.

Minggu, 25 Mei 2025

Kerentanan Pendapatan Nasional terhadap Gancangan Eksternal: Pembelajaran dari Krisis Global

 

Abstrak

Perekonomian global yang semakin terintegrasi telah meningkatkan kerentanan pendapatan nasional terhadap guncangan eksternal. Artikel ini menganalisis dampak berbagai krisis global terhadap stabilitas pendapatan nasional dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kerentanan suatu negara.

Melalui pendekatan analisis deskriptif dan studi kasus komparatif, penelitian ini mengkaji pembelajaran dari krisis keuangan Asia 1997-1998, krisis keuangan global 2008-2009, dan pandemi COVID-19. Temuan menunjukkan bahwa negara-negara dengan struktur ekonomi yang didominasi ekspor komoditas primer, ketergantungan tinggi pada aliran modal asing, dan sistem keuangan yang lemah cenderung lebih rentan terhadap guncangan eksternal. Diversifikasi ekonomi, penguatan cadangan devisa, pengembangan pasar keuangan domestik, dan penerapan kebijakan makroprudensial terbukti efektif dalam mengurangi kerentanan. Artikel ini merekomendasikan strategi komprehensif untuk membangun ketahanan ekonomi nasional melalui reformasi struktural, penguatan institusi, dan koordinasi kebijakan regional maupun global.

 

Kata Kunci: kerentanan ekonomi, guncangan eksternal, krisis global, ketahanan ekonomi, pendapatan nasional, stabilitas makroekonomi

 

Pendahuluan

Globalisasi ekonomi telah menciptakan interdependensi yang semakin dalam antar negara, namun sekaligus meningkatkan eksposur terhadap risiko guncangan eksternal. Pendapatan nasional, yang tercermin dalam Produk Domestik Bruto (PDB), menjadi indikator utama stabilitas ekonomi suatu negara. Namun, dalam era globalisasi ini, pendapatan nasional menghadapi tantangan signifikan dari berbagai sumber guncangan eksternal yang dapat mempengaruhi stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.

 

Guncangan eksternal dapat berasal dari berbagai sumber, mulai dari krisis keuangan global, fluktuasi harga komoditas internasional, perubahan kebijakan moneter negara maju, hingga bencana pandemi global. Krisis keuangan Asia 1997-1998 menunjukkan bagaimana contagion effect dapat menyebar dengan cepat dan menghancurkan perekonomian regional. Krisis keuangan global 2008-2009 membuktikan bahwa tidak ada negara yang kebal dari guncangan sistemik global. Pandemi COVID-19 telah memberikan pembelajaran baru tentang bagaimana shock non-ekonomi dapat memberikan dampak ekonomi yang mendalam dan berkepanjangan.

 

Kerentanan terhadap guncangan eksternal tidak sama untuk semua negara. Faktor-faktor seperti struktur ekonomi, tingkat diversifikasi, ketergantungan pada perdagangan internasional, kualitas institusi, dan kebijakan makroekonomi memainkan peran penting dalam menentukan tingkat kerentanan suatu negara. Negara-negara berkembang umumnya lebih rentan dibandingkan negara maju karena keterbatasan dalam diversifikasi ekonomi, akses terhadap pasar keuangan internasional, dan kapasitas kebijakan.

 

Pemahaman tentang kerentanan pendapatan nasional terhadap guncangan eksternal menjadi semakin penting dalam konteks ketidakpastian global yang meningkat. Perubahan iklim, ketegangan geopolitik, revolusi teknologi, dan transformasi struktur perdagangan global menciptakan sumber-sumber guncangan baru yang perlu diantisipasi. Oleh karena itu, analisis komprehensif tentang faktor-faktor kerentanan dan strategi mitigasi menjadi sangat relevan untuk perumusan kebijakan ekonomi yang tepat.

 

Artikel ini bertujuan untuk menganalisis kerentanan pendapatan nasional terhadap guncangan eksternal dengan mengambil pembelajaran dari berbagai krisis global yang telah terjadi. Fokus analisis mencakup identifikasi sumber-sumber guncangan, faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kerentanan, mekanisme transmisi guncangan, dan strategi yang dapat diterapkan untuk membangun ketahanan ekonomi nasional.

