Artikel ini mengkaji perkembangan ekonomi digital dan dampaknya terhadap pola konsumsi global melalui perspektif e-commerce.
Penelitian ini menunjukkan bagaimana transformasi digital telah mengubah secara fundamental cara masyarakat melakukan transaksi ekonomi dan mengonsumsi barang serta jasa. Dengan menganalisis tren terkini dalam e-commerce, artikel ini mengidentifikasi pergeseran signifikan dari model bisnis tradisional ke platform digital, perubahan perilaku konsumen, dan implikasi ekonomi yang lebih luas. Hasil analisis menunjukkan bahwa e-commerce tidak hanya memperluas akses pasar dan menawarkan kemudahan berbelanja, tetapi juga menciptakan tantangan seperti kesenjangan digital, masalah privasi data, dan dampak lingkungan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa meskipun e-commerce membawa peluang ekonomi yang besar, diperlukan respons kebijakan yang komprehensif untuk memastikan pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan dalam ekonomi digital global.
Kata Kunci: Ekonomi digital, e-commerce, pola konsumsi, transformasi digital, perilaku konsumen, platform digital, keberlanjutan
1. Pendahuluan
Dalam dua dekade terakhir, dunia telah menyaksikan transformasi dramatis dalam lanskap ekonomi global. Digitalisasi telah meresap ke hampir setiap aspek kehidupan ekonomi, menciptakan apa yang sekarang dikenal sebagai "ekonomi digital" - sebuah ekosistem di mana teknologi informasi dan komunikasi (TIK) menjadi tulang punggung aktivitas ekonomi. Di jantung revolusi ini adalah e-commerce, yang telah mengubah cara produk dan jasa dipasarkan, dibeli, dan dikonsumsi.
E-commerce, atau perdagangan elektronik, merujuk pada pembelian dan penjualan barang atau jasa melalui internet. Fenomena ini telah berkembang dari konsep sederhana menjadi ekosistem kompleks yang mencakup berbagai model bisnis seperti business-to-consumer (B2C), business-to-business (B2B), consumer-to-consumer (C2C), dan mobile commerce (m-commerce). Platform seperti Amazon, Alibaba, Shopee, dan Tokopedia telah menjadi nama yang familiar dalam kehidupan sehari-hari konsumen global.
Pertumbuhan e-commerce telah dipercepat oleh beberapa faktor, termasuk penetrasi internet yang semakin luas, proliferasi perangkat mobile, kemajuan dalam teknologi pembayaran digital, dan yang terbaru, pandemi COVID-19 yang memaksa konsumen dan bisnis beradaptasi dengan realitas baru berbelanja online. Menurut data dari UNCTAD, nilai global e-commerce mencapai 26,7 triliun dolar AS pada tahun 2019, dengan pertumbuhan yang lebih cepat di negara-negara berkembang.
Namun, di balik angka-angka pertumbuhan yang mengesankan, terdapat perubahan mendasar yang lebih subtil namun tidak kurang signifikan - pergeseran dalam pola konsumsi global. E-commerce tidak hanya mengubah di mana dan bagaimana konsumen berbelanja, tetapi juga apa yang mereka beli, mengapa mereka membelinya, dan bagaimana mereka berinteraksi dengan merek. Personalisasi, kenyamanan, dan pengalaman omnichannel telah menjadi nilai inti yang mendefinisikan lanskap belanja kontemporer.
Artikel ini bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan antara ekonomi digital, khususnya e-commerce, dan perubahan pola konsumsi global. Dengan menganalisis tren saat ini, faktor pendorong, dan implikasi dari transformasi ini, artikel ini berupaya memberikan pemahaman komprehensif tentang bagaimana revolusi digital membentuk kembali perilaku ekonomi manusia pada skala global.
2. Permasalahan
Meskipun pertumbuhan e-commerce dan ekonomi digital menawarkan peluang yang belum pernah ada sebelumnya, fenomena ini juga memunculkan serangkaian tantangan dan permasalahan yang kompleks. Berikut adalah beberapa masalah utama yang perlu dianalisis dalam konteks perubahan pola konsumsi global:
1. Kesenjangan Digital: Peningkatan peran teknologi dalam aktivitas ekonomi berpotensi memperburuk ketimpangan yang ada. Akses ke infrastruktur digital, keterampilan, dan sumber daya masih terdistribusi secara tidak merata, baik di dalam maupun antar negara. Hal ini menciptakan risiko "exclusionary digitalization" di mana sebagian populasi yang kurang beruntung mungkin tertinggal dalam ekonomi baru.
