.

Senin, 30 Mei 2016

SIKLUS EKONOMI DAN BISNIS

            

1.    



      A. Siklus Ekonomi dan Bisnis
Siklus ekonomi adalah fluktuasi ekonomi yang melanda produksi nasional, pendapatan, kesempatan kerja, yang biasanya berlangsung selama 2 sampai 10 th, yang ditandai dengan adanya kontraksi dan ekspansi di seluruh sektor ekonomi.
Menurut Kusnendi (dalam Modul Makroekonomi), siklus bisnis ekonomi adalah fluktuasi pertumbuhasn ekonomi disekitar trendnya yang meliiputi masa depresi,recovery,boom, dan resesi.
Menurut Yanuar,SE,MM (dalam modul pengantar ekonomi makro), Siklus ekonomi adalah pasang surutnya kegiatan ekonomi di sekitar trend setelah dilakukan penyesuaian musiman
Siklus ekonomi adalah putaran kegiatanperekonomian, kadang kegiatan ekonomi lesu- banyak pengangguran, kadang kegiatan ekonomi bergairah-pengangguran kecil-produktivitas naik. (Magistra Media Maya Community Samarinda Option,pdf)
Siklus bisnis adalah suatu deretan masa resesi dan masa kemakmuran yang berulang-ulang dengan teratur dan yang meluas ke mana-mana.  Siklus siklus bisnis ini harus dibedakan dari variasi musiman (berkurangnya penjualan baju hangat pada musim panas) dan kecenderungan (trend) sekular (terutama yang berhubungan dengan populasi seperti ledakan kelahiran bayi). Tahapan-tahaan dari siklus bisnis ini adalah tahapan kulminasi, kontraksi, resesi, nadir, perbaikan, dan ekspansi. (John Petroff. Translation 2005 Roy Sukamto)
Slump / Resesi / Lembah
Resesi adalah penurunan aktivitas ekonomi yang meluas ke mana-mana. Penurunan semacam ini biasanya menyebabkan banyak pekerja yang kehilangan pekerjaannya. Suatu resesi yang serius biasanya disebut depresi.
·         Pengangguran Tinggi
·         Tingkat permintaan beli rendah atau daya beli yang rendah bila dibandingkan dengan daya produksi yang terpasang / tersedia untuk menghasilkan barang konsumsi. Yang berakibat pada rendahnya laba perusahaan
·         Perusahaan bisa merugi
·         Keyakinan akan masa depan makin kecil / menipis. Bisa ditandai dengan anjloknya Index harga saham gabungan
·         Perusahaan tidak bersedia mengambil resiko investasi baru.
·         Jika lembah ini cukup dalam = RESESI
Pemulihan / Recovery
·         Mesin – mesin tua mulai diganti
·         Kesempatan kerja, pendapatan serta pengeluaran konsumsi meningkat
·         Harapan akan masa depan makin cerah (IHSG naik)
·         Penjualan dan laba meningkat
·         Investasi yang tadinya (pada lembah/resesi) dianggap beresiko kembali diminati karena pandangan atau keyakinan akan masa depan berbalik dari pesimisme menjadi optimisme
·         Karena permintyaan meningkat, sedangkan pada fase slump tersedia fasilitas produksi twerpasang yang banyak maka perusahaan denganm udah dapat meningkatkan produksi dengan cara mempergunakan kembali apa yang ada serta menggunakan tenaga kerja yang menganggur
Puncak / Peak
·         Penggunaan kapasitas terpasang pada kondisi tertinggi
·         Mulai merasakan kurangnya tenaga kerja, terutama tenaga kerja ahli / terampil
·         Kekurangan bagan baku
·         Output hanya dapat ditingkatkan dengan menambah investasi baru yang memerlukan waktu
·         Kenaikan permintaan diikuti dengan kenaikan harga, DEMAND > SUPPLY
·         Biaya cenderung meningkat (COST Meningkat) namun Price (harga jual ==>> Sales) juga meningkat
·         Kegiatan usaha umumnya masih sangat menguntungkan
·         Hingga mencapai BOOM, ditandai dengan IHSG Super BULLISH.
Resesi / Slump ==>> Jatuhnya GNP Riel
·         Permintaan menurun
·         Pendapatan rumah tangga menurun
·         Laba usaha turun
·         Investasi yang tadinya menguntungkan dengan kurangnya permintaan akan barang menjadi tidak menguntungkan / tidak menarik / makin beresiko
Suatu siklus dalam kegiatan ekonomi mencerminkan fluktuasi (gerak menaik dan menurun) secara bergelombang pada kegiatan ekonomi dalam kehidupan masyarakat. Fluktuasi serupa itu terjadi secara berulang dalam suatu jangka waktu tertentu. Secara umum dapat dikatakan bahwa siklus kegiatan ekonomi terulang secara periodic, akan tetapi tidak mutlak perlu bersifat regular; artinya, jangka waktu itu dalam masing-masing siklus tidak harus selalu sama lamanya.
Pola siklus ekonomi mencakup tahap ekspansi yang pada suatu saat berbalik menuju tahap kemunduran yang kelak disusul oleh pemulihan ke arah ekspansi lagi. Tahap ekspansi ditandai oleh kegiatan ekonomi yang semakin meningkat dan meluas secara bersam-sama di berbagai ragam kehidupan. Tahap ekspansi disusul oleh tahap kemunduran umum yang bersifat resesi. jika kemunduran itu berlangsung terus menerus selama masa waktu yang lebih panjang, maka resesi menjurus pada tahap depresi dimana dialami proses kontraksi (kegiatan ekonomi berkurang menjadi tersendat-sendat dan terbelakang).
Siklus ekonomi menyangkut segala segi ekonomi dalam kehidupan masyarakat yang akhirnya tercermin pada produk nasional dan pendapatan nasional.
Pengertian tentang teori siklus ekonomi sangat relevan dalam rangka pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi yang menyangkut kebijaksanaan Negara untuk melakukan perubahan structural dalam tata susunan ekonomi masyarakat  tak dapat tiada meliputi usaha jangka panjang yang memakan masa waktu beberapa generasi serta selalu dihadapkan dengan berbagai rupa hambatan dan rintangan.
Oleh sebab itu, sudah masuk akal bilamana kita menempatkan kembali pelajaran yang menyangkut siklus kegiatan ekonomi sebagai jalur pemikiran yang saling berkaitan dengan pemikiran yang saling berkaitan dengan pemikiran dalam teori ekonomi umum, bahkan sebagai bagian integral daripadanya.