 

Permasalahan

Kerentanan pendapatan nasional terhadap guncangan eksternal menimbulkan berbagai permasalahan yang kompleks dan multidimensional. Permasalahan utama terletak pada identifikasi dan kuantifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kerentanan suatu negara. Tidak semua negara memiliki tingkat kerentanan yang sama, dan pemahaman tentang determinan kerentanan ini masih terus berkembang seiring dengan evolusi struktur ekonomi global.

 

Permasalahan kedua berkaitan dengan mekanisme transmisi guncangan eksternal ke ekonomi domestik. Guncangan dapat ditransmisikan melalui berbagai saluran, termasuk perdagangan internasional, aliran modal, sistem keuangan, dan ekspektasi pasar. Kompleksitas interaksi antar saluran transmisi ini membuat prediksi dampak guncangan menjadi sulit dan seringkali tidak akurat.

 

Ketiga, terdapat trade-off antara integrasi ekonomi global dengan stabilitas ekonomi domestik. Semakin terintegrasi suatu negara dengan ekonomi global, semakin besar manfaat yang dapat diperoleh dari perdagangan dan investasi internasional. Namun, integrasi yang tinggi juga berarti eksposur yang lebih besar terhadap guncangan eksternal. Menentukan tingkat integrasi yang optimal menjadi tantangan kebijakan yang signifikan.

 

Keempat, keterbatasan instrumen kebijakan dalam menghadapi guncangan eksternal. Kebijakan moneter dan fiskal domestik memiliki keterbatasan dalam menghadapi guncangan yang bersumber dari luar negeri, terutama untuk negara-negara kecil dan terbuka. Koordinasi kebijakan internasional sering diperlukan, namun sulit dicapai karena perbedaan kepentingan nasional.

 

Kelima, asimetri informasi dan ketidakpastian dalam menghadapi guncangan eksternal. Guncangan eksternal seringkali bersifat tidak terprediksi dan berkembang dengan cepat, sementara pembuat kebijakan memiliki informasi yang terbatas dan waktu respons yang singkat. Hal ini dapat menyebabkan kebijakan yang tidak optimal atau bahkan kontraproduktif.

 

Pembahasan

Konsep Kerentanan Ekonomi dan Guncangan Eksternal

Kerentanan ekonomi (economic vulnerability) merujuk pada tingkat eksposur dan sensitivitas suatu perekonomian terhadap guncangan eksternal yang berada di luar kendali domestik. Konsep ini mencakup dua dimensi utama: eksposur (exposure) yang mengukur seberapa besar perekonomian terpapar pada guncangan eksternal, dan ketahanan (resilience) yang mengukur kemampuan perekonomian untuk menyerap dan pulih dari guncangan tersebut.

 

Guncangan eksternal dapat dikategorikan menjadi beberapa jenis berdasarkan sumbernya. Guncangan perdagangan (trade shocks) terjadi ketika terdapat perubahan signifikan dalam harga komoditas internasional, permintaan ekspor, atau kebijakan perdagangan negara lain. Guncangan keuangan (financial shocks) berkaitan dengan perubahan mendadak dalam aliran modal internasional, suku bunga global, atau kepercayaan investor terhadap suatu negara. Guncangan moneter global (global monetary shocks) terjadi ketika bank sentral negara maju mengubah stance kebijakan moneternya yang berdampak pada kondisi likuiditas global.

 

Indeks kerentanan ekonomi telah dikembangkan oleh berbagai institusi internasional untuk mengukur tingkat kerentanan suatu negara. Economic Vulnerability Index (EVI) yang dikembangkan oleh UN-OHRLLS mencakup indikator seperti konsentrasi ekspor, ketergantungan pada impor makanan, populasi yang terancam bencana alam, dan ketidakstabilan produksi pertanian. Sementara itu, IMF menggunakan berbagai indikator makroekonomi dan keuangan untuk menilai kerentanan eksternal suatu negara.

 

Pembelajaran dari Krisis Keuangan Asia 1997-1998

Krisis keuangan Asia 1997-1998 memberikan pembelajaran penting tentang kerentanan ekonomi negara berkembang terhadap guncangan eksternal. Krisis ini dimulai dari Thailand pada Juli 1997 dengan serangan spekulatif terhadap baht Thailand, kemudian menyebar dengan cepat ke negara-negara Asia lainnya termasuk Indonesia, Korea Selatan, Malaysia, dan Filipina.

