Inflasi di Sumsel Semester I/2016 Membesar, BPS Beri Peringatan Dini
Bisnis.com, PALEMBANG – Badan Pusat Statistik
(BPS) memberikan peringatan dini terhadap laju inflasi di Sumatra Selatan yang tercatat
secara kumulatif sudah mencapai level 2,39% hingga Juli 2016. Kepala BPS Sumsel
Yos Rusdiansyah mengatakan pemerintah daerah harus memberikan perhatian khusus
terhadap perubahan harga komoditas pangan di provinsi itu.
“Secara kumulatif sudah capai 2,39% cukup tinggi dengan sisa waktu sekitar lima bulan lalu, ini sudah early warning [kepada pemerintah daerah],” katanya, Senin (1/8/2016). Yos mengemukakan harga komoditas bahan makanan, terutama daging ayam ras, bawang merah dan cabai merah seringkali menjadi kontributor yang memberi andil tinggi terhadap inflasi di Sumsel. Tak hanya itu, pemerintah juga harus memerhatikan ketersediaan atau stok dari komoditas itu supaya inflasi terkendali.
“Secara kumulatif sudah capai 2,39% cukup tinggi dengan sisa waktu sekitar lima bulan lalu, ini sudah early warning [kepada pemerintah daerah],” katanya, Senin (1/8/2016). Yos mengemukakan harga komoditas bahan makanan, terutama daging ayam ras, bawang merah dan cabai merah seringkali menjadi kontributor yang memberi andil tinggi terhadap inflasi di Sumsel. Tak hanya itu, pemerintah juga harus memerhatikan ketersediaan atau stok dari komoditas itu supaya inflasi terkendali.
Berdasarkan
catatan BPS, inflasi Sumsel pada Juli 2016 sebesar 1,05% melonjak tinggi
dibanding bulan sebelumnya yang sebesar 0,49%. Dilihat dari perkembangannya,
laju inflasi kumulatif Sumsel sampai Juli 2016 bahkan lebih tinggi dibanding
laju inflasi kumulatif periode yang sama tahun lalu yang sebesar 1,23%. Adapun komoditas
yang memberi andil tertinggi terhadap inflasi Juli 2016 adalah daging ayam ras
yakni sebesar 0,20%. Selanjutnya, disusul komoditas bawang merah, kentang,
wortel, cabai merah dan bawang putih. Tercatat ada 90 komoditas yang mengalami
kenaikan harga di Kota Palembang dan 48 komoditas di Kota Lubuk Linggau. “Memang
ada komoditas seperti [biaya] sekolah menengah atas dan dasar, angkutan udara
dan bimbingan belajar namun itu sifatnya musiman, berbeda dengan komoditas
pangan yang terus masuk sebagai penyumbang inflasi,” jelasnya. Kepala Bank
Indonesia Kantor Perwakilan Sumsel, Hamid Ponco Wibowo, mengatakan tingkat
inflasi Sumsel masih sesuai dengan prediksi bank sentral.
Pasalnya,
kata dia, pada bulan Juni 2016 maupun Juli 2106 bertepatan dengan sejumlah
momen tahunan. Meskipun jika dibandingkan dengan tahun lalu secara kumulatif
tinggi dan diatas tingkat secara nasional. “Dengan sisa waktu sekitar lima
bulan lagi, masih ada peluang agar inflasi tetap masuk sesuai koridor yang
ditargetkan,” katanya. Adapun target inflasi batas bawah Sumsel sebesar 4+-1%,
sementara batas atas diangka 5%. Untuk itu, BI yang merupakan komponen dari Tim
Penanggulangan Inflasi Daerah (TPID) akan melakukan koordinasi kembali bersama
sejumlah instansi terkait. Ponco menambahkan, berdasarkan karakteristiknya di
sisa lima bulan kedepan biasanya ada masa dimana tingkat inflasi rendah yang
menjurus kemungkinan terjadinya deflasi. “Khususnya pada September dan
Oktober, oleh karena itu kami memprediksi inflasi tahunan akan tetap sesuai
target,” katanya.
Inflasi Sumsel Januari Lebih Tinggi dari Nasional
PALEMBANG - Ekonomi Sumatera Selatan (Sumsel) pada tahun ini masih dihadapkan pada tingkat inflasi yang meningkat, bahkan angkannya berada di atas inflansi nasional. Kondisi ini harus segera dibenahi dengan beberapa langkah strategis. Hal ini ditekankan oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Rosmaya Hadi usai serah terima jabatan Kepala BI Perwakilan Palembang, di kantor Bank Indonesia (BI) hari ini. Menurutnya, inflasi di daerah terutama seperti Sumsel masih cukup rentan terpengaruh komiditi pangan. Karena itu, diperlukan beberapa langkah strategis seperti perbaikan distribusi pangan pada masyarakat. Januari ini, inflasi Sumsel sudah menyentuh 3,58%, padahal inflasi nasional hanya sekitar 3,49%. "Kondisi ini terbilang harus ada langkah perbaikan terutama tata niaga, dilihat betul bagaimana komoditi tersebut bergerak dari titik awal hingga titik akhirnya. Di mana pengaruh besarnya dan harus diperbaiki," terangnya, Jumat (17/2/2017). Menurutnya, inflasi yang berasal dari tata niaga dapat ditangani dengan langkah lainnya, seperti membangun toko tani. Toko tani ini sejenis toko yang menyediakan berbagai kebutuhan pokok dengan harga yang lebih bersaing, karena menciptakan mata rantai distribusi yang lebih sehat. Selain itu, inflasi daerah juga bisa dikendalikan dengan membangun resi gudang (lumbung) yang dapat dipergunakan sebagai stok bersama dalam pengendalian harga. "Ini pekerjaan rumah (PR) bagi Kepala BI yang baru di Sumsel. Saya ingin beliau juga bisa mengendalikan inflasi yang terjadi di Sumsel ini, sebagai putra daerah tentu akan lebih paham permasalahan di daerah," ujarnya.