1.    Asal mula pemikiran perihal siklus ekonomi
Pada pertengahan abad 19 oleh John Stuart Mill, principle of political economy (1848) telah diungkapkan tentang adanya krisis-krisis komersial (commercial crisis) yang muncul secara periodic. Dalam tahun yang sama, oleh Marx dan Engels dalam Communist Manifesto juga dinyatakan tentang krisis komersial yang dialami secara ulang dan periodic sebagai salah satu cirri pokok system kapitalis.
Kemudian seorang ilmuwan Perancis, Clement Juglar, dibeberkan secara lebih empiris-sistematis sifat dan corak krisis komersial yang berulang secara periodic. Juglar pula yang pertama kali menggunakan istilah siklus (cycle) dengan menonjolkan perkiraan-perkiraan tentang lamanya masa waktu menaik menurun-nya kegiatan ekonomi di antara dua krisis. Dengan kata lain ditunjukkannya pada panjang pendeknya gelombang dalam sesuatu siklus kegiatan ekonomi : dari titik terendah sampai titik terendah berikutnya.
Pada akhir abad 19 atau awal abad 20, dunia ilmu ekonomi diperkaya oleh buah pikiran ekonom Rusia, Tugan-Baranowski. Tugan-Baranowski telah dapat menyajikan suatu kerangka analisis dan dasar teori yang kelak menjadi landasan bagi pemikiran modern dalam ilmu siklus ekonomi. Tugan-Baranowski pula lah yang mengawali perkembangan teori-teori siklus ekonomi yang selama ini dikembangkan dan dipaparkan sejumlah tokoh pemikir lainnya,yang ternyata dalam kajian-kajiannya sudah terdapat telaahan dan kajian penting mengenai teori investasi dan peranannya dalam kegiatan usaha dan pembentukan pendapatan serta adapula yang menekankan pada arti dan fungsi konsumsi. Akan tetapi hal itu masih belum jelas terungkapkan secara terpadu mengenai kaitan anatara factor-faktor yang berpengaruh itu. Lagipula perkembangan teori di bidang ilmu siklus ekonomi selam itu berlangsung dalam suatu jalur pemikiran tersendiri, seakan-akan terpisah dari teori ekonomi umum. Namun hal tersebut menjadi berkaitan dan memiliki keterpaduan dalam kerangka analisis dan system pemikiran yang dikembangkan oleh Keynes yang kemudian disusun secara lebih kohesif-sistematis oleh Hansen.
Dari kerangka analisis Keynes mengenai fluktuasi dalam gerak kegiatan usaha sering ditandai oleh goncangan-goncangan yang membawa dampak luas terhadap ekonomi masyarakat secara menyeluruh,terutama melalui goncangan pada pendapatan dan kesempatan kerja. Keynes juga memperhatikan perkembangan pemikiran yang telah dirintis oleh pakar ekonomi di Eropa Kontinental, sehingga pemikiran-pemikiran mereka diandalkan dalam karya Keynes.
Kerangka analisis dan pola pendekatan dalam system pemikiran Keynes merupakan perkembangan lanjutan secara logis dari perkembangn pemikiran yang sebelumnya berlangsung di Eropa continental. Namun yang mengherankan ialah bahwa setelah Keynes-Hansen, pemikiran teoritis tentang permaslah fluktuasi dalam gerak kegiatan ekonomi seolah-olah diabaikan. Sikap tersebut di akalngan ahli seakan-akan gejolak fluktuasi ekonomi sudah dapat ditanggulangi secara memadai oleh kebijksanaan fiscal yang kontra-siklis atau oleh langkah tindakan di bidang moneter.
Perkembangan selama dasawarsa-dasawarsa ’70 dan ’80 membuktikan bahwa anggapan-anggapan serupa itu tidak dibenarkan oleh kenyataan empiris. Baru beberapa tahun terakhir ini timbul lagi perhatian dan minat untuk mempelajari dan memahami secara lebih mendalam hal-hal yang menyangkut gerak gelombang kegiatan ekonomi. terutama pada serangkaian factor dinamika yang mengambilperanan strategis dalam perkembangan dalam jangka menengah dan jangka panjang.
1.    Jenis Siklus Ekonomi
Dari karya Joseph Schumpeter, terdapat empat jenis siklus ekonomi.
1.   Siklus jangka pendek, menyangkut gerak gelombang kegiatan ekonomi selam 3-4 tahun (rata-rata berkisar pada 40 bulan) dari tingkat terendah sampai tingkat terendah berikutnya. siklus ini dikenal dengan siklus Kitchen (Joseph Kitchen), yang membeberkan adanay siklus ekonomi dengan menunjuk pada cirri pokoknya. Faktor dinamika yang sangat mempengaruhi perkembangan dalam siklus jangka pendek berkenaan dengan investasi dalam persediaan stok barang-barang.
2.   Siklus jangka menengah, meliputi masa waktu 7-11 tahun (rata-rata berkisar pada 9 tahun) dan disebut Siklus Juglar. Pola dan arah perkembangannya dipengaruhi terutama oleh investasi dalam barang modal atau perlatan modal fisik yang bersifat tetap.
3.    Siklus jangka menengah/panjang meliputi masa waktu 15-22 tahun (rata-rata kurang dari 20 tahun) dan disebut Siklus Kuznets. Kuznets menunjuk pada berlangsungnya siklus ini yang berada di antar masa waktu Siklus Juglar dan Gelombang Kondratieff (jangka panjang). dalam siklus ini kegiatan sector konstruksi dianggap mengambil peranan penting; bukan hanya sebagai cermin kegiatan usaha konstruksi, melainkan pada gilirannya dilakukan berbagai investasi yang bersangkutan dengan sector prasarana, bangunan,perumahan.
4.    Gerak kecenderungan jangka panjang menyangkut gelombang ekonomi selama masa waktu 40-60 tahun (rata-rata 54 tahun) dan disebut denga gelombang Kondratieff (Nicolai Kondratieff), berdasarkan penelitiannya ada empat factor kekuatan mendasar yang mempengaruhi pola dan arah gerak kecenderungan dalam ekonomi jangka panjang yaitu : (1) inovasi dan teknologi, (2) peperangan dan revolusi, (3) produksi emas, (4) SDA, khusus sector pertanian.
faktor-faktor kekuatan strategis dalam tiga siklus di atas sedikit banyak bersifat endogen, artinya factor tersebut terkandung dalam proses kegiatan ekonomi sendiri yang berlangsung dalam tata susunan ekonomi. sedangkan dalam gelombang jangka panjang, perkembangan ekonomi sangat dipengaruhi serangkaian factor dinamika yang bersifat eksogen.

1.    1.        Siklus Kitchen Dalam Perkembangan Jangka Pendek
Oleh Joseph Kitchen, dalam Cycles and Trend s in Economic Factors, Review of economic Statistics no.5 (1923) dibentangkan tentang gerak kegiatan ekonomi yang meningkat dan menurun dalam jangka pendek. Satu sama lain terlihat pada produksi dan kesmpatan kerja, dan juga pada perkembangan harga komoditi primer. Fluktuasi yang dimaksud berlangsung tidak begitu lama dan berkaitan dengan bertambahnya atau berkurangnya investasi dalam stock barang-barang yang diperlukan dalam satuan-satuan usaha. oleh sebab itu, siklus Kitchen juga dipandang sebagai inventory cycle (inventaris barang).
Faktor-faktor utama yang mendorong fluktuasi dalam kegiatan ekonomi jangka pendek bersifat endogen. Dalam tahap ekspansi di kala kegiatan ekonomi meningkat dan meluas, oleh dunia

