungan yang sedang
menurun
Gelombang Kondratieff disebut di muka sebagai salah satu diantara
empat jenis siklus ekonomi. Gagasan Kondratieff kelak akan dibahas lebih lanjut
dan secara lebih luas dalam bagian tersendiri. Kerangka analisis dan pendekatan
dalam sistem pemikiran Kondratieff ditujukan kepada permasalahan dalam
perkembangan jangka panjang. Pola dan arah perkembangan tersebut dipengaruhi
oleh serangkaian faktor dinamika yang bersifat eksogen.
Sebelumnya
terlebih dahulu akan disimak pokok-pokok pemikiran siklus ekonomi sebagaimana
yang dikembangkan oleh sejumlah pakar ekonomi dalam bagian pertama abad XX :
mulai dengan Tugan-Baranowski di awal abad ini sampai dengan pemikiran
Keynes-Hansen pada pertengahan abad. Pemikiran-pemikiran yang dimaksud pada
umumnya berkisar pada gerak kegiatan ekonomi jangka pendek dan menengah dengan
menekankan pada peranan faktor dinamika yang lebih bersifat endogen.
Dalam
tinjauan ini, diadakan pembedaan antara beberapa kelompok teori siklus ekonomi.
Tolok ukur bagi masing-masing kelompok berkenaan dengan fakor dinamika yang
dianggap sebagai variabel strategis yang menyebabkan fluktuasi dalam
perkembangan ekonomi : arti dan peranan investasi, arti dan peranan konsumsi,
arti dan peranan fakor moneter.
1. 4. Peranan
Investasi dalam Siklus Ekonomi : Mikhailov Tugan-Baranowski (1865-1919); Arthur
Spiethof (1873-?)
Dalam
pandangan kelompok ini menaik-menurunnya kegiatan ekonomi bersangkutpaut dengan
perubahan-perubahan pada volume dan tingkat investasi, khususnya investasi
riil (barang modal fisik yang bersifat tetap).
Dalam
hubungan ini harus dibedakan antara investasi riil dan investasi finansial.
Investasi riil berkenaan dengan pembuatan peralatan barang modal yang baru. Hal
itu berarti secara riil terjadi tambahan netto pada barang
modal (nett capital formation) dari berbagai jenis dan ragam barang di
berbagai bidang, apakah itu dalam bentuk mesin, gedung komersial, perumahan,
dsb.
Di
pihak lain, investasi finansial terjadi dalam hal pembelian/ pengalihan milik
mengenai surat-surat berharga seperti saham atau obligasi, surat perbendaharaan
negara, surat berharga komersial dalam dunia usaha, dsb.
Dibidang
investasi riil lazim diadakan pembedaan antara : (i) investasi dalam barang
modal tetap yang meliputi a.l. peralatan pabrik, peralatan modal, konstruksi
bangunan; (ii) investasi dalam inventaris : stok persediaan barang berupa bahan
baku, bahan penolong/ setengah jadi, suku cadang, produk akhir.
Mikhailov
Tugan-Baranowski dengan bukunya Studien zur Theorie und Geschichte der
Handelskrisen in England (1901), terjemahannya dalam bahasa
Perancis, Les Crises indrustrielles en Angleterre(1913), dapat
dianggap sebagai pakar ekonomi paling terkemuka diantara pemikir-pemikir
ekonomi berbangsa Rusia yang sangat menonjol dalam abad XX sampai zaman pasca
revolusi Bolsyevik tahun 1917. Sebagaimana hanlnya dengan pakar-pakar ekonomi
Rusia lainnya, pola pendekatan Tugan-Baranowski terhadap masalah-masalah
ekonomi masyarakat sangat dipengaruhi oleh pandangan Karl Marx. Selain
kemahirannya dalam teori ekonomi, Tugan-Baranowski juga sangat mendalami ilmu
sejarah dan selalu melakukan perpaduan antara pemikiran ekonomi dengan
perkembangan sejarah. Dalam pada itu, ia juga mengenal dan terus-menerus
mengikuti perkembangan teori ekonomi di pusat-pusat pemikiran di Wina, Austria,
dan di Cambridge, Inggris. Tugan-Baranowski bukan merupakan pemikir Marxis yang
dogmatis, bahkan dalam banyak hal penting ia mengadakan pengkajian kritis
terhadap ajaran Marx.
Tugan-Baranowski
melengkapi dan menyempurnakan seperangkat pikiran yang landasannya telah
diletakkan oleh Clement Juglar. Suatu siklus dalam kegiatan ekonomi, menurut
Tugan Baranowski, boleh panjang atau pendek tergantung dari kondisi dan
konstelasi ekonomi yang secara nyata berlangsung pada tahap-tahap tertentu
dalam sejarah. Ia juga membenarkan hasil kajian Juglar tentang adanya
krisis-krisis yang terjadi secara berulang dalam perkembangan jarak waktu 7-11
tahun.
Inti
pokok dalam teori siklus ekonomi yang dikembangkan oleh Tugan Baranowski
berkisar pada saran pendapatnya tentang investasi sebagai faktor pendorong
utama dalam kegiatan ekonomi. Fluktuasi (perubahan-perubahan yang
menaik-menurun) pada investasi menyebabkan fluktuasi dalam kegiatan ekonomi
mesyarakat secara menyeluruh. Ciri perkembangan ekonomi inilah yang kurang
dijelaskan dalam sistem pemikiran Juglar.
Kenyataan
empiris menunjukkan bahwa fluktuasi besar dalam kegiatan ekonomi adalah fluktuasi
yang ada sangkutpautnya dengan perubahan-perubahan dalam produksi barang modal.