Angka inflansi yang tinggi di Sumsel diketahui berasal dari dua hal yang paling memengaruhi yakni pembiayaan admnitrasi kendaraan, dan naiknya tarif listrik yang ditetapkan awal tahun ini, termasuk juga harga beberapa komoditi pangan, seperti cabai. "Karena itu, BI perlu bekerja sama dengan berbagai pihak lainnya. Adanya, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sumsel yang sudah terbentuk di Sumsel dan pernah meraih prestasi harus dilanjutkan lebih baik," ujarnya. Selain inflasi, pihaknya juga menyoroti persentase penyaluran kredit oleh perbankan di Sumsel. Angkanya pada awal tahun ini baru menyentuh 7,9% seharusnya bisa di atas 10%. Deputi ini juga mengingatkan berbagai event di daerah, terutama adanya sarana olahraga harusnya juga meningkatkan ekonomi Sumsel. Misalnya di kawasan Jakabaring Sport City (JSC) berbagai perbankan daerah dapat memanfaatkannya dengan mendirikan berbagai sarana perbankan, termasuk penyediaan penukaran mata uang asing, "Sumsel ini ada potensi besar, dan perlu dorongan perbankan. Mengenalkan rupiah kepada yang hadir di Sumsel, hendaknya memperbanyak money charger, agar transanksi terutama nontunai makin naik," kata dia. Sementara, Kepala BI Perwakilan Palembang yang baru Rudi Chairuddin akan terlebih dahulu meningkatkan sinergisitas. Pekerjaan rumah cukup banyak yang harus dibenahi dan ditingkatkan perannya, misalnya keberadaan tim pengendalian inflasi daerah. "Saya masih akan memperbanyak komunikasi dulu," ucapnya.
Kajian Ekonomi Provinsi Sumatera Selatan November 2016
Sempat
mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup baik di triwulan II 2016, Ekonomi
Sumatera Selatan kembali tumbuh positif di triwulan III 2016 namun melambat.
Realisasi pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan di triwulan III 2016 tumbuh
sebesar 4,78% (yoy) lebih rendah dari realisasi pertumbuhan ekonomi di triwulan
II 2016 yang berada pada level 5,13% (yoy). Dari sisi permintaan, konsumsi
rumah tangga dan investasi menjadi komponen terbesar penyumbang pertumbuhan di
triwulan ini. Progres percepatan pembangunan yang terus meningkat, event-event
besar yang diselenggarakan di Sumatera Selatan, dan hari besar keagamaan berdampak
positif kepada kinerja kedua komponen tersebut. Namun demikian, dampak
penghematan anggaran yang diberlakukan mulai awal Agustus berpengaruh terhadap
rendahnya realisasi konsumsi rumah tangga jika dibandingkan dengan proyeksi.
Inflasi
periode ini berada pada level 4,38% (yoy) atau sedikit naik dari realisasi di
triwulan II 2016 yang sebesar 4,37% (yoy). Sementara itu inflasi Sumatera
Selatan masih lebih tinggi dari inflasi nasional yang tercatat sebesar 3,07%
(yoy). Namun demikian, realisasi inflasi Sumatera Selatan di triwulan III 2016
masih wajar yang tercermin dari realisasi inflasi kumulatifnya sebesar 2,42%
(ytd). Kinerja ekonomi Sumatera Selatan masih tumbuh lebih baik. Hal ini
tercermin dari indikator stabilitas keuangan daerah Sumatera Selatan yang terus
mengalami perbaikan. Kinerja kredit tumbuh positif Sedangkan DPK dan aset
perbankan mengalami kontraksi. Ke depan,
perekonomian Sumatera Selatan pada tahun 2016 diperkirakan tumbuh lebih tinggi
dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan tracking pada triwulan III 2016,
pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan mengalami revisi kebawah akibat adanya
penyesuaian asumsi yang tidak sesuai dengan asumsi di awal periode. Beberapa
risiko yang perlu diwaspadai adalah tekanan eksternal seperti risiko ketidakpastian
dari hasil pemilu Amerika Serikat, risiko kenaikan suku bunga The Fed,
Perlambatan ekspor akibat pengaruh dari Brexit, masih rendahnya harga komoditas
dan pemotongan anggaran daerah serta kelangsungan pembiayaan pembangunan
infrastruktur yang sedang berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA:
DAFTAR PUSTAKA:
Wulandari. Dinda. Inflasi di Sumsel Semester I/2016
Membesar, BPS Beri Peringatan Dini. http://finansial.bisnis.com/read/20160801/9/571038/inflasi-di-sumsel-semester-i2016-membesar-bps-beri-peringatan-dini
(Diakses pada 1 Agustus 2016)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.