1.    2.        Siklus Juglar dalam Perkembangan Jangka Menengah
Clement Juglar, penulis Des Crises commerciales et de leur retour périodique en France, en Angleterra et aux Etats – Unis (1861, edisi revisi 1889) harus dipandang sebagai seorang pionir dalam ilmu siklus ekonomi. Sebab, ialah yang untuk pertama kali memaparkan secara sistematis hasil pengamatannya dan kajiannya mengenai sebab krisis dan depresi yang secara berulang terjadi dalam siklus kegiatan ekonomi.
Clement Juglar sebenarnya adalah seorang dokter kesehatan yang tidak mendapat pendidikan formal sebagai ekonom profesional. Meskipun begitu dalam penilaian Schumpeter, Juglar adalah seorang genius yang dari segi penguasaan metode ilmiah dan berdasarkan karyanya dibidang ekonomi harus dianggap sebagai seorang pakar ekonomi besar sepanjang masa.
Judul karya Juglar sudah jelas mencerminkan pengamatannya tentang peristiwa krisis yang muncul secara berulang (retour) dan berkala (périodique) dalam fluktuasi siklus kegiatan usaha. Studinya menyangkut perkembangan ekonomi di tiga buah negara : Perancis, Inggris, dan Amerika Serikat. Ketiga negara itu merupakan negara-negara industri yang terkemuka dalam bagian kedua abad XIX.
Analisis Juglar didukung oleh banyak data statistik yang secara luas meliput berbagai segi ekonomi : harga komoditi, tingkat bunga, kredit perbankan, perkembangan penduduk, tingkat perkawinan, dll. Pendekatannya terhadap permasalahan yang dipelajari menunjukkan pandangan terpadu antara fenomena ekonomi, perspektif sejarah dan statistik-empiris. Dengan demikian, Juglar dapat memberi gambaran tentang hubungan/ korelasi (jalan perkembangan yang seiring-searah) diantara data-data mengenai berbagai bidang kegiatan yang dimaksud di atas. Satu sama lain memberi pengertian yang lebih jelas mengenai proses dan mekanisme silih-bergantinya secara susul-menyusul tahap ekspansi-kemakmuran dan tahap resesi-depresi. Dalam kerangka pemikiran Juglar siklus ekonomi meliputi tiga tahap : (1) tahap ekspansi dalam kegiatan ekonomi yang menuju pada kemakmuran (prosperity); (2) tahap krisis; (3) tahap likuidasi. Krisis tidak dapat dihindarkan dalam berlangsungnya siklus ekonomi, tetapi dapat diperkirakan sebelumnya. Ternyata bahwa perkiraan-perkiraan Juglar mengenai perkembagan yang dimaksud juga akurat.
Oleh Juglar sendiri tidak dikemukakan suatu kurun waktu yang pasti yang memisahkan satu krisis dari saat terjadinya krisis yang berikut; ia hanya menunjuk pada masa jangka menengah yang meliputi minimal 7 tahun dan maksimal 11 tahun, sedangkan dalam perkembangan sejarah masa rata-rata berkisar pada 9 tahun.
Penelitian Juglar pada awalnya ditujukan kepada perkembangan harga barang selama berlangsungnya siklus yang mencakup beberapa tahap yang susul-menyusul. Sejalan dengan itu dipantau peranan tingkat bunga dan pengaruh kredit perbankan dalam perkembangan yang menuju ke arah krisis. Tahap ekspansi yang ditandai oleh kecenderungan kenaikan harga selalu menjurus kepada keadaan krisis. Pada saat ini, perkembangan berbalik dan kegiatan usaha menurun sampai mencapai tingkat rendah dan tertekan. Timbulnya suatu krisis tergantung dari konstelasi umum keadaan ekonomi masyarakat. Walaupun terjadi peperangan misalnya, atau musibah alam, atau penyalahgunaan kredit perbankan dan/ atau terlalu banyak uang dicetak, segala sesuatu bisa mempercepat kejadian krisis. Akan tetapi peristiwa krisis itu sendiri baru timbul dikala situasi ekonomi sudah mencapai suatu tahap tertentu ketika krisis tidak dapat dihindarkan lagi. Krisis itu didahului oleh kegiatan ekonomi yang semakin meningkat dan kemudian ditandai oleh rupa-rupa gejala; ciri-ciri ekspansi menjadi sedemikian rupa sehingga dapat diperkirakan perkembangan ekonomi sudah mendekati tahap krisis.
Menurut Juglar krisis dan depresi merupakan akibat dari distorsi-distorsi yang terjadi dalam tahap ekspansi sebelumnya. Dengan kata lain, sebab-musabab krisis dan depresi sudah terkandung dalam perimbangan-perimbangan keadaan yang berkembang selama tahap ekspansi.
Krisis dan depresi adalah reaksi dari sistem ekonomi terhadap kegiatan ekspansi dalam tahap sebelumnya; ataupun suatu proses adaptasi (penyesuaian) dan restrukturasi dengan perubahan kondisi yang merupakan akibat dari perkembangan ekspansi itu sendiri. Salah satu sebab diantaranya ialah perkembangan harga yang semakin meningkat sehingga pada suatu saat dianggap terlalu tinggi oleh para calon pembeli. Harga umum barang-barang jatuh dan mulailah krisis, yang kemudian menjadi depresi. Dalam tahap itu, terjadi likuidasi yang meluas dalam dunia usaha.
Juglar menunjuk pada perkembangan harga sebagai fenomena. Nampak kurangnya dikaji dan dijelaskan tentang sebab yang lebih mendalam yang berkaitan dengan jatuhnya tingkat harga umum itu, selain pengamatannya bahwa kegiatan ekspansi yang disertai oleh kenaikan harga sudah mencapai tingkat yang terlalu tinggi.
Sementara itu karya Juglar telah meratakan jalan bagi pengembangan analisis modern mengenai siklus kegiatan ekonomi. Menurut Schumpeter gagasan Clement Juglar dan pengaruhnya harus dinilai berdasarkan tiga macam pertimbangan.
Pertama, Juglar menggunakan bahan empiris dalam metode serial waktu (time series) mengenai perkembangan harga komoditi, tingkat bunga, dan neraca-neraca bank sentral. Pekerjaannya dilakukan secara sistematis yang ditujukan pada sasaran-sasaran yang jelas dengan pengkajian mendalam terhadap fenomena permasalahan yang diidentifikasikan. Hal itu merupakan metode pendekatan fundamental dalam analisis modern mengenai tahap-tahap dalam gerak kegiatan ekonomi masyarakat. Oleh sebab itu, wajar bilamana Clement Juglar dianggap sebagai pelopor dalam teori siklus ekonomi (di jaman itu dikenal sebagai teori konjungtur).
Kedua, Juglar selain menemukan siklus ekonomi yang berjangka 7-11 tahun (rata-rata 9 tahun) juga mengembangkan semacam morfologi (pengertian atas gambaran tentang struktur dan bentuk luar) dari siklus yang dimaksud, yaitu identifikasi tentang urutan pentahapan (sequence) ekspansi, krisis, dan likuidasi. Morfologi modern mengenai gerak gelombang kegiatan ekonomi masyarakat bersumber pada karya Juglar. Begitu pula mengenai munculnya fenomena secara berulang dan periodik (retour périodique).
Ketiga, kesimpulan pokok dalam analisis Juglar ialah bahwa sebab utama terjadinya krisis dan depresi sudah terletak pada perimbangan-perimbangan keadaan dalam tahap ekspansi yang sebelumnya. Krisis dan depresi merupakan reaksi dan proses adaptasi terhadap berbagai ketimpangan yang terciptakan oleh perkembangan ekspansi yang mendahuluinya. Tentu kesimpulan tersebut mengandung pertanyaan : apa yang menjadi sebab pokok yang membangkitkan suatu keadaan ke arah ekspansi dan faktor-faktor yang manakah yang mendorong kegiatan ekspansi ke arah tingkat puncaknya.
Dalam hal ini analisis Juglar ternyata kurang memuaskan.
Baru pada awal abad XX segi permasalahan tersebut diteliti dan dikaji secara lebih mendalam yaitu oleh Tugan-Baranowski dan berikutnya oleh Arthur Spiethof.
Berdasarkan landasan pemikiran yang telah diletakkan oleh Clement Juglar dan dengan memanfaatkanbahan-bahan bangunan dalam analisisnya, oleh Tugan-Baranowski dan Spiethof ditonjolkan faktor investasi sebagai peran utama dalam gerak siklus kegiatan ekonomi. Memang harus dicatat bahwa dalam gagasan Juglar sendiri peran investasi kurang disoroti secara spesifik dan terinci.
Dalam periode pasca Perang Dunia II pemikiran-pemikiran Juglar, Tugan-Baranowski, Spiethof dll seakan-akan terlupakan oleh para ekonom profesional. Baru sejak awal dasawarsa ’80 ada lagi perhatian khusus terhadap bidang permasalahan ini. Hal itu terungkapkan dalam karya Miyohei Shinohara, seorang tokoh ekonomi dari Jepang yang menunjuk kepada arti dan relevansi hasil pemikiran Juglar (dan Kondratieff) bagi perkembangan ekonomi dunia dewasa ini dan dasawarsa-dasawarsa mendatang.
Dalam penafsiran Shinohara atas kerangka landasan pemikiran Juglar, dijabarkan secara eksplisit bahwa gerak siklus ekonomi jangka menengah yang dibeberkan oleh Juglar bersangkut-paut dengan investasi dalam peralatan modal fisik yang bersifat tetap (berbeda dengan investasi dalam stok barang seperti terdapat dalam Siklus Kitchen). Penafsiran Shinohara atas gagasan Juglar ini menurut hemat saya mempunyai dasar yang kuat.
Menurut Shinohara teori Juglar dan teori Kondratieff mengandung makna yang besar bagi pengertian kita tentang perkembangan ekonomi dunia setelah Perang Dunia II dalam abad XX ini, khususnya sebagaimana yang selama ini berlangsung di kawasan Asia-Pasifik.
Munculnya Jepang sebagai kekuatan ekonomi yang menonjol, diikuti oleh perkembangan dinamis sejumlah negara industri baru di Asia Timur dan berlangsungnya proses pembangunan di negara-negara Asia Tenggara, semuanya sulit dipahami tanpa memperhatikan serangkaian pikiran yang semula dirintis oleh Juglar dan Kondratieff. Untuk perkembangan jangka menengah, hal itu khusus berkaitan dengan investasi dalam peralatan modal tetap yang terlaksana di Jepang, maupun di Korea Selatan, Taiwan, Hongkong, dan Singapura dan kemudian diikuti oleh negara-negara Asia Tenggara. Pertumbuhan ekonomi di negara-negara tersebut ditandai oleh berlangsungnya siklus-siklus Juglar dengan adanya beberapa puncak tingkat investasi di awal dasawarsa ’60 dan awal dasawarsa ’70. Sedangkan dalam perkembangan jangka panjang selama dasawarsa ’50 dan ’60 sampai terjadinyakrisis minyak pada pertengahan dasawarsa ’70, boleh dikatakan tidak dialami depresi yang berkepanjangan, meskipun beberapa kali memang terjadi resesi. Akan tetapi, resesi-resesi yang dimaksud bersifat agak lunak dan hanya berlangsung selama waktu yang relatif pendek.