 

Faktor-faktor kerentanan yang teridentifikasi dari krisis ini mencakup ketidakseimbangan makroekonomi, terutama defisit transaksi berjalan yang besar dan ketergantungan pada aliran modal jangka pendek. Banyak negara Asia memiliki sistem nilai tukar yang rigid (managed float atau currency board) yang membuat mereka rentan terhadap serangan spekulatif. Sistem perbankan yang lemah dengan tingkat non-performing loans yang tinggi dan pengawasan yang tidak memadai juga memperbesar dampak krisis.

 

Mekanisme transmisi krisis terjadi melalui beberapa saluran. Pertama, saluran keuangan melalui capital flight dan banking panic yang menyebabkan krisis likuiditas. Kedua, saluran perdagangan melalui penurunan daya saing ekspor akibat depresiasi mata uang negara pesaing. Ketiga, saluran kepercayaan melalui contagion effect dan herding behavior investor internasional.

 

Respons kebijakan yang diterapkan berbeda-beda antar negara. Indonesia, Thailand, dan Korea Selatan mengambil program bantuan IMF dengan kondisionalitas yang ketat, termasuk pengetatan fiskal dan moneter serta reformasi struktural. Malaysia memilih pendekatan yang berbeda dengan menerapkan kontrol modal dan mempertahankan stimulus fiskal. Pengalaman ini menunjukkan bahwa tidak ada one-size-fits-all solution dalam menghadapi krisis keuangan.

 

Pembelajaran dari Krisis Keuangan Global 2008-2009

Krisis keuangan global 2008-2009 yang bermula dari subprime mortgage crisis di Amerika Serikat memberikan pembelajaran baru tentang bagaimana guncangan dari negara maju dapat mempengaruhi seluruh dunia. Berbeda dengan krisis Asia yang bersifat regional, krisis ini bersifat global dan menunjukkan tingkat interconnectedness yang tinggi dalam sistem keuangan internasional.

 

Transmisi krisis terjadi melalui multiple channels secara bersamaan. Saluran perdagangan internasional mengalami kontraksi tajam karena penurunan permintaan global dan tightening credit conditions. Saluran keuangan mengalami gangguan severe karena banking crisis di negara-negara maju yang menyebabkan credit crunch global. Saluran komoditas mengalami volatilitas tinggi dengan penurunan tajam harga komoditas primer yang merugikan negara-negara eksportir komoditas.

 

Negara-negara dengan struktur ekonomi yang berbeda menunjukkan tingkat kerentanan yang berbeda pula. Negara-negara eksportir komoditas seperti Brasil, Rusia, dan Australia mengalami dampak berat melalui penurunan harga komoditas dan penurunan permintaan ekspor. Negara-negara dengan sistem keuangan yang terintegrasi dengan pasar keuangan global seperti Korea Selatan dan Singapura mengalami capital outflows yang signifikan.

 

Respons kebijakan global terhadap krisis ini lebih terkoordinasi dibandingkan krisis sebelumnya. G20 memainkan peran penting dalam koordinasi stimulus fiskal global dan reformasi regulasi keuangan. Bank sentral negara maju menerapkan unconventional monetary policy seperti quantitative easing yang memberikan dampak spillover yang signifikan terhadap negara berkembang melalui portfolio flows.

 

Pembelajaran dari Pandemi COVID-19

Pandemi COVID-19 yang dimulai pada awal 2020 memberikan jenis guncangan eksternal yang berbeda dari krisis-krisis sebelumnya. Ini merupakan supply and demand shock sekaligus yang bersumber dari faktor non-ekonomi namun memberikan dampak ekonomi yang mendalam dan berkepanjangan.

 

Karakteristik unik dari guncangan COVID-19 adalah sifatnya yang simultaneous dan synchronized across countries. Lockdown dan social distancing measures diterapkan hampir bersamaan di seluruh dunia, menyebabkan penurunan aktivitas ekonomi global yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sektor-sektor tertentu seperti pariwisata, penerbangan, dan hospitality mengalami dampak yang devastatingwsementara sektor teknologi dan e-commerce justru mengalami pertumbuhan.

 

Mekanisme transmisi guncangan COVID-19 berbeda dari krisis keuangan tradisional. Supply chain disruption menjadi saluran transmisi utama karena gangguan produksi dan logistik global. Labor market shock terjadi karena pembatasan mobilitas dan social distancing. Uncertainty shock mempengaruhi investasi dan konsumsi melalui peningkatan saving rate dan penundaan keputusan ekonomi.