Hal ini mengandung ramifikasi luas bagi kegiatan di sektor-sektor lainnya,
termasuk industri untuk barang konsumsi. Dalam hubungan ini, diungkapkan
tentang adanya interdependensi antara berbagai ragam kegiatan ekonomi dan
cabang industri dalam tata susunan ekonomi secara menyeluruh. Produksi barang
modal menimbulkan permintaan akan barang-barang lain. Dalam tahap ekspansi
akumulasi pembuatan barang modal meningkatkan permintaan umum akan hasil
produksi industri lain. Dalam proses tersebut, pendapatan masyarakat bertambah
secara berlipat sebagai akibat tambahan netto pada investasi riil.
Dengan
kata lain, disini sudah mulai terlihat paham tentang multiplier sebagaimana
akan dikembangkan puluhan tahun kemudian oleh Keynes dan para pengikutnya.
Dalam kerangka pemikiran Tugan-Baranowski masalah ini belum ditanggulangi
secara lengkap tuntas karena tidak ditemukan atau dikembangkannya paham
mengenai hasrat marginal berkonsumsi.
Ekspansi
kegiatan ekonomi dibiayai dari tiga sumber : (1) tabungan dan cadangan yang
tersedia yang belum digunakan; (2) tabungan berjalan dari peningkatan
pendapatan; (3) kredit perbankan yang menjadi semakin longgar.
Produksi
barang modal riil mulai berkurang dan akan berakhir pada tahap dimana sumber
dana pembiayaan semakin menciut, khususnya dari kredit perbankan.
Krisis
dibidang industri terjadi setelah adanya krisis finansial. Namun menurut
pendapat Tugan-Baranowski, kesulitan moneter bukan menjadi sebab utamanya,
melainkan merupakan fenomena sekunder sebagai akibat dari ebab yang lebih
mendasar. Hal terakhir ini berkenaan dengan ketidakseimbangan dan
disproporsionalitas antara akumulasi sumber daya produktif dan kemampuan untuk
berkonsumsi.
Krisis
yang disusul oleh resesi dan pada gilirannya menjurus ke depresi berarti
kegiatan ekonomi semakin berkurang dan menurun sampai tingkat yang rendah dan
tertekan. Hal itu menyebabkan adanya ketidakseimbangan dan ketimpangan dalam
alokasi dan penggunaan sumber daya produksi secara proporsional diantara
berbagai sektor ekonomi dan berbagai ragam industri. Dengan kata lain, terjadi
distorsi dalam alokasi atau pola penggunaan sumber daya produksi. Ada beberapa
jumlah cabang ekonomi dimana dialami produksi yang berlebihan, ada
cabang-cabang lain dimana dirasakan kekurangan produksi. Dalam keadaan
demikian, keseimbangan antara penawaran agregatif dan permintaan agregatif juga
menjadi goncang. Hal itu menyebabkan apa yang oleh Tugan-Baranowski dimaksud sebagai
“kelebihan produksi diatas kemampuan berkonsumsi”. Tetapi pengertian tersebut
harus dianggap dalam arti relatif, karena menunjuk pada ketimpangan dalam
penggunaan sumber daya produktif diantara sektor-sektor ekonomi. Dari segi
lain, hal ini juga dapat dilihat sebagai ketimpangan antara tabungan dan
investasi.
Semua
itu mengakibatkan timbulnya kesulitan dibidang uang dan kredit. Faktor lain
yang mempertajam disparitas dan distorsi dalam proses produksi dan konsumsi
ialah terjadinya banyak spekulasi dikala kegiatan ekspansi semakin meningkat.
Kelak
suatu keseimbangan yang baru hanya bisa tercapai dengan tersisihnya sebagian
peralatan modal di sektor-sektor yang mengalami ekspansi secara berlebihan
(menjadi usang atau berkarat sehingga kehilangan arti ekonomis dan teknis).
Keadaan
stagnasi umum menyusul tahap ekspansi. Siklus ekonomi beralih dari tahap
kemakmuran menjadi resesi dan menuju tahap depresi. Dalam tahap depresi itu,
kemudian akan terjadi lagi akumulasi sumber dana pembiayaan. Tersedianya dana modal
tersebu akan mendorong penggunaannya dalam investasi barang modal. Hal ini
memulihkan keadaan ekonomi dan membangkitkan kegiatan usaha ke arah tahap
ekspansi yang kemudian menuju ke titik puncaknya. Terjadilah krisis lagi dan
keadaan berbalik menjadi resesi menuju depresi. Dengan begitu siklus kegiatan
ekonomi berjalan menurut suatu gelombang yang baru.
Perubahan
teknologi untuk sebagian besar bersangkut paut dengan serangkaian faktor
kekuatan yang bersifat eksogen.
Pendapat
Mitchell yang mengatakan bahwa seolah-olah perubahan-perubahan kumulatif yang
terjadi dalam urutan tahapan siklus ekonomi semuanya bersumber dari variabel
yang bersifat endogen, tidak mempunyai dasar yang cukup kuat dan sukar sekali
untuk diterima begitu saja.
Selanjutnya
dalam pemikiran Mitchell, tahap eksistensi akan berakhir dengan sendirinya. Hal
itu disebabkan oleh meningkatnya biaya, sedangkan peningkatan biaya berkaitan
dengan sifat ekspansi itu sendiri. Dalam proses semakin meningkatnya kegiatan
ekspansi, akan terjadi akumulasi berbagai faktor yang masing-masing dan secara
bersamaan cenderung menaikkan tingkat biaya, diantaranya: meningkatnya bunga,
sewa rumah, sewa gedung komersial, depresi atau biaya pergantian (replacement)
dari peralatan modal yang terpasang, bahan baku, upah buruh, dan lain-lain
sebagainya.
Pengeluaran-pengeluaran
biaya itu menjadi semakin besar, sedangkan di pihak lain dana untuk investasi
berkurang. Penyediaan dana modal untuk dunia usaha tidak mencukupi lagi
dibandingkan dengan permintaan. Lagi pula dana dana tersebut tidak dapat
disediakan dengan tingkat bunga dari waktu sebelumnya. Pada tahap kegiatan yang
dimaksud, persyaratan unutk pinjaman jangka panjang menjadi terlalu berat
sehingga hasrat untuk investasi juga menurun.