2. Keberlanjutan Lingkungan: Pertumbuhan e-commerce telah mengintensifkan beberapa tantangan lingkungan, termasuk peningkatan emisi karbon dari pengiriman dan logistik, pengemasan berlebihan, dan pembuangan limbah elektronik. Paradoksnya, meskipun berbelanja online dapat mengurangi jejak karbon tertentu (seperti perjalanan konsumen ke toko fisik), model bisnis yang berorientasi pada kecepatan pengiriman dan pengembalian gratis dapat meningkatkan dampak lingkungan secara keseluruhan.
3. Privasi Data dan Keamanan: Model bisnis e-commerce sangat bergantung pada pengumpulan dan analisis data konsumen. Sementara hal ini memungkinkan personalisasi dan peningkatan layanan, juga menimbulkan kekhawatiran serius tentang privasi, pengawasan, dan keamanan data. Ketidakseimbangan kekuatan antara platform besar dan konsumen individual dalam hal pengendalian data menjadi masalah etika dan regulasi yang signifikan.
4. Transformasi Pasar Tenaga Kerja: Pergeseran menuju e-commerce dan digitalisasi mengubah permintaan keterampilan dan struktur pasar tenaga kerja. Beberapa pekerjaan tradisional menghilang sementara yang baru muncul, seringkali dengan persyaratan keterampilan yang berbeda. Ini menciptakan tantangan adaptasi, terutama untuk pekerja di sektor ritel tradisional dan mereka dengan keterampilan digital terbatas.
5. Dominasi Platform dan Konsentrasi Pasar: Ekonomi digital cenderung mengarah pada dinamika "pemenang mengambil semua" di mana beberapa platform besar mendominasi pasar. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang kekuatan pasar, kompetisi, dan dampak pada bisnis kecil dan menengah yang mungkin kesulitan bersaing dalam ekosistem yang didominasi oleh raksasa teknologi.
6. Perubahan Perilaku Konsumen dan Implikasinya: Pergeseran menuju konsumsi digital membawa perubahan mendasar dalam ekspektasi konsumen, loyalitas merek, dan proses pengambilan keputusan. Ini menciptakan tantangan bagi bisnis dalam beradaptasi dan memahami dinamika baru perilaku konsumen.
7. Kerangka Regulasi yang Tertinggal: Kecepatan inovasi dalam ekonomi digital seringkali melampaui kemampuan kerangka regulasi untuk beradaptasi. Ini menciptakan 'grey areas' dalam hal perpajakan, perlindungan konsumen, persaingan, dan tata kelola data lintas batas.
Menghadapi kompleksitas permasalahan ini, artikel ini akan mengeksplorasi bagaimana e-commerce dan ekonomi digital lebih luas mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pola konsumsi global, serta implikasi bagi individu, bisnis, dan pembuat kebijakan.
3. Pembahasan
3.1 Evolusi E-commerce dan Ekonomi Digital
Ekonomi digital telah berevolusi dari konsep niche menjadi arus utama ekonomi global. Perjalanan ini dimulai pada pertengahan 1990-an dengan munculnya internet komersial, yang membuka jalan bagi perusahaan pionir seperti Amazon dan eBay. Fase awal e-commerce terutama berfokus pada mentransfer model bisnis tradisional ke lingkungan online.
Era kedua (2000-2010) ditandai dengan demokratisasi dan globalisasi e-commerce. Platform seperti Alibaba memperluas jangkauan global, sementara perbaikan dalam teknologi pembayaran digital dan infrastruktur logistik memungkinkan lebih banyak konsumen dan bisnis untuk berpartisipasi. Periode ini juga menyaksikan integrasi yang lebih dalam antara aktivitas online dan offline, dengan model omnichannel mulai muncul.
Fase ketiga (2010-sekarang) mencakup konvergensi beberapa tren teknologi transformatif: analitik big data, kecerdasan buatan, mobile commerce, ekonomi berbagi, dan media sosial. Ini menciptakan ekosistem e-commerce yang jauh lebih canggih dan terhubung, di mana batasan antara belanja, hiburan, dan interaksi sosial semakin kabur.