1.    3.        Siklus Kuznets dalam Perkembangan Jangka Menengah/ Panjang
Pandangan Simon Kuznets pada umumnya dihubungkan dengan karya besarnya mengenai perhitungan nasional dan penjabarannya tentang unsur-unsur komponen dalam pendapatan nasional. Hal itu telah disajikan di bagian lain dalam tinjauan kita mengenai perkembangan teori umum.
Di sini hanya ditelaah pemikiran Kuznets yang khusus menyangkut siklus kegiatan ekonomi, Economic Change (1953).
Kuznets menunjuk pada dinamika yang bersangkutpaut dengan kegiatan di sektor konstruksi yang meliput prasarana, bangunan komersial dan industri, perumahan, dsb. Kegiatan konstruksi di berbagai bidang ekonomi merupakan faktor yang sangat penting karena pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah, oleh dunia usaha, dan pengeluaran pembangunan dalam masyarakat pada umunya. Pengeluaran yang secara langsung dan tidak langsung berkenaan dengan kegiatan konstruksi itu juga mengalami fluktuasi.
Siklus Kuznets menjangkau masa waktu antara 15-22 tahun, lebih lama dari Siklus Juglar dan lebih pendek dari Gelombang Kondratieff. Pengamatan empiris-statistik dalam abad XX mengungkapkan jangka waktu rata-rata siklus ini berkisar pada 16-17 tahun : terdiri atas 11 tahun kegiatan ekspansi dan disusul oleh 5-6 tahun proses kontraksi. Satu sama lain berkenaan dengan pengaruh sektor konstruksi, yaitu meningkatnya dan menurunnya kegiatan di sektor tersebut.
Pengeluaran konstruksi melibatkan kegiatan di serangkaian ragam industri lainnya, seperti diantaranya kayu, semen, besi dan baja, perabotan, barang pecah-belah, dan lain-lain sebagainya untuk keperluan gedung komersial dalam rumah tangga keluarga. Dampak multiplier (pengaruh berganda) terhadap pendapatan dan kesempatan kerja memang meluas dan sangat berarti dalam ekonomi masyarakat.
Arti dan peranan konstruksi dalam pertumbuhan ekonomi harus dilihat dalam kaitannya dengan serangkaian variabel ekonomi maupun variabel demografi : tumbuhnya generasi demi generasi, perkembangan jumlah rumah tangga keluarga, gerak arus imigrasi, dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi biaya tenaga kerja, harga bahan bangunan, tingkat bunga, dsb. Semuanya itu secara bersamaan sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi maupun fluktuasinya dalam gerak kegiatan ekonomi.
Siklus Kuznets juga dianggap sebagai ciri penting dalam proses pertumbuhan dan sehubungan dengan itu, pola pemikiran dalam sistem Kuznets merupakan sumbangan yang berarti bagi perkembangan teori pertumbuhan. Bisa saja terjadi bahwa dalam rangka siklus Kuznets gerak kegiatan ekonomi sedang menanjak dalam suatu tahap ekspansi, akan tetapi dilihat dalam perkembangan jangka panjang (dalam rangka gelombang Kondratieff) sudah berada dalam tahap kecenderungan yang sedang menurun
Gelombang Kondratieff disebut di muka sebagai salah satu diantara empat jenis siklus ekonomi. Gagasan Kondratieff kelak akan dibahas lebih lanjut dan secara lebih luas dalam bagian tersendiri. Kerangka analisis dan pendekatan dalam sistem pemikiran Kondratieff ditujukan kepada permasalahan dalam perkembangan jangka panjang. Pola dan arah perkembangan tersebut dipengaruhi oleh serangkaian faktor dinamika yang bersifat eksogen.
Sebelumnya terlebih dahulu akan disimak pokok-pokok pemikiran siklus ekonomi sebagaimana yang dikembangkan oleh sejumlah pakar ekonomi dalam bagian pertama abad XX : mulai dengan Tugan-Baranowski di awal abad ini sampai dengan pemikiran Keynes-Hansen pada pertengahan abad. Pemikiran-pemikiran yang dimaksud pada umumnya berkisar pada gerak kegiatan ekonomi jangka pendek dan menengah dengan menekankan pada peranan faktor dinamika yang lebih bersifat endogen.
Dalam tinjauan ini, diadakan pembedaan antara beberapa kelompok teori siklus ekonomi. Tolok ukur bagi masing-masing kelompok berkenaan dengan fakor dinamika yang dianggap sebagai variabel strategis yang menyebabkan fluktuasi dalam perkembangan ekonomi : arti dan peranan investasi, arti dan peranan konsumsi, arti dan peranan fakor moneter.
1.    4.        Peranan Investasi dalam Siklus Ekonomi : Mikhailov Tugan-Baranowski (1865-1919); Arthur Spiethof (1873-?)
Dalam pandangan kelompok ini menaik-menurunnya kegiatan ekonomi bersangkutpaut dengan perubahan-perubahan pada volume dan tingkat investasi, khususnya investasi riil (barang modal fisik yang bersifat tetap).
Dalam hubungan ini harus dibedakan antara investasi riil dan investasi finansial. Investasi riil berkenaan dengan pembuatan peralatan barang modal yang baru. Hal itu berarti secara riil terjadi tambahan netto pada barang modal (nett capital formation) dari berbagai jenis dan ragam barang di berbagai bidang, apakah itu dalam bentuk mesin, gedung komersial, perumahan, dsb.
Di pihak lain, investasi finansial terjadi dalam hal pembelian/ pengalihan milik mengenai surat-surat berharga seperti saham atau obligasi, surat perbendaharaan negara, surat berharga komersial dalam dunia usaha, dsb.
Dibidang investasi riil lazim diadakan pembedaan antara : (i) investasi dalam barang modal tetap yang meliputi a.l. peralatan pabrik, peralatan modal, konstruksi bangunan; (ii) investasi dalam inventaris : stok persediaan barang berupa bahan baku, bahan penolong/ setengah jadi, suku cadang, produk akhir.
Mikhailov Tugan-Baranowski dengan bukunya Studien zur Theorie und Geschichte der Handelskrisen in England (1901), terjemahannya dalam bahasa Perancis, Les Crises indrustrielles en Angleterre(1913), dapat dianggap sebagai pakar ekonomi paling terkemuka diantara pemikir-pemikir ekonomi berbangsa Rusia yang sangat menonjol dalam abad XX sampai zaman pasca revolusi Bolsyevik tahun 1917. Sebagaimana hanlnya dengan pakar-pakar ekonomi Rusia lainnya, pola pendekatan Tugan-Baranowski  terhadap masalah-masalah ekonomi masyarakat sangat dipengaruhi oleh pandangan Karl Marx. Selain kemahirannya dalam teori ekonomi, Tugan-Baranowski juga sangat mendalami ilmu sejarah dan selalu melakukan perpaduan antara pemikiran ekonomi dengan perkembangan sejarah. Dalam pada itu, ia juga mengenal dan terus-menerus mengikuti perkembangan teori ekonomi di pusat-pusat pemikiran di Wina, Austria, dan di Cambridge, Inggris. Tugan-Baranowski bukan merupakan pemikir Marxis yang dogmatis, bahkan dalam banyak hal penting ia mengadakan pengkajian kritis terhadap ajaran Marx.
Tugan-Baranowski melengkapi dan menyempurnakan seperangkat pikiran yang landasannya telah diletakkan oleh Clement Juglar. Suatu siklus dalam kegiatan ekonomi, menurut Tugan Baranowski, boleh panjang atau pendek tergantung dari kondisi dan konstelasi ekonomi yang secara nyata berlangsung pada tahap-tahap tertentu dalam sejarah. Ia juga membenarkan hasil kajian Juglar tentang adanya krisis-krisis yang terjadi secara berulang dalam perkembangan jarak waktu 7-11 tahun.
Inti pokok dalam teori siklus ekonomi yang dikembangkan oleh Tugan Baranowski berkisar pada saran pendapatnya tentang investasi sebagai faktor pendorong utama dalam kegiatan ekonomi. Fluktuasi (perubahan-perubahan yang menaik-menurun) pada investasi menyebabkan fluktuasi dalam kegiatan ekonomi mesyarakat secara menyeluruh. Ciri perkembangan ekonomi inilah yang kurang dijelaskan dalam sistem pemikiran Juglar.
Kenyataan empiris menunjukkan bahwa fluktuasi besar dalam kegiatan ekonomi adalah fluktuasi yang ada sangkutpautnya dengan perubahan-perubahan dalam produksi barang modal. Hal ini mengandung ramifikasi luas bagi kegiatan di sektor-sektor lainnya, termasuk industri untuk barang konsumsi. Dalam hubungan ini, diungkapkan tentang adanya interdependensi antara berbagai ragam kegiatan ekonomi dan cabang industri dalam tata susunan ekonomi secara menyeluruh. Produksi barang modal menimbulkan permintaan akan barang-barang lain. Dalam tahap ekspansi akumulasi pembuatan barang modal meningkatkan permintaan umum akan hasil produksi industri lain. Dalam proses tersebut, pendapatan masyarakat bertambah secara berlipat sebagai akibat tambahan netto pada investasi riil.
Dengan kata lain, disini sudah mulai terlihat paham tentang multiplier sebagaimana akan dikembangkan puluhan tahun kemudian oleh Keynes dan para pengikutnya. Dalam kerangka pemikiran Tugan-Baranowski masalah ini belum ditanggulangi secara lengkap tuntas karena tidak ditemukan atau dikembangkannya paham mengenai hasrat marginal berkonsumsi.
Ekspansi kegiatan ekonomi dibiayai dari tiga sumber : (1) tabungan dan cadangan yang tersedia yang belum digunakan; (2) tabungan berjalan dari peningkatan pendapatan; (3) kredit perbankan yang menjadi semakin longgar.
Produksi barang modal riil mulai berkurang dan akan berakhir pada tahap dimana sumber dana pembiayaan semakin menciut, khususnya dari kredit perbankan.
Krisis dibidang industri terjadi setelah adanya krisis finansial. Namun menurut pendapat Tugan-Baranowski, kesulitan moneter bukan menjadi sebab utamanya, melainkan merupakan fenomena sekunder sebagai akibat dari ebab yang lebih mendasar. Hal terakhir ini berkenaan dengan ketidakseimbangan dan disproporsionalitas antara akumulasi sumber daya produktif dan kemampuan untuk berkonsumsi.
Krisis yang disusul oleh resesi dan pada gilirannya menjurus ke depresi berarti kegiatan ekonomi semakin berkurang dan menurun sampai tingkat yang rendah dan tertekan. Hal itu menyebabkan adanya ketidakseimbangan dan ketimpangan dalam alokasi dan penggunaan sumber daya produksi secara proporsional diantara berbagai sektor ekonomi dan berbagai ragam industri. Dengan kata lain, terjadi distorsi dalam alokasi atau pola penggunaan sumber daya produksi. Ada beberapa jumlah cabang ekonomi dimana dialami produksi yang berlebihan, ada cabang-cabang lain dimana dirasakan kekurangan produksi. Dalam keadaan demikian, keseimbangan antara penawaran agregatif dan permintaan agregatif juga menjadi goncang. Hal itu menyebabkan apa yang oleh Tugan-Baranowski dimaksud sebagai “kelebihan produksi diatas kemampuan berkonsumsi”. Tetapi pengertian tersebut harus dianggap dalam arti relatif, karena menunjuk pada ketimpangan dalam penggunaan sumber daya produktif diantara sektor-sektor ekonomi. Dari segi lain, hal ini juga dapat dilihat sebagai ketimpangan antara tabungan dan investasi.
Semua itu mengakibatkan timbulnya kesulitan dibidang uang dan kredit. Faktor lain yang mempertajam disparitas dan distorsi dalam proses produksi dan konsumsi ialah terjadinya banyak spekulasi dikala kegiatan ekspansi semakin meningkat.
Kelak suatu keseimbangan yang baru hanya bisa tercapai dengan tersisihnya sebagian peralatan modal di sektor-sektor yang mengalami ekspansi secara berlebihan (menjadi usang atau berkarat sehingga kehilangan arti ekonomis dan teknis).
Keadaan stagnasi umum menyusul tahap ekspansi. Siklus ekonomi beralih dari tahap kemakmuran menjadi resesi dan menuju tahap depresi. Dalam tahap depresi itu, kemudian akan terjadi lagi akumulasi sumber dana pembiayaan. Tersedianya dana modal tersebu akan mendorong penggunaannya dalam investasi barang modal. Hal ini memulihkan keadaan ekonomi dan membangkitkan kegiatan usaha ke arah tahap ekspansi yang kemudian menuju ke titik puncaknya. Terjadilah krisis lagi dan keadaan berbalik menjadi resesi menuju depresi. Dengan begitu siklus kegiatan ekonomi berjalan menurut suatu gelombang yang baru.