Mitchell
menekankan perhatiannya pada segi peningkatan biaya. Perkembangan tersebut
tidak dapat disertai atau diikuti secara sepadan oleh peningkatan harga barang
konsumsi dan produksi, karena peningkatan harga barang mengandung batasnya
sendiri.
Dalam
hubungan ini disebutkan serangkaian kendala terhadap peningkatan harga, di
antaranya: (1) harga berbagai jenis barang modal mempunyai sifat kaku; (2) di
kala biaya produksi dan konstruksi sangat meningkat dan begitu pula bunga untuk
pinjaman jangka panjang, hal itu satu sama lain tidak mungkin dilimpahkan
dengan begitu saja kepada para pemakai; (3) di beberapa sektor dan subsektor
ekonomi terjadi kelebihan kapasitas produksi disebabkan oleh salah perkiraan
semula.
Sekali
keadaan ekonomi berbalik dan perkembangan mulai menurun, maka terasalah akibat
proses kumulatif berbagai rupa perubahan dan keganjilan yang dimaksud oleh
Mitchell di atas. Keadaan mengalami krisis diikuti oleh resesi yang (bisa)
menjurus ke depresi.
Apa
yang dibeberkan oleh Mitchell merupakan suatu uraian (deskriptif) mengenai
berlangsungnya siklus dalam kegiatan ekonomi. Akan tetapi tidak ada penjelasan
mengenai sebab-sebab dinamika yang menggerakan kegiatan tersebut, selain biaya
yang semakin meningkat yang akhirnya menetukan laba-rugi usaha. Tidak
dijelaskan pula tentang faktor-faktor yang menyebabkan fluktuasi pada investasi
riil.
Walaupun
oleh Mitchell disimak hampir secara menyeluruh serangkaian teori dari sejumlah
pakar lainnya mengenai siklus ekonomi, segala sesuatu itu juga disajikan
dalam karyanya yang disebut di atas, Wesley Mitchell sendiri dengan sadar dan
sengaja tidak menyusun dan menyajikan sebuah teori umum mengenai siklus
ekonomi. Sebab, ia berpendapat bahwa setiap siklus ekonomi mempunyai ciri-ciri
khas tersendiri. Hal yang penting bagi Mitchell ialah agar dikumpulkan secara
cermat data-data empiris-statistik yang berkenaan dengan masing-masing siklus
ekonomi dalam perkembangannya.
Tujuan
dan perhatian Mitchell ialah untuk mengadakan deskripsi mengenai urutan tahapan
dalamserentetan kejadian ekonomi (sequence of economic events).
Gambaran yang diperoleh dengan begitu memang menunjukkan adanya pola yang
tertentu dalam perkembangan satu siklus ke siklus lainnya. Akan tetapi satu
sama lain berjalan dalam kerangka keadaan dimana segi institusional lebih
kurang tetap sama. Dalam uraian serupa itu, akan tersedia suatu pandangan
mengenai kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi pola dan arah siklus dalam
kegiatan ekonomi. Namun, hal itu tidak memuat penjelasan atau kajian tentang
sebab-sebab yang mendasari perana kekuatan-kekuatan yang menentukan
perkembangan ekonomi.
Wesley
Mitchell dalam pendekatannya terhadap permasalahan siklus ekonomi dapat
dianggap sebagai penerus dari karya ilmiah yang dirintis oleh Clement Juglar
dalam abad XIX.
Mitchell
memang mengaku sebagai pengagum Juglar yang dianggapnya telah menciptakan
sebuah karya besar dalam hal pengumpulan fakta (great book of facts). *)
Sumbangan
besar karya Mitchell ialah bahwa serangkaian tinjauan atas masalah-masalah
ekonomi dilengkapi dengan data-data empiris-statistik yang amat banyak dan
sangat luas. Oleh Mitchell dirintis kelengkapan tinjauan ekonomi dengan
dukungan ilmu statistik dan ilmu matematika. Hampir sepuluh tahun kemudian oleh
seorang pakar ekonomi lainnya, Simon Kuznets yang juga berasal dari National
Bureau of Economic Research, dilakukan paduan integratif antara teori
ekonomi-ilmu statistik-ilmu matematika. Pengumpulan data-data empiris-statistik
oleh Kuznets didasarkan atas dan disusun ke dalam suatu kerangka analisis ekonomi
sehingga dapat disajikan sebuah teori siklus ekonomi yang khusus menyangkut
pembentukan modal dan pendapatan.
D. Faktor Moneter dalam Siklus Ekonomi
Friedrich von Hayek (1899-…); R. C. Hawtrey (1879-1975)
Catatan pengamatan umum
Selalu
terdapat perbedaan pandangan di antara para ahli ekonomi mengenai sifat
hubungan antara perkembangan harga dan siklus kegiatan ekonomi.
Sementara
kalangan berpendapat bahwa perkembangan harga menjadi sebab utama yang
mempengaruhi jalannya siklus ekonomi. Sebaliknya, banyak kalangan lain
berpendirian bahwa perkembangan harga merupakan akibat dari peranan-peranan
kekuatan yang lebih mendasar dalam kegiatan ekonomi riil (dalam kegiatan
produksi, transportasi, perdagangan). Faktor-faktor fundamental dalam ekonomi
riil itulah yang mengandung dampak terhadap siklus ekonomi sehingga pola
perkembangan ekonomi ditandai oleh menaiknya atau menurunnya harga barang dan
jasa.
Di kala
kekuatan-kekuatan mendasar itu menyebabkan semakin meningkatnya ekspansi
kegiatan ekonomi, maka akan terjadi kenaikan harga. Sebaliknya, jika
kekuatan-kekuatan yang mendorong kegiatan ekonomi menjadi lemah, maka
perkembangan menjurus ke stagnansi yang ditandai oleh tingkat harga yang rendah
dan tertekan. Dalam pandangan ini harga dianggap sebagai akibat dari
serangkaian kekuatan yang mendasari fenomena ekonomi pada permukaan.