Saat ini, kita berada dalam era "Ekonomi Digital 4.0" yang ditandai oleh:
- Hiperpersonalisasi: Penggunaan AI dan analitik prediktif untuk menyesuaikan pengalaman belanja pada tingkat individual.
- Perdagangan Sesaat (Instant Commerce): Pengiriman barang dalam waktu singkat, bahkan dalam hitungan menit di beberapa kota.
- Konvergensi Sosial-Komersial: Munculnya social commerce, live streaming shopping, dan model terintegrasi lainnya.
- Keberlanjutan Digital: Meningkatnya fokus pada praktik e-commerce yang ramah lingkungan.
- Pembelanjaan Tanpa Gesekan: Pengurangan hambatan dalam proses pembelian, dari pencarian hingga pengiriman.
3.2 Transformasi Pola Konsumsi Global
E-commerce telah mengkatalisasi perubahan mendalam dalam cara konsumen menemukan, mengevaluasi, membeli, dan menggunakan produk dan jasa. Beberapa perubahan utama meliputi:
Dari Kepemilikan ke Akses: Konsumen semakin menghargai akses daripada kepemilikan, seperti yang dibuktikan oleh pertumbuhan model berlangganan dan ekonomi berbagi. Contohnya termasuk layanan streaming musik dan video, platform ride-sharing, dan berlangganan produk fisik.
Konsumsi Berbasis Nilai: Kemudahan akses informasi telah memberdayakan konsumen untuk membuat keputusan pembelian yang lebih selaras dengan nilai personal mereka, seperti keberlanjutan lingkungan, tanggung jawab sosial perusahaan, dan dampak etis.
Permintaan untuk Personalisasi: Konsumen saat ini mengharapkan pengalaman yang disesuaikan dengan preferensi dan kebutuhan mereka, didorong oleh kemampuan platform digital untuk mengumpulkan dan menganalisis data perilaku.
Ekonomi Konten: Batas antara hiburan, informasi, dan perdagangan semakin kabur, dengan konsumsi konten sering menjadi titik awal untuk keputusan pembelian. Ini telah melahirkan fenomena seperti social commerce, influencer marketing, dan shoppable media.
Ekspektasi Kecepatan dan Kenyamanan: E-commerce telah mengkondisikan konsumen untuk mengharapkan kepuasan instan, dengan pengiriman cepat, ketersediaan 24/7, dan proses pembelian yang mudah menjadi standar daripada pengecualian.
Pergeseran Demografis dan Geografis: Adopsi e-commerce telah menyebar melampaui pasar maju tradisional dan demografi muda. Pasar berkembang di Asia, Afrika, dan Amerika Latin menjadi pusat pertumbuhan utama, sementara adopsi di kalangan konsumen yang lebih tua juga meningkat, terutama setelah pandemi.
3.3 Dampak Ekonomi dan Sosial
Perubahan pola konsumsi yang didorong oleh e-commerce memiliki dampak luas pada struktur ekonomi dan dinamika sosial:
Restrukturisasi Ritel: Lanskap ritel mengalami transformasi dramatis, dengan toko fisik tradisional menghadapi tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Namun, daripada menghilangkan sepenuhnya ritel fisik, e-commerce telah mendorong evolusi menuju model "phygital" (physical+digital) yang mengintegrasikan kekuatan channel online dan offline.
Demokratisasi Entrepreneurship: Platform marketplace dan kemudahan dalam membangun toko online telah menurunkan hambatan masuk bagi wirausahawan kecil. Di negara berkembang, ini telah memungkinkan banyak UKM untuk mengakses pasar global yang sebelumnya tidak terjangkau.
Urbanisasi dan Perencanaan Kota: Perubahan dalam perilaku belanja mempengaruhi penggunaan ruang urban, dengan beberapa pusat perbelanjaan tradisional menurun sementara fasilitas pemenuhan pesanan (fulfillment center) dan ruang pick-up berkembang. Pola kerja terkait e-commerce juga berkontribusi pada tren ini.
Pergeseran Rantai Nilai Global: E-commerce telah mengubah dinamika rantai pasokan global, dengan peran perantara tradisional sering dihilangkan (disintermediasi) atau diganti dengan perantara digital baru (reintermediasi). Negara-negara dengan infrastruktur digital yang kuat dan kapasitas logistik telah mendapatkan keunggulan komparatif baru.