 

Respons kebijakan terhadap COVID-19 juga unik dengan kombinasi kebijakan kesehatan dan ekonomi. Fiscal policy menjadi instrumen utama dengan stimulus package yang sangat besar, sementara monetary policy memberikan dukungan melalui penurunan suku bunga dan quantitative easing. Kebijakan struktural seperti digitalisasi dan transformasi ekonomi hijau juga dipercepat.

 

Faktor-Faktor Determinan Kerentanan

Analisis dari berbagai krisis menunjukkan beberapa faktor utama yang menentukan tingkat kerentanan suatu negara terhadap guncangan eksternal. Struktur ekonomi merupakan faktor fundamental, di mana negara dengan diversifikasi ekonomi yang rendah dan ketergantungan tinggi pada sektor tertentu (seperti komoditas primer) cenderung lebih rentan.

 

Openness ekonomi memiliki hubungan yang kompleks dengan kerentanan. Di satu sisi, keterbukaan meningkat eksposur terhadap guncangan eksternal. Di sisi lain, economic openness juga dapat meningkatkan fleksibilitas dan adaptabilitas ekonomi. Trade openness dan financial openness dapat memiliki dampak yang berbeda terhadap kerentanan.

 

Kualitas institusi dan governance memainkan peran penting dalam menentukan kemampuan suatu negara untuk menghadapi guncangan eksternal. Negara dengan institusi yang kuat, rule of law yang baik, dan governance yang transparan cenderung lebih resilient terhadap guncangan. Hal ini berkaitan dengan kemampuan untuk mengimplementasikan kebijakan yang efektif dan mempertahankan kepercayaan investor.

 

Kondisi makroekonomi fundamental seperti fiscal space, debt sustainability, current account balance, dan international reserves mempengaruhi kapasitas untuk merespons guncangan. Negara dengan fiscal deficit yang tinggi dan debt-to-GDP ratio yang besar memiliki ruang gerak kebijakan yang terbatas. External imbalances yang besar membuat negara rentan terhadap sudden stops dalam capital flows.

 

Sistem keuangan domestik juga merupakan determinan penting kerentanan. Sistem perbankan yang sehat dengan adequate capitalization, prudent risk management, dan effective supervision dapat berfungsi sebagai shock absorber. Sebaliknya, sistem keuangan yang fragile dapat memperbesar dampak guncangan eksternal melalui amplification effects.

 

Mekanisme Transmisi Guncangan

Guncangan eksternal ditransmisikan ke ekonomi domestik melalui berbagai saluran yang saling berinteraksi. Trade channel merupakan saluran yang paling langsung, di mana guncangan mempengaruhi volume dan harga perdagangan internasional. Penurunan permintaan ekspor atau kenaikan harga impor dapat langsung mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan neraca pembayaran.

 

Financial channel berperan penting terutama untuk negara dengan pasar keuangan yang terintegrasi dengan pasar global. Capital flows volatility dapat menyebabkan exchange rate volatility dan mempengaruhi kondisi moneter domestik. Banking channel dapat memperbesar dampak guncangan melalui credit crunch dan banking panic.

 

Commodity channel sangat relevan untuk negara-negara eksportir komoditas primer. Fluktuasi harga komoditas internasional langsung mempengaruhi terms of trade dan penerimaan ekspor. Volatilitas harga komoditas yang tinggi dapat menyebabkan fiscal revenue volatility dan exchange rate volatility.

 

Confidence channel bekerja melalui perubahan ekspektasi dan sentimen pasar. Guncangan eksternal dapat mempengaruhi confidence indicator seperti consumer confidence, business confidence, dan investor sentiment. Perubahan kepercayaan ini dapat mempengaruhi keputusan konsumsi, investasi, dan portfolio allocation.

 

Strategi Mitigasi Kerentanan

Berdasarkan pembelajaran dari berbagai krisis, beberapa strategi dapat diterapkan untuk mengurangi kerentanan terhadap guncangan eksternal. Economic diversification merupakan strategi jangka panjang yang fundamental untuk mengurangi ketergantungan pada sektor tertentu. Diversifikasi dapat dilakukan dalam dimensi produk, pasar ekspor, dan sumber pertumbuhan ekonomi.

 

Penguatan external buffers melalui akumulasi international reserves, diversifikasi sumber pembiayaan eksternal, dan pengembangan local currency bond market dapat meningkatkan ketahanan terhadap guncangan keuangan. Adequate reserve coverage dan akses terhadap international liquidity facilities memberikan ruang gerak dalam menghadapi capital flow reversals.