Perkembangan harga dalam jangka menengah dan jangka panjang harus dilihat
sebagai pertanda (indikator) dari dampak kekuatan yang lebih mendalam, yang
menimbulkan adanya tahap ekpansi ataupun tahap depresi dengan keadaan
stagnansi.
Kecenderungan
dalam perkembangan harga merupakan semacam termometer-statistik untuk
memantau lama-tidaknya tahap ekspansi ataupun panjang-pendeknya tahap resesi
dan depresi.
Di
pihak lain, golongan ahli ekonomi yang menganut pandangan yang berlainan,
justru mengutamakan peranan jumlah uang dan harga sebagai faktor utama yang
mempengaruhi pola perkembangan ekonomi.
Sebab-sebab
bagi kegiatan ekspansi ataupun keadaan stagnansi langsung berkaitan dengan
gerak perkembangan harga; sedangkan perkembangan harga bersangkutpaut dengan
perubahan-perubahan pada jumlah uang dalam peredaran. Perkembangan moneter
menjadi sebab utama bagi kecenderungan dalam perkembangan harga. Pada
gilirannya perkembangan harga mempengaruhi siklus kegiatan ekonomi.
Perkembangan
harga yang cenderung menaik mengandung dampak awal yang menguntungkan kegiatan
ekonomi sehingga mendorong ke arah ekspansi jangka menengah atau panjang.
Sebaliknya kecenderungan harga yang menurun akan menekan kegiatan usaha
sehingga perkembangan menjurus kepada stagnansi dalam kegiatan ekonomi pada
umumnya.
1. 1. Friedrich
von Hayek, Monetary Theory and The Trade Cycle (1933); Prices and Production
(1935)
Dia
adalah seorang pemikir ekonomi yang tenar dalam tahun 1974 meraih Hadiah Nobel
di bidang ilmu pengetahuan ekonomi. Hayek dianggap sebagai wakil utama dari
kelanjutan mazhab Austria dalam abad XX ini. Sejak tahun 30-an dan selama enam
dasawarsa, peranan Hayek sangat menonjol sebagai pemikir dan pengarang yang
amat produktif dalam dunia ilmu ekonomi. Hayek merupakan tokoh pendahulu
(bersama Irving Fisher sebelumnya) dari aliran golongan monetaris (Milton
Friedman) dan pendukung teori ekspektasi rasional (Lucas) yang berpengaruh di
dasawarsa ’70 dan dasawarsa ’80. Hayek mula-mula belajar ekonomi di Universitas
Wina dan berguru pada Friedrich von Wieser. Kemudian secara berturur-turut
Hayek menjadi guru besar di Universitas Wina, dalam tahun 1930 pindah ke
Inggris menjadi guru besar di London School of Economics, dan di tahun 1950
menjadi guru besar d Universitas Chicago, Amerika Serikat. Sejak tahun 1962 ia
kembali ke Eropa dan menjadi guru besar di Universitas Frieburg, Jerman Barat
dan di Universitas Salzburg, Austria.
Ciri
pokok dalam pemikiran Hayek ialah keterkaitannya antara teori tentang uang dan
teori tentang siklus ekonomi. Sedangkan teorinya tentang siklus ekonomi
merupakan suatu integrasi antara teori moneter dan teori tentang modal.
in
Business Cycke Theory (1944)
Hawtrey
adalah seorang ahli moneter yang terkenal pada masa antera Perang Dunia I dan
Perang Dunia II. Pandangannya mengenai masalah-masalah moneter dan siklus
ekonomi dianggap dekat dengan alam pikiran Cambridge School di Inggris,
walaupun Hawtry bukan seorang alumni Universittas Cambridge. Kariernya selama
40 tahun sebagai pejabat tinggi di Derpartemen Keuangan Inggris (Threasusy) dan
ia baru berkecimpung dalam dunia akademik setelah berstatus purnawirawan
setelah berusia 65 tahun dan menjadi Guru Besar dalam matakuliah Ekonomi
Internasional.
Pemikiran
Hawtrey sebagai seorang ahli moneter berkisar antara teori kuantitas tentang
uang dan hubungan dengan teori tentang Siklus Ekonomi. Teori kuantitas
dianggapnya sebagai penting, bahkan sebagai syarat dalam setiap pendekatan
terhadap masalah-masalah ekonomi moneter. Akan tetapi menurut Hawtrey teori
kuantitas itu pada dirinya sendiri belun mencukupi karena harus dikaitkan
derngan pendapatan uang dan pengeluaran uang dalam masyarakat.
Dalam
kerangka analisis Hawtrey, , kini sudah terlihat suatu pola pendekatan yang
berkisar pada hubungan antara pendapata dan pengeluaran (income expenditure
approach) serta penggunaan konsep makro agregatif sebab pendapatan dan
pengeluarandiartikan sebagai jumlah seluruhnya dalam ekonomi masyarakat.
Pokok
pemikiran Hawtrey adalah, pendapatan yang menentukan pengeluaran uang,
pengeluaran tersebut menentukan permintaan dan permintaan menentukan harga.
Perhatikan pula, bahwa disini Hawtrey menunjuk pada pengertian tentang
permintaan efektif.
Teori
tentang siklus ekonomi yang dikembangkan oleh Hawtrey didasarkan atas peranan
uang. Gerak perkambangan harga dan stok barang disebabkan dan didorong oleh
fluktuasi dalam jumlah uang dan kredit.
Gerak
gelombang kegiatan ekonomi yang menaik dan menurun bersumber smata-mata
dari factor moneter. Persediaan stok barang-barang adalah sangat peka terhadap
tingkat bunga (interest elastic), oleh karena simpanan stok yang bersangkutan
dibiayai oleh pinjaman. Investasi dalam modal tetap juga peka terhadap bunga,
berdasarkan analisis mengenai efisiensi marginal dari modal. Dalam hal terakhir
ini, saranan pendaapt Hawtrey didasarkan atas pemikiran Alfred Marshall
mengenai produktivitas marginal dan modal.