Eksternalitas Lingkungan: Dampak lingkungan dari e-commerce bersifat kompleks. Di satu sisi, belanja online dapat mengurangi perjalanan konsumen dan memungkinkan penggunaan sumber daya yang lebih efisien. Di sisi lain, pengiriman cepat, pengemasan ekstra, dan tingkat pengembalian yang tinggi dapat meningkatkan emisi karbon dan limbah.
3.4 Inovasi yang Mendorong Perubahan
Beberapa kemajuan teknologi kunci terus mendorong evolusi e-commerce dan pola konsumsi:
Kecerdasan Buatan dan Machine Learning: Algoritma AI semakin canggih dalam memprediksi preferensi konsumen, mengoptimalkan inventaris dan harga, dan meningkatkan pengalaman pengguna melalui asisten virtual dan rekomendasi personalisasi.
Internet of Things (IoT): Perangkat terhubung memungkinkan "pembelian otomatis" dan model berlangganan baru, seperti kulkas yang dapat memesan kembali makanan atau printer yang memesan tinta secara otomatis.
Augmented Reality (AR) dan Virtual Reality (VR): Teknologi ini mengatasi keterbatasan utama belanja online dengan memungkinkan konsumen untuk "mencoba" produk secara virtual sebelum membeli, baik itu furnitur dalam ruang hidup mereka atau pakaian pada avatar digital mereka.
Blockchain dan Teknologi Terdesentralisasi: Solusi blockchain menjanjikan transparansi rantai pasokan yang lebih besar, autentikasi untuk melawan pemalsuan, dan model baru untuk pertukaran nilai dalam ekonomi digital.
Kemajuan Logistik: Inovasi dalam pengiriman terakhir (last-mile delivery), termasuk drone, robot otonom, dan lokasi pengambilan alternatif, terus mengubah aspek pengiriman fisik dalam e-commerce.
3.5 Studi Kasus Regional
Asia Pasifik: Pusat Inovasi E-commerce
Wilayah Asia Pasifik, terutama China, telah menjadi laboratorium inovasi e-commerce global. Fenomena seperti Hari Belanja Tunggal (Singles' Day) di China, yang menghasilkan penjualan melebihi $74 milyar untuk Alibaba pada tahun 2020, menunjukkan skala dan pengaruh e-commerce di wilayah ini. Model unik seperti super-apps (WeChat, Gojek), yang mengintegrasikan belanja, layanan, dan pembayaran dalam satu platform, mendefinisikan ulang bagaimana konsumen berinteraksi dengan ekonomi digital.
Amerika Utara: Pematangan dan Konsolidasi
Di Amerika Utara, pasar e-commerce yang lebih matang telah bergerak menuju konsolidasi dan integrasi yang lebih dalam dengan ritel tradisional. Amazon terus mendominasi, tetapi model "click-and-collect" dan integrasi omnichannel oleh pengecer tradisional seperti Walmart dan Target menunjukkan evolusi model hybrid.
Eropa: Regulasi dan Keberlanjutan
Pasar Eropa dibedakan oleh fokus yang lebih kuat pada regulasi (seperti GDPR) dan keberlanjutan. Konsumen Eropa cenderung lebih sadar lingkungan dalam keputusan belanja online mereka, mendorong inovasi dalam pengemasan berkelanjutan dan logistik ramah lingkungan.
Afrika: Mobile First dan Inovasi Pembayaran
Di Afrika, e-commerce telah "melompati" fase desktop tradisional, dengan konsumen langsung mengadopsi mobile commerce. Inovasi dalam pembayaran mobile seperti M-Pesa telah memberdayakan konsumen tanpa rekening bank untuk berpartisipasi dalam ekonomi digital, mengatasi kendala infrastruktur tradisional.
Amerika Latin: Pertumbuhan Cepat dan Tantangan Logistik
Amerika Latin mengalami pertumbuhan e-commerce yang cepat, tetapi menghadapi tantangan dalam logistik dan infrastruktur. Marketplace seperti Mercado Libre menjadi pemain dominan, menerapkan solusi inovatif untuk mengatasi tantangan pembayaran dan pengiriman yang unik di wilayah tersebut.
4. Kesimpulan
Ekonomi digital, dengan e-commerce sebagai komponen utamanya, telah secara fundamental mengubah pola konsumsi global dan lanskap ekonomi yang lebih luas. Transformasi ini jauh melampaui perpindahan sederhana dari toko fisik ke platform online; ini mencerminkan pergeseran mendasar dalam hubungan antara konsumen, produsen, dan pasar itu sendiri.