Perubahan teknologi untuk sebagian besar bersangkut paut dengan serangkaian faktor kekuatan yang bersifat eksogen.
Pendapat Mitchell yang mengatakan bahwa seolah-olah perubahan-perubahan kumulatif yang terjadi dalam urutan tahapan siklus ekonomi semuanya bersumber dari variabel yang bersifat endogen, tidak mempunyai dasar yang cukup kuat dan sukar sekali untuk diterima begitu saja.
Selanjutnya dalam pemikiran Mitchell, tahap eksistensi akan berakhir dengan sendirinya. Hal itu disebabkan oleh meningkatnya biaya, sedangkan peningkatan biaya berkaitan dengan sifat ekspansi itu sendiri. Dalam proses semakin meningkatnya kegiatan ekspansi, akan terjadi akumulasi berbagai faktor yang masing-masing dan secara bersamaan cenderung menaikkan tingkat biaya, diantaranya: meningkatnya bunga, sewa rumah, sewa gedung komersial, depresi atau biaya pergantian (replacement) dari peralatan modal yang terpasang, bahan baku, upah buruh, dan lain-lain sebagainya.
Pengeluaran-pengeluaran biaya itu menjadi semakin besar, sedangkan di pihak lain dana untuk investasi berkurang. Penyediaan dana modal untuk dunia usaha tidak mencukupi lagi dibandingkan dengan permintaan. Lagi pula dana dana tersebut tidak dapat disediakan dengan tingkat bunga dari waktu sebelumnya. Pada tahap kegiatan yang dimaksud, persyaratan unutk pinjaman jangka panjang menjadi terlalu berat sehingga hasrat untuk investasi juga menurun.
Mitchell menekankan perhatiannya pada segi peningkatan biaya. Perkembangan tersebut tidak dapat disertai atau diikuti secara sepadan oleh peningkatan harga barang konsumsi dan produksi, karena peningkatan harga barang mengandung batasnya sendiri.
Dalam hubungan ini disebutkan serangkaian kendala terhadap peningkatan harga, di antaranya: (1) harga berbagai jenis barang modal mempunyai sifat kaku; (2) di kala biaya produksi dan konstruksi sangat meningkat dan begitu pula bunga untuk pinjaman jangka panjang, hal itu satu sama lain tidak mungkin dilimpahkan dengan begitu saja kepada para pemakai; (3) di beberapa sektor dan subsektor ekonomi terjadi kelebihan kapasitas produksi disebabkan oleh salah perkiraan semula.
Sekali keadaan ekonomi berbalik dan perkembangan mulai menurun, maka terasalah akibat proses kumulatif berbagai rupa perubahan dan keganjilan yang dimaksud oleh Mitchell di atas. Keadaan mengalami krisis diikuti oleh resesi yang (bisa) menjurus ke depresi.
Apa yang dibeberkan oleh Mitchell merupakan suatu uraian (deskriptif) mengenai berlangsungnya siklus dalam kegiatan ekonomi. Akan tetapi tidak ada penjelasan mengenai sebab-sebab dinamika yang menggerakan kegiatan tersebut, selain biaya yang semakin meningkat yang akhirnya menetukan laba-rugi usaha. Tidak dijelaskan pula tentang faktor-faktor yang menyebabkan fluktuasi pada investasi riil.
Walaupun oleh Mitchell disimak hampir secara menyeluruh serangkaian teori dari sejumlah pakar lainnya  mengenai siklus ekonomi, segala sesuatu itu juga disajikan dalam karyanya yang disebut di atas, Wesley Mitchell sendiri dengan sadar dan sengaja tidak menyusun dan menyajikan sebuah teori umum mengenai siklus ekonomi. Sebab, ia berpendapat bahwa setiap siklus ekonomi mempunyai ciri-ciri khas tersendiri. Hal yang penting bagi Mitchell ialah agar dikumpulkan secara cermat data-data empiris-statistik yang berkenaan dengan masing-masing siklus ekonomi dalam perkembangannya.
Tujuan dan perhatian Mitchell ialah untuk mengadakan deskripsi mengenai urutan tahapan dalamserentetan kejadian ekonomi (sequence of economic events). Gambaran yang diperoleh dengan begitu memang menunjukkan adanya pola yang tertentu dalam perkembangan satu siklus ke siklus lainnya. Akan tetapi satu sama lain berjalan dalam kerangka keadaan dimana segi institusional lebih kurang tetap sama. Dalam uraian serupa itu, akan tersedia suatu pandangan mengenai kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi pola dan arah siklus dalam kegiatan ekonomi. Namun, hal itu tidak memuat penjelasan atau kajian tentang sebab-sebab yang mendasari perana kekuatan-kekuatan yang menentukan perkembangan ekonomi.
Wesley Mitchell dalam pendekatannya terhadap permasalahan siklus ekonomi dapat dianggap sebagai penerus dari karya ilmiah yang dirintis oleh Clement Juglar dalam abad XIX.
Mitchell memang mengaku sebagai pengagum Juglar yang dianggapnya telah menciptakan sebuah karya besar dalam hal pengumpulan fakta (great book of facts). *)
Sumbangan besar karya Mitchell ialah bahwa serangkaian tinjauan atas masalah-masalah ekonomi dilengkapi dengan data-data empiris-statistik yang amat banyak dan sangat luas. Oleh Mitchell dirintis kelengkapan tinjauan ekonomi dengan dukungan ilmu statistik dan ilmu matematika. Hampir sepuluh tahun kemudian oleh seorang pakar ekonomi lainnya, Simon Kuznets yang juga berasal dari National Bureau of Economic Research, dilakukan paduan integratif antara teori ekonomi-ilmu statistik-ilmu matematika. Pengumpulan data-data empiris-statistik oleh Kuznets didasarkan atas dan disusun ke dalam suatu kerangka analisis ekonomi sehingga dapat disajikan sebuah teori siklus ekonomi yang khusus menyangkut pembentukan modal dan pendapatan.
D. Faktor Moneter dalam Siklus Ekonomi
Friedrich von Hayek (1899-…); R. C. Hawtrey (1879-1975)
Catatan pengamatan umum
Selalu terdapat perbedaan pandangan di antara para ahli ekonomi mengenai sifat hubungan antara perkembangan harga dan siklus kegiatan ekonomi.
Sementara kalangan berpendapat bahwa perkembangan harga menjadi sebab utama yang mempengaruhi jalannya siklus ekonomi. Sebaliknya, banyak kalangan lain berpendirian bahwa perkembangan harga merupakan akibat dari peranan-peranan kekuatan yang lebih mendasar dalam kegiatan ekonomi riil (dalam kegiatan produksi, transportasi, perdagangan). Faktor-faktor fundamental dalam ekonomi riil itulah yang mengandung dampak terhadap siklus ekonomi sehingga pola perkembangan ekonomi ditandai oleh menaiknya atau menurunnya harga barang dan jasa.
Di kala kekuatan-kekuatan  mendasar itu menyebabkan semakin meningkatnya ekspansi kegiatan ekonomi, maka akan terjadi kenaikan harga. Sebaliknya, jika kekuatan-kekuatan yang mendorong kegiatan ekonomi menjadi lemah, maka perkembangan menjurus ke stagnansi yang ditandai oleh tingkat harga yang rendah dan tertekan. Dalam pandangan ini harga dianggap sebagai akibat dari serangkaian kekuatan yang mendasari fenomena ekonomi pada permukaan. Perkembangan harga dalam jangka menengah dan jangka panjang harus dilihat sebagai pertanda (indikator) dari dampak kekuatan yang lebih mendalam, yang menimbulkan adanya tahap ekpansi ataupun tahap depresi dengan keadaan stagnansi.
Kecenderungan dalam perkembangan harga merupakan semacam termometer-statistik untuk memantau lama-tidaknya tahap ekspansi ataupun panjang-pendeknya tahap resesi dan depresi.
Di pihak lain, golongan ahli ekonomi yang menganut pandangan yang berlainan, justru mengutamakan peranan jumlah uang dan harga sebagai faktor utama yang mempengaruhi pola perkembangan ekonomi.
Sebab-sebab bagi kegiatan ekspansi ataupun keadaan stagnansi langsung berkaitan dengan gerak perkembangan harga; sedangkan perkembangan harga bersangkutpaut dengan perubahan-perubahan pada jumlah uang dalam peredaran. Perkembangan moneter menjadi sebab utama bagi kecenderungan dalam perkembangan harga. Pada gilirannya perkembangan harga mempengaruhi siklus kegiatan ekonomi.
Perkembangan harga yang cenderung menaik mengandung dampak awal yang menguntungkan kegiatan ekonomi sehingga mendorong ke arah ekspansi jangka menengah atau panjang. Sebaliknya kecenderungan harga yang menurun akan menekan kegiatan usaha sehingga perkembangan menjurus kepada stagnansi dalam kegiatan ekonomi pada umumnya.
1.    1.        Friedrich von Hayek, Monetary Theory and The Trade Cycle (1933); Prices and Production (1935)
Dia adalah seorang pemikir ekonomi yang tenar dalam tahun 1974 meraih Hadiah Nobel di bidang ilmu pengetahuan ekonomi. Hayek dianggap sebagai wakil utama dari kelanjutan mazhab Austria dalam abad XX ini. Sejak tahun 30-an dan selama enam dasawarsa, peranan Hayek sangat menonjol sebagai pemikir dan pengarang yang amat produktif dalam dunia ilmu ekonomi. Hayek merupakan tokoh pendahulu (bersama Irving Fisher sebelumnya) dari aliran golongan monetaris (Milton Friedman) dan pendukung teori ekspektasi rasional (Lucas) yang berpengaruh di dasawarsa ’70 dan dasawarsa ’80. Hayek mula-mula belajar ekonomi di Universitas Wina dan berguru pada Friedrich von Wieser. Kemudian secara berturur-turut Hayek menjadi guru besar di Universitas Wina, dalam tahun 1930 pindah ke Inggris menjadi guru besar di London School of Economics, dan di tahun 1950 menjadi guru besar d Universitas Chicago, Amerika Serikat. Sejak tahun 1962 ia kembali ke Eropa dan menjadi guru besar di Universitas Frieburg, Jerman Barat dan di Universitas Salzburg, Austria.
Ciri pokok dalam pemikiran Hayek ialah keterkaitannya antara teori tentang uang dan teori tentang siklus ekonomi. Sedangkan teorinya tentang siklus ekonomi merupakan suatu integrasi antara teori moneter dan teori tentang modal.
in Business Cycke Theory (1944)
Hawtrey adalah seorang ahli moneter yang terkenal pada masa antera Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Pandangannya mengenai masalah-masalah moneter dan siklus ekonomi dianggap dekat dengan alam pikiran Cambridge School di Inggris, walaupun Hawtry bukan seorang alumni Universittas Cambridge. Kariernya selama 40 tahun sebagai pejabat tinggi di Derpartemen Keuangan Inggris (Threasusy) dan ia baru berkecimpung dalam dunia akademik setelah berstatus purnawirawan setelah berusia 65 tahun dan menjadi Guru Besar dalam matakuliah Ekonomi Internasional.
Pemikiran Hawtrey sebagai seorang ahli moneter berkisar antara teori kuantitas tentang uang dan hubungan dengan teori tentang Siklus Ekonomi. Teori kuantitas dianggapnya sebagai penting, bahkan sebagai syarat dalam setiap pendekatan terhadap masalah-masalah ekonomi moneter. Akan tetapi menurut Hawtrey teori kuantitas itu pada dirinya sendiri belun mencukupi karena harus dikaitkan derngan pendapatan uang dan pengeluaran uang dalam masyarakat.
Dalam kerangka analisis Hawtrey, , kini sudah terlihat suatu pola pendekatan yang berkisar pada hubungan antara pendapata dan pengeluaran (income expenditure approach) serta penggunaan konsep makro agregatif  sebab pendapatan dan pengeluarandiartikan sebagai jumlah seluruhnya dalam ekonomi masyarakat.
Pokok pemikiran Hawtrey adalah, pendapatan yang menentukan pengeluaran uang, pengeluaran tersebut menentukan permintaan dan permintaan menentukan harga. Perhatikan pula, bahwa disini Hawtrey menunjuk pada pengertian tentang permintaan efektif.
Teori tentang siklus ekonomi yang dikembangkan oleh Hawtrey didasarkan atas peranan uang. Gerak perkambangan harga dan stok barang disebabkan dan didorong oleh fluktuasi dalam jumlah uang dan kredit.
Gerak gelombang kegiatan ekonomi  yang menaik dan menurun bersumber smata-mata dari factor moneter. Persediaan stok barang-barang adalah sangat peka terhadap tingkat bunga (interest elastic), oleh karena simpanan stok yang bersangkutan dibiayai oleh pinjaman. Investasi dalam modal tetap juga peka terhadap bunga, berdasarkan analisis mengenai efisiensi marginal dari modal. Dalam hal terakhir ini, saranan pendaapt Hawtrey didasarkan atas pemikiran Alfred Marshall mengenai produktivitas marginal dan modal.
Segi moneter yang penting dalam pandangan Hawtrey berkenaan dengan siklus kegiatan ekonomi ialah mengenai peranan persediaan(cadangan) uang tunai. Persediaan uang tunai tersebut mencakup uang kartal, uang giral, dan deposito.