Segi
moneter yang penting dalam pandangan Hawtrey berkenaan dengan siklus kegiatan
ekonomi ialah mengenai peranan persediaan(cadangan) uang tunai. Persediaan uang
tunai tersebut mencakup uang kartal, uang giral, dan deposito.
Masyarakat
ramai biasanya mempunyai sejumlah persediaan tunai. Hal ini berlaku bagi
perorangan, rumah tangga keluarga, maupun satuan usaha. Permintaan akan uang
dalam bentuk seruapa itu berdasarkan akan kebutuhan untuk transaksi atau
sebagai cadangan untuk hal-hal yang tidak terduga (precautionary demand) dan
sebagian lagi sebagai akumulasi berbagai rupa tabungan.
Nisbah
(tingkat perimbangan) antara persediaan tunai itu terhadap pendapatan mempunyai
sifat yang rata-rata agak konstan. Jika persediaan tunai dinyatakan sebagai M,
pendapatan sebagai Y, dan tingkat perimbangan yang bersnagkutan sebagai k, maka
terdapat persamaan M = kY. Tentu adakalanya terdapat variasi-variasipada
tingkat k. namun menurut Hawtrey, vaeiasi-variasi itu berjalan pada batas-batas
tertentu. Maka pertimbangan antara persediaan tunai dengan pendapatan dapat
dinggap konstan.
Dikala
para pengusaha meminjam dari bank untuk membiayai pembelian sarana-sdarana yang
diperlukan dalam proses produksi ataupun untuk menambah persediaan stok barangnya,
maka dalah hal demikian akan tercipta uang baru. Ekspansi kredit yang
bersangkutan berawal dari respon dunia usaha terhadap tingkat bunga. Pengusaha
berusaha senantiasa cenderung menggunakan uang dengan harga murah (tingkat
bunga rendah) guna memepercepat atau menambah pembelian-pembeliannya. Uang baru
yang bersangkutan mengalir dalam masyarakat dan khalayak kini menguasai
persediaan tunai yang agak berlebihan. Persediaan tunai yang ditahan menjadi
lebih besar oleh karena untuk sementara pendapatan melebihi pengeluaran. Pada
gilirannya setelah beberapa waktu, pengeluaran juga aan bertambah. Sebagian
dari persediaan tunai mengalir kembali kepada dunia usaha. Akan tetapi sebagain
lainnya masih ditahan oleh khalayak sebab mereka hendak mempertahankan nisbah
(tingkat perimbangan) yang dalam analisis Hawtrey dianggap konstan antara
persediaan tunai terhadap pndapatan yang sudah bertambah dalam proses dimaksud
diatas.
Dalam
dunia usaha persediaan stok menjadi berkurang karena pengeluaran yang dilakukan
oleh para konsumen. Pengeluaran menurun sampai dibawah tingkat yang biasanya
dipertahankan dalam pengelolaan usaha yang bersangkutan.
Pada
saat itu ada kecenderungan untuk menggunakan tambahan tunai (yang tadi mengalir
kembali dari pihak konsumen) guna melakukan pembelian untuk melengkapi
persediaan stok barangnya. Karena volume penjualannya juga telah bertambah,
kini lazimnya diadakan stok barang pada tingkat yanglebih tinggi dibandingkan
dengan tahap sebelumnya. Hal itu berarti akan diadakan tambahan pinjaman dari
bank sehingga volume kredit perbankan menjadi lebih besar lagi.
Menurut
Hawtrey dalam tata susunan ekonomi dimana uang menjalankan peranan penting dan
dengan praktek lembaga-lembaga keuangan yang berjalan, ada kecenderungan kearah
timbulnyafluktuasi. Selama jumlah kredit diatur berdasarkan nisbah cadangan
(reserve ratics), selalu akan terjadi siklus ekonomi secara berulang yang
ditandai oleh naik turunnya kegiatan usaha.
Selalu
memakan waktu, sebelum arus uang (baru) dalam peredaran mengalir kembali.
Factor waktu ini menyebabkan terjadinya kelambatan mengenai dampak dari
ekspansi kredit maupun kontraksi kredit. Jika bank sentral menunggu secara
pasif sampai saatnya cadangan perbankan dipengaruhi oleh dampak momentum
sesuatuekspansi kredit atau suatukontraksi kredit dan tidak mengambil tindakan
sebelum itu, maka tidak dapat dihindarkan adanya ekspansi kegiatan ekonomi yang
semakin meningkat yang kelak disusul oleh keadaan depresi dan pengangguran.
Ekspansi
kredit dan kontraksi kredit yang susul menyusul sevara periodic merupakan
akibat kelambatan reaksi dari pihak pemegang persediaan uang tianai terhadap
gerak gerik kredit perbankan. Ekspansi kredit tidak segera disertai
oleh pertambahan penerimaan bagai para karyawan dunia usaha. Disaat penerimaan
itu bertambah, sebagian besar dari tambahan akan dikeluarkan dan tidak ditahan
sebagai persediaan uang tunai. Uang yang dikeluarkan pada suatu hari, dan
melalui took-toko kemmbali ke dunia perbankan beberapa hari kemudian, semua itu
tidak mempengaruhi cadangan perbankan.
Dengan
penerimaan yang bertambah terus, persediaan juga meningkat secara bertahap.
Kecenderungan ini akan terus berlaku sampai persediaan tunai mencapai tingkat
perimbangan yang sepadan dengan pertambahan penerimaan.
Akan
tetapi proses yang dimaksud itu memakan waktu yang cukup lama. Bertambahnya
persediaan uang tunai tidak terlaksana secepat bertambahnya penerimaan.
Persediaan uang tunai pertambahannya selalu ketinggalan dibandingkan dengan
pertambahan penerimaan. Kredit perbankan mula-mula meningkat, kelak penerimaan
bertambah dan pertambahan npada persediaan tinai baru menyusul kemudian.