 

Pembangunan sistem keuangan yang resilient melalui strengthening banking supervision, macroprudential policy, dan financial infrastructure development. Sistem keuangan yang sehat dapat berfungsi sebagai shock absorber dan memfasilitasi transmisi kebijakan moneter yang efektif.

 

Penerapan flexible exchange rate regime umumnya memberikan automatic adjustment mechanism terhadap guncangan eksternal. Namun, hal ini perlu didukung dengan credible monetary policy framework dan financial market development yang memadai.

 

Koordinasi kebijakan regional dan internasional dapat membantu mengurangi dampak guncangan sistemik. Regional financial safety nets seperti Chiang Mai Initiative Multilateralization (CMIM) dan bilateral swap agreements dapat memberikan akses terhadap liquidity support. Multilateral trade agreements dapat mengurangi trade protectionism selama krisis.

 

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Analisis terhadap berbagai krisis global menunjukkan bahwa kerentanan pendapatan nasional terhadap guncangan eksternal merupakan fenomena yang kompleks dan multidimensional. Tingkat kerentanan suatu negara ditentukan oleh interaksi berbagai faktor, termasuk struktur ekonomi, tingkat keterbukaan, kualitas institusi, kondisi makroekonomi fundamental, dan sistem keuangan domestik.

 

Pembelajaran dari krisis keuangan Asia 1997-1998 menunjukkan pentingnya menjaga keseimbangan makroekonomi dan menghindari excessive reliance pada capital flows jangka pendek. Crisis keuangan global 2008-2009 memberikan pelajaran tentang interconnectedness sistem keuangan global dan perlunya koordinasi kebijakan internasional. Pandemi COVID-19 mendemonstrasikan bahwa guncangan non-ekonomi dapat memberikan dampak ekonomi yang devastatingwdan memerlukan respons kebijakan yang comprehensive dan innovative.

 

Mekanisme transmisi guncangan eksternal terjadi melalui multiple channels yang saling berinteraksi, termasuk trade, financial, commodity, dan confidence channels. Kompleksitas interaksi ini membuat prediksi dampak guncangan menjadi challenging dan memerlukan monitoring yang comprehensive serta early warning systems yang efektif.

 

Tidak ada strategi universal untuk mengurangi kerentanan karena setiap negara memiliki karakteristik dan tantangan yang unik. Namun, beberapa prinsip umum dapat diterapkan, termasuk diversifikasi ekonomi, penguatan external buffers, pembangunan sistem keuangan yang resilient, dan koordinasi kebijakan regional maupun internasional.

 

Saran

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, beberapa saran strategis dapat dirumuskan untuk mengurangi kerentanan pendapatan nasional terhadap guncangan eksternal:

 

Penguatan Fundamental Makroekonomi: Pemerintah perlu menjaga keseimbangan makroekonomi melalui pengelolaan fiscal yang prudent, menjaga current account deficit pada tingkat yang sustainable, dan membangun fiscal space untuk memberikan ruang gerak kebijakan counter-cyclical. Debt management yang efektif dan diversifikasi sumber pembiayaan juga penting untuk mengurangi kerentanan fiscal.

Diversifikasi Struktur Ekonomi: Strategi jangka panjang untuk mengurangi ketergantungan pada sektor tertentu melalui pengembangan industri manufaktur, sektor jasa, dan ekonomi digital. Diversifikasi pasar ekspor dan produk ekspor dapat mengurangi eksposur terhadap guncangan spesifik negara atau komoditas tertentu.

Penguatan Sistem Keuangan: Implementasi regulatory framework yang comprehensive, penguatan supervision dan surveillance, serta pengembangan macroprudential policy untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Pengembangan pasar keuangan domestik, terutama local currency bond market, dapat mengurangi ketergantungan pada pembiayaan eksternal.

Pembangunan External Buffers: Akumulasi international reserves pada tingkat yang adequate, pengembangan akses terhadap international liquidity facilities, dan diversifikasi portfolio cadangan devisa. Pembangunan sovereign wealth fund dapat membantu mengelola revenue volatility dari sumber daya alam.

Penguatan Institusi dan Governance: Investasi dalam institutional development, penegakan rule of law, dan peningkatan transparansi dan akuntabilitas governance. Institusi yang kuat dapat meningkatkan credibility kebijakan dan menjaga kepercayaan investor selama periode guncangan.