Masyarakat ramai biasanya mempunyai sejumlah persediaan tunai. Hal ini berlaku bagi perorangan, rumah tangga keluarga, maupun satuan usaha. Permintaan akan uang dalam bentuk seruapa itu berdasarkan akan kebutuhan untuk transaksi  atau sebagai cadangan untuk hal-hal yang tidak terduga (precautionary demand) dan sebagian lagi sebagai akumulasi berbagai rupa tabungan.
Nisbah (tingkat perimbangan) antara persediaan tunai itu terhadap pendapatan mempunyai sifat yang rata-rata agak konstan. Jika persediaan tunai dinyatakan sebagai M, pendapatan sebagai Y, dan tingkat perimbangan yang bersnagkutan sebagai k, maka terdapat persamaan M = kY. Tentu adakalanya terdapat variasi-variasipada tingkat k. namun menurut Hawtrey, vaeiasi-variasi itu berjalan pada batas-batas tertentu. Maka pertimbangan antara persediaan tunai dengan pendapatan dapat dinggap konstan.
Dikala para pengusaha meminjam dari bank untuk membiayai pembelian sarana-sdarana yang diperlukan dalam proses produksi ataupun untuk menambah persediaan stok barangnya, maka dalah hal demikian akan tercipta uang baru. Ekspansi kredit yang bersangkutan berawal dari respon dunia usaha terhadap tingkat bunga. Pengusaha berusaha senantiasa cenderung menggunakan uang dengan harga murah (tingkat bunga rendah) guna memepercepat atau menambah pembelian-pembeliannya. Uang baru yang bersangkutan mengalir  dalam masyarakat dan khalayak kini menguasai persediaan tunai yang agak berlebihan. Persediaan tunai yang ditahan menjadi lebih besar oleh karena untuk sementara pendapatan melebihi pengeluaran. Pada gilirannya setelah beberapa waktu, pengeluaran juga aan bertambah. Sebagian dari persediaan tunai mengalir kembali kepada dunia usaha. Akan tetapi sebagain lainnya masih ditahan oleh khalayak sebab mereka  hendak mempertahankan nisbah (tingkat perimbangan) yang dalam analisis Hawtrey dianggap konstan antara  persediaan tunai terhadap pndapatan yang sudah bertambah dalam proses dimaksud diatas.
Dalam dunia usaha persediaan stok menjadi berkurang karena pengeluaran yang dilakukan oleh para konsumen. Pengeluaran menurun sampai dibawah tingkat yang biasanya dipertahankan dalam pengelolaan usaha yang bersangkutan.
Pada saat itu ada kecenderungan untuk menggunakan tambahan tunai (yang tadi mengalir kembali dari pihak konsumen) guna melakukan pembelian untuk melengkapi persediaan stok barangnya. Karena volume penjualannya juga telah bertambah, kini lazimnya diadakan stok barang pada tingkat yanglebih tinggi dibandingkan dengan tahap sebelumnya. Hal itu berarti akan diadakan tambahan pinjaman dari bank sehingga volume kredit perbankan menjadi lebih besar lagi.
Menurut Hawtrey dalam tata susunan ekonomi dimana uang menjalankan peranan penting dan dengan praktek lembaga-lembaga keuangan yang berjalan, ada kecenderungan kearah timbulnyafluktuasi. Selama jumlah kredit diatur berdasarkan nisbah cadangan (reserve ratics), selalu akan terjadi siklus ekonomi secara berulang yang ditandai oleh naik turunnya kegiatan usaha.
Selalu memakan waktu, sebelum arus uang (baru) dalam peredaran mengalir kembali. Factor waktu ini menyebabkan terjadinya kelambatan mengenai dampak dari ekspansi kredit maupun kontraksi kredit. Jika bank sentral menunggu secara pasif sampai saatnya cadangan perbankan dipengaruhi oleh dampak momentum sesuatuekspansi kredit atau suatukontraksi kredit dan tidak mengambil tindakan sebelum itu, maka tidak dapat dihindarkan adanya ekspansi kegiatan ekonomi yang semakin meningkat yang kelak disusul oleh keadaan depresi dan pengangguran.
Ekspansi kredit dan kontraksi kredit yang susul menyusul sevara periodic merupakan akibat kelambatan reaksi dari pihak pemegang persediaan uang tianai terhadap gerak gerik kredit perbankan.  Ekspansi kredit tidak segera disertai oleh  pertambahan penerimaan bagai para karyawan dunia usaha. Disaat penerimaan itu bertambah, sebagian besar dari tambahan akan dikeluarkan dan tidak ditahan sebagai persediaan uang tunai. Uang yang dikeluarkan pada suatu hari, dan melalui took-toko kemmbali ke dunia perbankan beberapa hari kemudian, semua itu tidak mempengaruhi cadangan perbankan.
Dengan penerimaan yang bertambah terus, persediaan juga meningkat secara bertahap. Kecenderungan ini akan terus berlaku sampai persediaan tunai mencapai tingkat perimbangan yang sepadan dengan pertambahan penerimaan.
Akan tetapi proses yang dimaksud itu memakan waktu yang cukup lama. Bertambahnya persediaan uang tunai tidak terlaksana secepat bertambahnya penerimaan. Persediaan uang tunai pertambahannya selalu ketinggalan dibandingkan dengan pertambahan penerimaan. Kredit perbankan mula-mula meningkat, kelak penerimaan bertambah dan pertambahan npada persediaan tinai baru menyusul kemudian. Kecenderungan tersebut akan menguras cadangan perbankan sampai pada suatu saat  keadaan berbalik dan uang semakin mengalir ke bank.
Hal itu membawa akumulasi cadangan perbankan yangmulai berlebihan. Keadaan tersebut pada gilirannya membuka kesempatan untuk ekspansi kredit lagi.
Factor waktu itu karena sebagian uang dalam peredaran untuk beberapa lama senantiasa ditahan sebagai persediaan tunai di kalangan khalayak. Menyebabkan terjadinya osilasi naik turunnya kegiatan ekonomi dalam kehidupan masyarakat.
Akumulasi cadangan perbankan yang berlebihan mendorong para bankir untuk menurunkan tingkat bunganya. Hak ini memberikan perangsang bagi para pengusaha untuk mengadakan atau menambah ppinjaman ke bank. Harga barang cenderung naik dan kemudian upah meningkat. Akan tetapi beberapa akan berlalu sebelum satu sama lain menjelma menjadi uang yang beredar sehari-hari dalam pergaulan.
Pada bankir biasanya tidak menyadari bahwa telah terjadi suatu ekspansi perkreditan yang berlebihan, sdampai uang yang terus mengalir keluar dari bank-bank sudah sangat mengurangi nisbah cadangan perbankan sendiri. Pada tahap itu jumlah kredit yang masuk dalam peredaran sudah jauh melampauitingkat yang dianggap lazim dan wajar dalam dunia perbankan. Pada saat itulah bank-bank meningkatkan tingkat bunga diskontonya. Hal ini menyebabkan para pengusaha mengurangi persediaan stoknya dan pada gilirannya mengurangi pesanan ordernya kepada pihak produsen pemasoknya. Harga barang akan menurun, akan tetapi tingkat upah biasanya masih bertahan dalam beberapa waktu. Begitu pula persediaan uang tunai pada saat itu masih bertahan di kalangan masyarakat umum. Dikala persediaan uang tunai mengalir kembali dalam jumlah uang besar kedalam dunia perbankan, sebenarnya sebelum itu adalah terjadi suatu kontraksi dalam perkreditan bank.
Dalam keadaan demikian, dengan masuknya lagi banyak uang kedalam bank, nisbah cadangan perbankan meningkat lagi. Dengan kata lain kini dialami liquiditas yang berlebihan dalam dunia perbankan. Tingkat diskonto bank akan diturunkan lagi sebagai perangsang bagi para  pengusaha untuk mengmbah stoknya dan meningkatkan volume transaksi usahanya. Dengan begitu akan mulai lagi tahap ekspansi dalkam kegiatan ekonomi.
Suatu kedaan equilibrium hanya akan terpelihara jika tidak terjadi kelambatan waktu yang dimaksud diatas sebab factor kelambatan waktu itulah yang menyebabkan gerak gerik yang silih berganti antara kelebihan dan kekurangan pada cadangan perbankan. Satu sama lain berkaitan dengan praktek-praktekkebijaksanaan moneter/perbankan untuk mendasarkan suatu cadangan perbankan pada nisbah (rasio/tingkat perimbangan) antara cadangan perbankan dan jumlah uang dalam peredaran (tingkat cadangan dinyatakan sebagai persentae dari jumlah kredit yang masuk peredaran uang). Kenyataan tersebut oleh Hawtrey diaanggap sebagai sebab utama bagi terjadinya gerak gelombang dalam siklus ekonomi.
Hawtrey kini mengemukakan pendapatnya agar bank sentral sebagai badan pengatur moneter jangan mengutamakan cadangan perbankan dalam nislahnya dengan jumlah uang yang beredar melainkan harus berpangkal pada arus  (flow) dalam daya beli masyarakat. Sebab yang mengambil peranan penting ialah arus uang itu yang secara efektif menjadi arus daya beli, dan bukan jumlah uang (sebagai stok) yang beredar pada suatu ketika. Sebab persedfiaan uang tunai yang tidak dikeluarkan itu (cash balance atau dalam istilahHawtrey unspent margin) mencakup uang kartal yang beredar beserta kredit yang dipinjam dari bank.
Dalam keadaan dimana tidak pengawasan atau pengaturan terhadap dunia perbankan, maka tingkat bunga diskonto ditentukan secara otomatis oleh nisbah cadangan perbankan sendiri. Keadaan serupa itulah yang menyebabkan bank-bank sering terlambat untuk mencegah terjadinya inflasi ataupun deflasi. Oleh karena itu, hebdsaknya tingkat diskonto dinaikan ataupun diturunkan dengan lebih cepat oleh bank sentral. Dengan jalan tersebut, dapat diadakan stabilisasi pada arus daya beli dan pada tingkat harga umum. Dalam pandangan Hawtrey, pengendaklian tingkat bunga seperti yang dimaksud sudah cukup efektif untuk menggulangi guncangan harga yang naik turun dalam siklus ekonomi.
Pokok permasalahan berekisar antara cepat lambatnya respons dan reaksi oleh pihak para pegdagang.  Sebab hal ini merupakan factor strategis dalam proses kegiatan usaha. Masalah mengatur stabilisasi harga menyangkut mengatur pinjaman dari bank kepada dunia usaha.
Volume pinjaman tersebut dapat diatur melalui tingkat diskonto. Pengendalian tingkat diskonto harus dilakukan ileh bank sentral lepas dari nisbah cadangan perbankan terhadap volume kredit yang dipiinjamkannya. Harus pula didasarkan pemantauan bank sentral terhadap arus daya beli dalam pergaulan (menyangkut kalangan usaha maupun rumah tangga keluarga).
Tingkat diskonto dalam kebijaksanaan moneter/perbankan menurut pandangan Hawtrey sangat mempengaruhi perilaku para pengusaha/pedagang dang kegiatan dalam dunia perdagangan. Fluktuasi dalam pembelian oleh para pengusaha merupakan titik pusat dalam fluktuasi kegiatan dunia usaha umumnya. Dikala para pengusaha/pedagang mengurangi persediaan stok  barangnya dan mengurangi pesanan pembeliannya. Hal itu akan mengurangi produksi dan menyebabkan bertambahnya pengangguran. Kemudian penerimaan juga menurun lagi sehingga pengeluaran untuk pembelian menjadi semakin berkurang. Kecenderungan dalam proses tersebut juga berlaku untuk arah jurusan yang sebaliknya. Gerak perkembangan yang naik turun berawal dari pihak kalangan pedagang dan kemudian meluas pada golongan-golongan lain dalam masyarakat.
Kelemahan pokok dalam kerangka analisisdan garis pemikitan Hawtrey lagi-lagi melekat pada haluan pendangan yang secara berat sebelah terpusat/terbatas pada peranan uang dan perbankan, seakan-akan meremehkan pertimbangan-pertimbangan yang mendorong kegiatan usaha dalam kegiatan ekonomi riil. Dalam kenyataan pengelolaan usaha, maka fluktuasi pada persediaan stok barang lebih dipengaruhi oleh pemikiran pengusaha mengenai prospek tentang penjualan barang dan perkembangan harga. Bilamana prospek perkitaannya tentang penjualan itu cerah, maka pengendalian yang semata-mata menyangkut tingkat bunga diskonto kiranyatidak mengandung dmpak besar terhadap tingkat investasi dan volume dalam persediaan stok.
1.    D.      Pendekatan Ekonometrik Terhadap Siklus Ekonomi
Jan Timbergen (1930); Ragnar Frisch (1895-1973)
Ekonometri sebagai cabang penting dari ilmu ekonomi berpokok pada perpaduan antara teori ekonomi, ilmu matematika, dan ilmu statistik. Ketiga disiplin ilmu tersebut masing-masing merupakan jalur jalur peralatan analisa yang diperlukan dalam pendekatan terhadap masalah ekonomi.