Kecenderungan tersebut akan menguras cadangan perbankan sampai pada suatu
saat keadaan berbalik dan uang semakin mengalir ke bank.
Hal itu
membawa akumulasi cadangan perbankan yangmulai berlebihan. Keadaan tersebut
pada gilirannya membuka kesempatan untuk ekspansi kredit lagi.
Factor
waktu itu karena sebagian uang dalam peredaran untuk beberapa lama senantiasa
ditahan sebagai persediaan tunai di kalangan khalayak. Menyebabkan terjadinya
osilasi naik turunnya kegiatan ekonomi dalam kehidupan masyarakat.
Akumulasi
cadangan perbankan yang berlebihan mendorong para bankir untuk menurunkan
tingkat bunganya. Hak ini memberikan perangsang bagi para pengusaha untuk mengadakan
atau menambah ppinjaman ke bank. Harga barang cenderung naik dan kemudian upah
meningkat. Akan tetapi beberapa akan berlalu sebelum satu sama lain menjelma
menjadi uang yang beredar sehari-hari dalam pergaulan.
Pada
bankir biasanya tidak menyadari bahwa telah terjadi suatu ekspansi perkreditan
yang berlebihan, sdampai uang yang terus mengalir keluar dari bank-bank sudah
sangat mengurangi nisbah cadangan perbankan sendiri. Pada tahap itu jumlah
kredit yang masuk dalam peredaran sudah jauh melampauitingkat yang dianggap
lazim dan wajar dalam dunia perbankan. Pada saat itulah bank-bank meningkatkan
tingkat bunga diskontonya. Hal ini menyebabkan para pengusaha mengurangi
persediaan stoknya dan pada gilirannya mengurangi pesanan ordernya kepada pihak
produsen pemasoknya. Harga barang akan menurun, akan tetapi tingkat upah
biasanya masih bertahan dalam beberapa waktu. Begitu pula persediaan uang tunai
pada saat itu masih bertahan di kalangan masyarakat umum. Dikala persediaan
uang tunai mengalir kembali dalam jumlah uang besar kedalam dunia perbankan,
sebenarnya sebelum itu adalah terjadi suatu kontraksi dalam perkreditan bank.
Dalam
keadaan demikian, dengan masuknya lagi banyak uang kedalam bank, nisbah
cadangan perbankan meningkat lagi. Dengan kata lain kini dialami liquiditas
yang berlebihan dalam dunia perbankan. Tingkat diskonto bank akan diturunkan
lagi sebagai perangsang bagi para pengusaha untuk mengmbah stoknya dan
meningkatkan volume transaksi usahanya. Dengan begitu akan mulai lagi tahap
ekspansi dalkam kegiatan ekonomi.
Suatu
kedaan equilibrium hanya akan terpelihara jika tidak terjadi kelambatan waktu
yang dimaksud diatas sebab factor kelambatan waktu itulah yang menyebabkan
gerak gerik yang silih berganti antara kelebihan dan kekurangan pada cadangan
perbankan. Satu sama lain berkaitan dengan praktek-praktekkebijaksanaan
moneter/perbankan untuk mendasarkan suatu cadangan perbankan pada nisbah
(rasio/tingkat perimbangan) antara cadangan perbankan dan jumlah uang dalam
peredaran (tingkat cadangan dinyatakan sebagai persentae dari jumlah kredit
yang masuk peredaran uang). Kenyataan tersebut oleh Hawtrey diaanggap sebagai
sebab utama bagi terjadinya gerak gelombang dalam siklus ekonomi.
Hawtrey
kini mengemukakan pendapatnya agar bank sentral sebagai badan pengatur moneter
jangan mengutamakan cadangan perbankan dalam nislahnya dengan jumlah uang yang
beredar melainkan harus berpangkal pada arus (flow) dalam daya beli
masyarakat. Sebab yang mengambil peranan penting ialah arus uang itu yang
secara efektif menjadi arus daya beli, dan bukan jumlah uang (sebagai stok)
yang beredar pada suatu ketika. Sebab persedfiaan uang tunai yang tidak
dikeluarkan itu (cash balance atau dalam istilahHawtrey unspent margin)
mencakup uang kartal yang beredar beserta kredit yang dipinjam dari bank.
Dalam
keadaan dimana tidak pengawasan atau pengaturan terhadap dunia perbankan, maka
tingkat bunga diskonto ditentukan secara otomatis oleh nisbah cadangan
perbankan sendiri. Keadaan serupa itulah yang menyebabkan bank-bank sering
terlambat untuk mencegah terjadinya inflasi ataupun deflasi. Oleh karena itu,
hebdsaknya tingkat diskonto dinaikan ataupun diturunkan dengan lebih cepat oleh
bank sentral. Dengan jalan tersebut, dapat diadakan stabilisasi pada arus daya
beli dan pada tingkat harga umum. Dalam pandangan Hawtrey, pengendaklian
tingkat bunga seperti yang dimaksud sudah cukup efektif untuk menggulangi
guncangan harga yang naik turun dalam siklus ekonomi.
Pokok
permasalahan berekisar antara cepat lambatnya respons dan reaksi oleh pihak
para pegdagang. Sebab hal ini merupakan factor strategis dalam proses
kegiatan usaha. Masalah mengatur stabilisasi harga menyangkut mengatur pinjaman
dari bank kepada dunia usaha.
Volume
pinjaman tersebut dapat diatur melalui tingkat diskonto. Pengendalian tingkat
diskonto harus dilakukan ileh bank sentral lepas dari nisbah cadangan perbankan
terhadap volume kredit yang dipiinjamkannya. Harus pula didasarkan pemantauan
bank sentral terhadap arus daya beli dalam pergaulan (menyangkut kalangan usaha
maupun rumah tangga keluarga).