Dari analisis di atas, beberapa kesimpulan utama dapat ditarik:
1. E-commerce telah berkembang dari saluran distribusi alternatif menjadi katalisator untuk transformasi ekonomi sistemik, mengubah struktur industri, rantai nilai, dan model bisnis dominan.
2. Perubahan pola konsumsi yang didorong oleh platform digital mencerminkan pergeseran nilai yang lebih luas dalam masyarakat, dengan penekanan yang meningkat pada kenyamanan, personalisasi, keberlanjutan, dan pengalaman daripada kepemilikan tradisional.
3. Transformasi ini tidak homogen secara global; konteks regional, infrastruktur, dan karakteristik budaya membentuk bagaimana e-commerce diadopsi dan bagaimana hal itu mempengaruhi perilaku konsumen di berbagai pasar.
4. Meskipun manfaat ekonomi dari ekonomi digital sangat signifikan, tantangan seperti kesenjangan digital, masalah keberlanjutan, konsentrasi kekuatan pasar, dan kekhawatiran privasi perlu ditangani untuk memastikan hasil yang inklusif dan berkelanjutan.
5. Inovasi teknologi terus mempercepat evolusi e-commerce, dengan AI, AR/VR, IoT, dan teknologi blockchain menawarkan peluang baru sambil memunculkan pertanyaan etika dan sosial baru.
6. Batasan antara online dan offline, belanja dan hiburan, konsumsi dan kreasi, semakin kabur, mengarah pada ekosistem konsumsi yang lebih terintegrasi dan kompleks.
Ekonomi digital tidak lagi merupakan sub-sektor tetapi telah menjadi kekuatan pendorong utama dalam ekonomi global. Pemahaman tentang bagaimana e-commerce membentuk pola konsumsi sangat penting tidak hanya untuk bisnis yang berusaha tetap relevan dalam lanskap yang berubah tetapi juga untuk pembuat kebijakan yang berupaya memastikan bahwa transformasi digital memberikan manfaat ekonomi dan sosial yang luas.
5. Saran
Berdasarkan analisis dalam artikel ini, berikut adalah beberapa saran strategis untuk berbagai pemangku kepentingan dalam ekosistem ekonomi digital:
Untuk Pembuat Kebijakan:
1. Kebijakan Inklusif Digital: Mengembangkan kerangka kebijakan yang secara aktif mengatasi kesenjangan digital melalui investasi dalam infrastruktur broadband, program literasi digital, dan insentif untuk adopsi teknologi di komunitas yang kurang terlayani.
2. Kerangka Regulasi Adaptif: Menciptakan pendekatan regulasi yang cukup fleksibel untuk mengakomodasi inovasi sambil melindungi kepentingan konsumen, terutama dalam area seperti privasi data, keamanan siber, dan praktik pasar yang adil.
3. Harmonisasi Peraturan Lintas Batas: Bekerja menuju standar dan protokol yang lebih terharmonisasi untuk e-commerce internasional, termasuk perpajakan digital, resolusi sengketa, dan perlindungan konsumen.
4. Kebijakan Kompetisi yang Diperbarui: Mengembangkan pendekatan baru terhadap hukum persaingan yang menangani dinamika unik ekonomi platform, di mana efek jaringan dan data dapat menciptakan hambatan masuk yang signifikan.
5. Insentif untuk E-commerce Berkelanjutan: Mempromosikan praktik e-commerce yang ramah lingkungan melalui kombinasi insentif, peraturan, dan program edukasi.
Untuk Bisnis:
1. Pendekatan Omnichannel Terintegrasi: Alih-alih memperlakukan e-commerce sebagai kanal terpisah, mengembangkan strategi yang mulus mengintegrasikan semua titik sentuh konsumen, baik digital maupun fisik.
2. Fokus Etika Data: Mengadopsi pendekatan transparan dan berpusat pada konsumen terhadap pengumpulan dan penggunaan data, menjadikan privasi sebagai keunggulan kompetitif alih-alih hambatan regulasi.
3. Inovasi Berkelanjutan: Berinvestasi dalam solusi pengemasan, logistik, dan operasional yang mengurangi dampak lingkungan dari e-commerce, sekaligus memenuhi harapan konsumen akan kenyamanan.