F.   Sintesis dalam Teori Siklus Ekonomi : John Maynard Keynes (1883-1946); Alvin H. Hansen
Dalam pandangan Keynes dalam bukunya The General Theory of Employment, Interest and Money (1936), perkembangan depresi dan deflasi (tingkat harga umum yang tertekan dan daya beli riil yang rendah) serta ekspansi dan inflasi pada hakekatnya merupakan permasalahan yang berkisar pada permintaan agregatif. Perubahan pada permintaan agregatif mempengaruhi fluktuasi pada produksi dan kesempatan kerja.
Pendekatan Keynes terhadap masalah ekonomi dan kebijakannya adalah dengan pengendalian permintaan agregatif : melalui kebijakan fiskan dengan menciptakan deficit dalam keadaan depresi dan melakukan surplus dalam perkembangan ekspansi. Keynes juga menekankan pentingnya kebijakan moneter yang berhubungan dengan kebijakan fiscal yang harus melakukan respon terhadap segi permasalahan lainnya, khususnya yang menyangkut tingkat bunga.
Pokok pemikiran Keynes mengenai siklus ekonomi ialah bahwa boom (tahap ekspansi) dan slump (tahap resesi dan depresi) yang saling susul ada kaitannya dengan fluktuasi pada efisiensi marginal dari modal dibandingkan dengan tingkat bunga.
Siklus dalam kegiatan ekonomi terjadi karena adanya perubahan dalam efisiensi marginal dari modal. Hal itu dipertajam dengan hasrat likuiditas (liquidity preference) dan hasrat berkonsumsi (propensity to consume). Perubahan hasrat likuiditas dan konsumsi ini mempengaruhi osilasi dan amplitude dalam perkembangan siklus ekonomi.
Kemudian kerangka analisis pemikiran Keynes dikembangkan oleh Alvin Hansen, Fiscal Policy and Business Cycles (1941); business cycles dan National Income  (1951). Dalam pandangan Hansen adalah sangat penting untuk membedakan antara dua perubahan yang menyangkut gerak menurunnya efisiensi marginal dari modal.
Pertama, tingkat efisiensi marginal dari modal bisa menurun pada pola garis kurva. Kedua, efisiensi marginal dari modal juga bisa berubah karena terjadi pergeseran (shift) dari garis kurva itu sendiri. Huasil dari kombinasi yaitu menurunnya efisiensi marginal dari modal pada suatu kurva dan bergesernya kurva dari efisiensi marginal itu, mungkin justru meningkatkan efisiensi marginal dari modal.
Demikianlah secara pokok kelengkapan penafsiran Hansen terhadap pemikiran semua yang darumuskan oleh Keynes.