Tingkat
diskonto dalam kebijaksanaan moneter/perbankan menurut pandangan Hawtrey sangat
mempengaruhi perilaku para pengusaha/pedagang dang kegiatan dalam dunia
perdagangan. Fluktuasi dalam pembelian oleh para pengusaha merupakan titik
pusat dalam fluktuasi kegiatan dunia usaha umumnya. Dikala para
pengusaha/pedagang mengurangi persediaan stok barangnya dan mengurangi
pesanan pembeliannya. Hal itu akan mengurangi produksi dan menyebabkan bertambahnya
pengangguran. Kemudian penerimaan juga menurun lagi sehingga pengeluaran untuk
pembelian menjadi semakin berkurang. Kecenderungan dalam proses tersebut juga
berlaku untuk arah jurusan yang sebaliknya. Gerak perkembangan yang naik turun
berawal dari pihak kalangan pedagang dan kemudian meluas pada golongan-golongan
lain dalam masyarakat.
Kelemahan
pokok dalam kerangka analisisdan garis pemikitan Hawtrey lagi-lagi melekat pada
haluan pendangan yang secara berat sebelah terpusat/terbatas pada peranan uang
dan perbankan, seakan-akan meremehkan pertimbangan-pertimbangan yang mendorong
kegiatan usaha dalam kegiatan ekonomi riil. Dalam kenyataan pengelolaan usaha,
maka fluktuasi pada persediaan stok barang lebih dipengaruhi oleh pemikiran
pengusaha mengenai prospek tentang penjualan barang dan perkembangan harga.
Bilamana prospek perkitaannya tentang penjualan itu cerah, maka pengendalian
yang semata-mata menyangkut tingkat bunga diskonto kiranyatidak mengandung
dmpak besar terhadap tingkat investasi dan volume dalam persediaan stok.
1. D. Pendekatan
Ekonometrik Terhadap Siklus Ekonomi
Jan Timbergen (1930); Ragnar Frisch (1895-1973)
Ekonometri
sebagai cabang penting dari ilmu ekonomi berpokok pada perpaduan antara teori
ekonomi, ilmu matematika, dan ilmu statistik. Ketiga disiplin ilmu tersebut
masing-masing merupakan jalur jalur peralatan analisa yang diperlukan dalam
pendekatan terhadap masalah ekonomi.
F. Sintesis dalam Teori Siklus Ekonomi : John
Maynard Keynes (1883-1946); Alvin H. Hansen
Dalam
pandangan Keynes dalam bukunya The General Theory of Employment, Interest and
Money (1936), perkembangan depresi dan deflasi (tingkat harga umum yang
tertekan dan daya beli riil yang rendah) serta ekspansi dan inflasi pada
hakekatnya merupakan permasalahan yang berkisar pada permintaan agregatif.
Perubahan pada permintaan agregatif mempengaruhi fluktuasi pada produksi dan
kesempatan kerja.
Pendekatan
Keynes terhadap masalah ekonomi dan kebijakannya adalah dengan pengendalian
permintaan agregatif : melalui kebijakan fiskan dengan menciptakan deficit
dalam keadaan depresi dan melakukan surplus dalam perkembangan ekspansi. Keynes
juga menekankan pentingnya kebijakan moneter yang berhubungan dengan kebijakan
fiscal yang harus melakukan respon terhadap segi permasalahan lainnya,
khususnya yang menyangkut tingkat bunga.
Pokok
pemikiran Keynes mengenai siklus ekonomi ialah bahwa boom (tahap ekspansi) dan
slump (tahap resesi dan depresi) yang saling susul ada kaitannya dengan
fluktuasi pada efisiensi marginal dari modal dibandingkan dengan tingkat bunga.
Siklus
dalam kegiatan ekonomi terjadi karena adanya perubahan dalam efisiensi marginal
dari modal. Hal itu dipertajam dengan hasrat likuiditas (liquidity preference)
dan hasrat berkonsumsi (propensity to consume). Perubahan hasrat likuiditas dan
konsumsi ini mempengaruhi osilasi dan amplitude dalam perkembangan siklus
ekonomi.
Kemudian
kerangka analisis pemikiran Keynes dikembangkan oleh Alvin Hansen, Fiscal
Policy and Business Cycles (1941); business cycles dan National Income (1951).
Dalam pandangan Hansen adalah sangat penting untuk membedakan antara dua
perubahan yang menyangkut gerak menurunnya efisiensi marginal dari modal.
Pertama,
tingkat efisiensi marginal dari modal bisa menurun pada pola garis kurva.
Kedua, efisiensi marginal dari modal juga bisa berubah karena terjadi
pergeseran (shift) dari garis kurva itu sendiri. Huasil dari kombinasi yaitu
menurunnya efisiensi marginal dari modal pada suatu kurva dan bergesernya kurva
dari efisiensi marginal itu, mungkin justru meningkatkan efisiensi marginal
dari modal.
Demikianlah
secara pokok kelengkapan penafsiran Hansen terhadap pemikiran semua yang
darumuskan oleh Keynes.
Keynes
juga menunjukkan beberapa sebab berbeda yang mendorong gerak efisiensi marginal
dari modal:
(1)
Ada kalanya gerak efisiensi marginal tersebut didasarkan atas
perkiraan/penilaian yang realistis mengenai kebutuhan akan investasi modal
dalam proses pertumbuhan
(2)
Namun, sering terjadi pula rencana gerak (schedule) efisiensi marginal dari
modal terdorong oleh perkiraan-perkiraan yang sangat spekulatif mengenai
imbalan jasa yang (diharapkan) akan diperoleh di masa depan.
Tetapi
ketika timbul kesangsian dan keraguan sekitar benar-salahnya perkiraan yang
dimaksud, maka suasana dunia usaha berbalik dari optimis-spekulatif menjadi
sangat pesimis. Dengan keadaan demikian, perkembangan keadaan berubah dengan
tiba-tiba dan dampak perubahannya sangat tajam dan luas. Oleh sebab itu,
penjelasan tentang terjadinya suatu krisis bukanlah terletak pada terlalu
meningkatnya investasi, melainkan pada keruntuhan secar tiba-tiba efisiensi
marginal dari modal.