4. Personalisasi Bermakna: Bergerak melampaui rekomendasi berbasis algoritma sederhana menuju personalisasi yang lebih kontekstual yang memberikan nilai nyata dan menghormati preferensi privasi konsumen.
5. Keseimbangan Lokal-Global: Memanfaatkan platform global sambil mempertahankan relevansi lokal melalui penyesuaian yang cermat terhadap preferensi dan konteks regional.
Untuk Pendidik dan Organisasi Pelatihan:
1. Kurikulum Relevan Digital: Memperbarui program pendidikan untuk mencakup keterampilan yang relevan untuk ekonomi digital, dari pemrograman hingga analitik data hingga desain pengalaman pengguna.
2. Program Pelatihan Ulang: Mengembangkan jalur pelatihan ulang untuk pekerja yang terkena dampak negatif dari transformasi digital, memastikan mereka dapat berpartisipasi dalam ekonomi baru.
3. Pendidikan Konsumen: Mempromosikan literasi digital dan pemikiran kritis untuk memungkinkan konsumen membuat keputusan terinformasi dalam lingkungan e-commerce yang semakin kompleks.
Untuk Konsumen:
1. Konsumsi Sadar: Mengevaluasi kebiasaan belanja online dari perspektif keberlanjutan, mempertimbangkan dampak pengemasan, frekuensi pengiriman, dan kebutuhan untuk pengembalian.
2. Literasi Data: Memahami bagaimana data pribadi digunakan dalam ekosistem e-commerce dan membuat keputusan terinformasi tentang layanan dan platform mana yang akan digunakan.
3. Dukungan untuk Bisnis Lokal Digital: Mempertimbangkan dukungan untuk pedagang lokal yang telah berdigitalisasi sebagai cara untuk menggabungkan kenyamanan e-commerce dengan dampak positif pada ekonomi lokal.
Peralihan global menuju ekonomi digital dan transformasi pola konsumsi yang terkait menciptakan peluang luar biasa untuk pertumbuhan ekonomi, inovasi, dan peningkatan kesejahteraan konsumen. Namun, mewujudkan potensi penuh dari transformasi ini sambil meminimalkan dampak negatifnya akan membutuhkan kolaborasi proaktif antara pemerintah, bisnis, lembaga pendidikan, dan masyarakat sipil. Dengan pendekatan yang seimbang dan berpandangan ke depan, e-commerce dapat terus berkembang sebagai kekuatan positif dalam membentuk lanskap ekonomi masa depan.
Daftar Pustaka
Chaffey, D., & Ellis-Chadwick, F. (2019). Digital Marketing: Strategy, Implementation and Practice (7th ed.). Pearson.
Duch-Brown, N., Martens, B., & Mueller-Langer, F. (2017). The economics of ownership, access and trade in digital data. JRC Digital Economy Working Paper, 2017-01.
Goldfarb, A., & Tucker, C. (2019). Digital economics. Journal of Economic Literature, 57(1), 3-43.
Hagberg, J., Sundstrom, M., & Egels-Zandén, N. (2016). The digitalization of retailing: an exploratory framework. International Journal of Retail & Distribution Management, 44(7), 694-712.
Hänninen, M., Smedlund, A., & Mitronen, L. (2018). Digitalization in retailing: multi-sided platforms as drivers of industry transformation. Baltic Journal of Management, 13(2), 152-168.
Laudon, K. C., & Traver, C. G. (2021). E-commerce 2021: Business, Technology, Society (16th ed.). Pearson.
OECD. (2020). E-commerce in the time of COVID-19. OECD Policy Responses to Coronavirus (COVID-19).
Reinartz, W., Wiegand, N., & Imschloss, M. (2019). The impact of digital transformation on the retailing value chain. International Journal of Research in Marketing, 36(3), 350-366.
Srinivasan, R., & Moorman, C. (2005). Strategic firm commitments and rewards for customer relationship management in online retailing. Journal of Marketing, 69(4), 193-200.
UNCTAD. (2021). Digital Economy Report 2021: Cross-border data flows and development: For whom the data flow. United Nations Publications.
Verhoef, P. C., Kannan, P. K., & Inman, J. J. (2015). From multi-channel retailing to omni-channel retailing: introduction to the special issue on multi-channel retailing. Journal of Retailing, 91(2), 174Ekonomi Digital dan Inovasi: E-commerce dan Perubahan Pola Konsumsi Glo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.