Keynes juga menunjukkan beberapa sebab berbeda yang mendorong gerak efisiensi marginal dari modal:

(1)   Ada kalanya gerak efisiensi marginal tersebut didasarkan atas perkiraan/penilaian yang realistis mengenai kebutuhan akan investasi modal dalam proses pertumbuhan
(2)   Namun, sering terjadi pula rencana gerak (schedule) efisiensi marginal dari modal terdorong oleh perkiraan-perkiraan yang sangat spekulatif mengenai imbalan jasa yang (diharapkan) akan diperoleh di masa depan.


Tetapi ketika timbul kesangsian dan keraguan sekitar benar-salahnya perkiraan yang dimaksud, maka suasana dunia usaha berbalik dari optimis-spekulatif menjadi sangat pesimis. Dengan keadaan demikian, perkembangan keadaan berubah dengan tiba-tiba dan dampak perubahannya sangat tajam dan luas. Oleh sebab itu, penjelasan tentang terjadinya suatu krisis bukanlah terletak pada terlalu meningkatnya investasi, melainkan pada keruntuhan secar tiba-tiba efisiensi marginal dari modal.
Dalam perkembangan tahap ekspansi, ada dua hal yang harus diperhatikan : (1) Pertambahan pada barang modal sudah tersedia disertai oleh biaya produksi yang meningkat; (2) Pertambahan barang modal dan meningkatnya biaya produksi masing-masing dan secara bersamaan cenderung untuk mengurangi efisiensi marginal dari modal.
Pada tahap akhir ekspansi, sering berlangsung suasana ekspektasi yang sangat optimis mengenai imbalan jasa yang dapat diperoleh di masa depan. Perkiraan tentang imbalan jasa melampaui perkiraan tentang peningkatan biaya dan mungkin juga tentang peningkatan bunga. Jika kelak perkiraan itu salah, maka akan timbul kesangsian dan keraguan sekitar prospek imbalan jasa dari investasi. Satu sama lainnya membawa akibat berantai yang meluas.
Dari uraian di atas, jelas bahwa Keynes member arti yang besar pada factor optimisme yang mendorong kegiatan ekspansi secara berlebihan dan membawa kesalahan perkiraan. Sementara itu Keynes kurang menonjolkan peranan perubahan teknologi dan pertambahan penduduk yang keduanya dan masing-masing mempengaruhi kecenderungan dalam gerak efisiensi marginal dari modal.
Faktor yang menurut Keynes sangat mempengaruhi lama atau pendeknya tahap depresi adalah masa waktu yang diperlukan untuk menampung dan menerap surplus persediaan stok yang selama resesi dan depresi telah bertambah secara kumulatif. Biaya yang tersangkut dengan penyimpanannya merupakan sesuatu yang sangat penting, sehingga bukan tidak mungkin bahwa dalam keadaan itu investasi menjadi negative. Lagi pula dalam tahap menurunnya kegiatan ekonomi (down swing), dana modal kerja untuk barang-barang yang sedang dalam proses produksi menjadi berkurang. Menurunnya investasi dalam barang modal mengandung dampak kumulatif terhadap (dis)investasi dalam persediaan stok dan pada modal kerja.
Dalam pandangan Hansen, dalam suatu keadaan tertentu dengan teknik produksi tertentu dan jumlah penduduk tertentu dimana tingkat investasi dianggap tepat karena adanya kesempatan kerja secara penuh (full employment), maka dalam perimbangan-perimbangan keadaan serupa itu, tidak dapat diperanggungjawabkan adanya tambahan investasi. Jika hal ini terjadi, maka bertambahnya barang modal tetap pada tingkat itu sewaktu-waktu bisa menimbulkan goncangan dalam gerak kegiatan ekonomi.
Kekurangan dalam kemampuan berkonsumsi (underconsumption) merupakan tema pokok dalam pemikiran ekonomi Robert Malthus, Principles of Political Economy (1878). Pendapat Malthus tidalk disangkal oleh Keynes yang menerimanya sebagai pengamatan kenyataan. Sementara itu, Keynes berpendirian bahwa underconsumption bukan menjadi satu-satunya factor konstan-otonom yang mengekang kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi dapat ditingkatkan melalui peningkatan investasi dalam produksi yang akan membawa kenaikan konsumsi. Oleh sebab itu, Keynes berpendapat bahwa masalah kekurangan dalam kemampuan berkonsumsi tidak dapat dianggap sebagai sebab sesuatu yang konstan. Sebab, keadaan tersebut dapat ditanggulangi dengan meningkatkan investasi bersama usaha lain untuk menaikkan konsumsi.
Inti dalam kerangka pemikiran Keynes-Hansen ialah kestabilan pada pendapatan (permintaan efektif) dan kesempatan kerja. Hal itu pula yang menjadi sasaran pokok dalam kebijakan pengendalian siklus ekonomi. Dalam sistem Keynes-Hansen, masalah siklus ekonomi dikembalikan sebagai bagian dari teori ekonomi umum. Memang teori tentang siklus ekonomi harus berakar dalam suatu kerangka  landasan analisis-teoretis yang mencakup pembentukan pendapatan dan kesempatan kerja serta masalah alokasi sumber daya dan dana yang sekaligus dapat menjelaskan penyebab naik atau turunnya tingkat kegiatan ekonomi masyarakat.

G. Ulasan ringkas Teori Siklus Ekonomi. Interaksi antara Kekuatan-kekuatan Endogen dan Eksogen
Ada baiknya kita memperhatikan sifat serangkaian faktor dinamika yang mengambil peranan strategis dalam mendorong kegiatan ekonomi yang berjalan menurut pola gerak gelombang yang menaik dan menurun.
Seperti setelah dibahas sebelumnya, dapat dibedakan antara faktor dinamika yang bersifat endogen dan yang bersifat eksogen. Hal yang penting adalah segi interaksinya (hubungan pengaruhnya secara timbal-balik) diantara kedua kelompok jenis dinamika tersebut. Dengan berjalannya waktu, siklus bisnis semakin berkurang kualitasnya.
·         Faktor-Faktor Penentu Stabilitas
–        Semakin sempurnanya aliran modal
–        Kebijakan pemerintah semakin terbuka dan dapat diprediksi
–        Pemahaman pemerintah yang semakin baik terhadap kondisi perekonomian dapat mencegah perekonomian menuju resesi
·         Pada dekade 1990, ekonom AS berfikir bahwa siklus bisnis sudah mati. Di AS siklus bisnis sudah tidak terjadi, tetapi SB muncul di negara lain.
·         Okun mengatakan bahwa memang karena penyebab resesi sudah dikenali, sehingga resesi dapat ditekan terjadinya, tetapi kita tidak akan mampu menghadang terjadinya resesi.

SUMBER : 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.