Dalam
perkembangan tahap ekspansi, ada dua hal yang harus diperhatikan : (1)
Pertambahan pada barang modal sudah tersedia disertai oleh biaya produksi yang
meningkat; (2) Pertambahan barang modal dan meningkatnya biaya produksi
masing-masing dan secara bersamaan cenderung untuk mengurangi efisiensi
marginal dari modal.
Pada
tahap akhir ekspansi, sering berlangsung suasana ekspektasi yang sangat optimis
mengenai imbalan jasa yang dapat diperoleh di masa depan. Perkiraan tentang
imbalan jasa melampaui perkiraan tentang peningkatan biaya dan mungkin juga
tentang peningkatan bunga. Jika kelak perkiraan itu salah, maka akan timbul
kesangsian dan keraguan sekitar prospek imbalan jasa dari investasi. Satu sama
lainnya membawa akibat berantai yang meluas.
Dari
uraian di atas, jelas bahwa Keynes member arti yang besar pada factor optimisme
yang mendorong kegiatan ekspansi secara berlebihan dan membawa kesalahan
perkiraan. Sementara itu Keynes kurang menonjolkan peranan perubahan teknologi
dan pertambahan penduduk yang keduanya dan masing-masing mempengaruhi
kecenderungan dalam gerak efisiensi marginal dari modal.
Faktor
yang menurut Keynes sangat mempengaruhi lama atau pendeknya tahap depresi
adalah masa waktu yang diperlukan untuk menampung dan menerap surplus
persediaan stok yang selama resesi dan depresi telah bertambah secara
kumulatif. Biaya yang tersangkut dengan penyimpanannya merupakan sesuatu yang
sangat penting, sehingga bukan tidak mungkin bahwa dalam keadaan itu investasi
menjadi negative. Lagi pula dalam tahap menurunnya kegiatan ekonomi (down
swing), dana modal kerja untuk barang-barang yang sedang dalam proses produksi
menjadi berkurang. Menurunnya investasi dalam barang modal mengandung dampak kumulatif
terhadap (dis)investasi dalam persediaan stok dan pada modal kerja.
Dalam
pandangan Hansen, dalam suatu keadaan tertentu dengan teknik produksi tertentu
dan jumlah penduduk tertentu dimana tingkat investasi dianggap tepat karena
adanya kesempatan kerja secara penuh (full employment), maka dalam
perimbangan-perimbangan keadaan serupa itu, tidak dapat diperanggungjawabkan
adanya tambahan investasi. Jika hal ini terjadi, maka bertambahnya barang modal
tetap pada tingkat itu sewaktu-waktu bisa menimbulkan goncangan dalam gerak
kegiatan ekonomi.
Kekurangan
dalam kemampuan berkonsumsi (underconsumption) merupakan tema pokok dalam
pemikiran ekonomi Robert Malthus, Principles of Political Economy (1878).
Pendapat Malthus tidalk disangkal oleh Keynes yang menerimanya sebagai
pengamatan kenyataan. Sementara itu, Keynes berpendirian bahwa underconsumption bukan
menjadi satu-satunya factor konstan-otonom yang mengekang kegiatan ekonomi.
Kegiatan ekonomi dapat ditingkatkan melalui peningkatan investasi dalam
produksi yang akan membawa kenaikan konsumsi. Oleh sebab itu, Keynes
berpendapat bahwa masalah kekurangan dalam kemampuan berkonsumsi tidak dapat
dianggap sebagai sebab sesuatu yang konstan. Sebab, keadaan tersebut dapat
ditanggulangi dengan meningkatkan investasi bersama usaha lain untuk menaikkan
konsumsi.
Inti
dalam kerangka pemikiran Keynes-Hansen ialah kestabilan pada pendapatan
(permintaan efektif) dan kesempatan kerja. Hal itu pula yang menjadi sasaran
pokok dalam kebijakan pengendalian siklus ekonomi. Dalam sistem Keynes-Hansen,
masalah siklus ekonomi dikembalikan sebagai bagian dari teori ekonomi umum.
Memang teori tentang siklus ekonomi harus berakar dalam suatu kerangka
landasan analisis-teoretis yang mencakup pembentukan pendapatan dan kesempatan
kerja serta masalah alokasi sumber daya dan dana yang sekaligus dapat menjelaskan
penyebab naik atau turunnya tingkat kegiatan ekonomi masyarakat.
G. Ulasan ringkas Teori Siklus Ekonomi. Interaksi antara
Kekuatan-kekuatan Endogen dan Eksogen
Ada
baiknya kita memperhatikan sifat serangkaian faktor dinamika yang mengambil
peranan strategis dalam mendorong kegiatan ekonomi yang berjalan menurut pola
gerak gelombang yang menaik dan menurun.
Seperti
setelah dibahas sebelumnya, dapat dibedakan antara faktor dinamika yang
bersifat endogen dan yang bersifat eksogen. Hal yang penting adalah segi
interaksinya (hubungan pengaruhnya secara timbal-balik) diantara kedua kelompok
jenis dinamika tersebut. Dengan berjalannya waktu, siklus bisnis semakin
berkurang kualitasnya.
·
Faktor-Faktor
Penentu Stabilitas
–
Semakin sempurnanya aliran modal
–
Kebijakan pemerintah semakin terbuka dan dapat diprediksi
–
Pemahaman pemerintah yang semakin baik terhadap kondisi perekonomian dapat
mencegah perekonomian menuju resesi
·
Pada
dekade 1990, ekonom AS berfikir bahwa siklus bisnis sudah mati. Di AS siklus
bisnis sudah tidak terjadi, tetapi SB muncul di negara lain.
·
Okun
mengatakan bahwa memang karena penyebab resesi sudah dikenali, sehingga resesi
dapat ditekan terjadinya, tetapi kita tidak akan mampu menghadang terjadinya
resesi.
SUMBER :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.