Koordinasi Regional dan Internasional: Partisipasi aktif dalam jaring pengaman keuangan regional, pengaturan pertukaran bilateral, dan perjanjian perdagangan multilateral. Koordinasi kebijakan dengan negara-negara lain dapat membantu mengurangi dampak guncangan sistemik dan mencegah devaluasi kompetitif atau perang dagang.

Pengembangan Sistem Peringatan Dini: Pembentukan sistem pemantauan dan pengawasan yang komprehensif untuk mengidentifikasi potensi guncangan eksternal dan kerentanan domestik. Sistem peringatan dini yang efektif dapat memberikan waktu yang cukup untuk penerapan kebijakan preemptive.

Investasi dalam Sumber Daya Manusia dan Inovasi: Pengembangan sumber daya manusia dan kapasitas inovasi dapat meningkatkan adaptasi ekonomi terhadap perubahan global. Transformasi digital dan ekonomi hijau dapat memberikan sumber pertumbuhan baru yang lebih tangguh terhadap guncangan tradisional.

Implementasi saran-saran ini memerlukan komitmen jangka panjang dan koordinasi antar berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, bank sentral, sektor swasta, dan masyarakat sipil. Pemantauan dan evaluasi yang berkelanjutan juga diperlukan untuk memastikan efektivitas strategi yang diterapkan dan melakukan penyesuaian sesuai dengan perkembangan kondisi global.

 

Daftar Pustaka

Aizenman, J., & Hutchison, MM (2012). Tekanan pasar valuta asing dan penyerapan oleh cadangan internasional: Pasar negara berkembang dan ketakutan akan hilangnya cadangan selama krisis 2008–09. Jurnal Keuangan dan Uang Internasional, 31(5), 1076-1091.

Calvo, GA, Leiderman, L., & Reinhart, CM (1996). Arus masuk modal ke negara-negara berkembang pada tahun 1990-an. Jurnal Perspektif Ekonomi, 10(2), 123-139.

Eichengreen, B., & Rose, AK (2014). Kontrol modal di abad ke-21. Jurnal Keuangan dan Uang Internasional, 48, 1-16.

Forbes, KJ, & Warnock, FE (2012). Gelombang aliran modal: lonjakan, penghentian, pelarian, dan pengurangan tenaga kerja. Jurnal Ekonomi Internasional, 88(2), 235-251.

Goldstein, M., & Turner, P. (2004). Pengendalian ketidaksesuaian mata uang di pasar negara berkembang. Institut Ekonomi Internasional.

Lane, PR, & Milesi-Ferretti, GM (2018). Kekayaan eksternal suatu negara ditinjau kembali: Integrasi keuangan internasional setelah krisis keuangan global. Tinjauan Ekonomi IMF, 66(1), 189-222.

Obstfeld, M., Shambaugh, JC, & Taylor, AM (2009). Ketidakstabilan keuangan, cadangan, dan jalur swap bank sentral di tengah kepanikan tahun 2008. American Economic Review, 99(2), 480-486.

Pratomo, DS, & Rahayu, S. (2020). Dampak pandemi COVID-19 terhadap stabilitas makroekonomi Indonesia: Analisis kerentanan dan ketahanan. Jurnal Kebijakan Ekonomi, 16(2), 178-195.

Reinhart, CM, & Rogoff, KS (2009). Kali ini berbeda: Delapan abad kebodohan finansial. Princeton University Press.

Rey, H. (2013). Dilema bukan trilema: Siklus keuangan global dan independensi kebijakan moneter. Prosiding Simposium Kebijakan Ekonomi Jackson Hole, Federal Reserve Bank of Kansas City, 285-333.

Susanto, H., Wijaya, M., & Hartono, B. (2018). Penentuan kerentanan eksternal ekonomi Indonesia: Analisis empiris periode 2000-2017. Jurnal Ekonomi Pembangunan Indonesia, 19(4), 412-428.

Tille, C., & van Wincoop, E. (2010). Arus modal internasional. Jurnal Ekonomi Internasional, 80(2), 157-175.

Wardhana, A., & Simorangkir, I. (2019). Analisis kerentanan ekonomi Indonesia terhadap guncangan eksternal: Pembelajaran dari krisis keuangan global. Jurnal Ekonomi dan Keuangan Indonesia, 65(3), 289-305.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.