Oleh : Rona Tasya Oktaviani
ABSTRAK
Kebijakan desentralisasi melalui pemberian kewenangan daerah dalam menentukan perencanaan dan arah pembangunan perekonomian,
menuntut pemerintah daerah berupaya lebih serius dalam mengoptimalkan potensi-potensi yang dimiliki untuk dapat dikembangkan sebagai sektor potensial. Implementasi otonomi yang telah berlangsung lebih dari satu dasawarsa, dalam pelaksanaan di beberapa daerah otonom belum menunjukkan hasil yang diharapkan dan dirasakan oleh masyarakat. Kondisi tersebut bisa terjadi pada daerah otonom mengingat masih menghadapi berbagai kendala dalam pengembangan potensi ekonominya.
Demikian pula bila melihat secara spesifik Provinsi Kepulauan
Riau, merupakan salah satu provinsi yang memiliki karakteristik berpeluang
dalam menggali berbagai potensi ekonomi yang ada dalam rangka menjadikan basis
ekonomi dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi.
Kata Kunci : Kebijakan Desentralisasi, Provinsi Riau
PENDAHULUAN
Provinsi
Riau merupakan salah satu provinsi yang terdapat di gugusan pulau Sumatera,
Indonesia. Provinsi Riau dikenal sebagai salah satu provinsi terkaya di
Indonesia karena memiliki sumber daya alam yang melimpah seperti minyak bumi
dan hasil hutannya. Selain kaya akan sumber daya alam dan hasil hutan, Provinsi
Riau juga kaya akan budaya dan tradisi baik lisan maupun tulisan. Provinsi Riau
merupakan pusat kebudayaan dan tradisi Melayu.
Sebagai propinsi baru, berbagai permasalahan
telah muncul yaitu permasalahan ketimpangan baik ketimpangan demografi,
ketimpangan ekonomi dan ketimpangan sosial. Kota Batam sebagai maskot sekaligus
juga magnit Kepulauan Riau, mempunyai persoalan jumlah penduduk yang cukup
besar yang indikasinya dapat dilihat dari banyaknya rumah bermasalah, tingkat
kriminalitas, tingkat pengangguran dan tingkat kesejahteraan sosial yang
timpang
RUMUSAN MASALAH
1. Apa
saja permasalahan ekonomi yang terjadi di Kepulauan Riau ?
2. Bagaimana
cara penyelesaian permasalahan ekonomi yang terjadi di Kepulauan Riau ?
PEMBAHASAN
Permasalahan
Ekonomi di Kepulauan Riau
Penyebaran penduduk yang tidak merata antara
pulau utama dengan pulau-pulau penyangga di Kota Batam Kepulauan Riau
menimbulkan banyak masalah sosial dan ekonomi yang perlu segera diselesaikan.
Menurut
Wali kota Batam Ahmad Dahlan , permasalahan kependudukan antara lain pengendalian
pertumbuhan penduduk dan pemerataan penyebaran penduduk, di mana sekitar 90
persen penduduk di Kota Batam berdomisili di 'mainland'.
Masalah kependudukan itu menimbulkan lima
masalah sosial seperti pendidikan, kesehatan, kesejahteraa , ketenagakerjaan serta masalah ekonomi terutama.
Ketidakmerataan sebaran penduduk membuat pemerintah kesulitan memastikan persamaan kualitas pendidikan di pulau utama dan pulau-pulau penyangga.
Hampir semua fasilitas pendidikan dengan kualitas baik berada di pulau utama yang sulit dijangkau warga yang tinggal di pulau penyangga.
"Masalah pendidikan, yaitu pembangunan dan rehabilitasi SD, SMP dan SMA, SMK, pembangunan Balai Latihan Kerja dan pembangunan perpustakaan daerah," katanya.
Ketidakmerataan penduduk juga berimplikasi pada sulitnya menyamakan fasilitas pendidikan antara pulau utama dengan pulau-pulau penyangga.
Menurut ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri Ir Cahya menyebutkan, perlambatan ekonomi Kepri terjadi karena dua hal, yakni kenaikan upah minimum komulatif (UMK) yang terlalu tinggi dan ketidakpastian masalah lahan di hampir semua daerah di Kepri. Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Bank Indonesia merilis pertumbuhan ekonomi Kepri pada triwulan II (April, Maret dan Juni) tahun 2013 sebesar 5,17 persen, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan nasional.
Ketidakmerataan sebaran penduduk membuat pemerintah kesulitan memastikan persamaan kualitas pendidikan di pulau utama dan pulau-pulau penyangga.
Hampir semua fasilitas pendidikan dengan kualitas baik berada di pulau utama yang sulit dijangkau warga yang tinggal di pulau penyangga.
"Masalah pendidikan, yaitu pembangunan dan rehabilitasi SD, SMP dan SMA, SMK, pembangunan Balai Latihan Kerja dan pembangunan perpustakaan daerah," katanya.
Ketidakmerataan penduduk juga berimplikasi pada sulitnya menyamakan fasilitas pendidikan antara pulau utama dengan pulau-pulau penyangga.
Menurut ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri Ir Cahya menyebutkan, perlambatan ekonomi Kepri terjadi karena dua hal, yakni kenaikan upah minimum komulatif (UMK) yang terlalu tinggi dan ketidakpastian masalah lahan di hampir semua daerah di Kepri. Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Bank Indonesia merilis pertumbuhan ekonomi Kepri pada triwulan II (April, Maret dan Juni) tahun 2013 sebesar 5,17 persen, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan nasional.
Struktur Perekonomian yang tergambar dalam Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan merupakan kontributor
terbesar dalam perekonomian Propinsi Kepri yaitu sebesar 53,53 % yang
menyumbang Rp. 2.014.048.080.000 dari total PDRB sebesar Rp.
3.762.584.520.000 sedangkan sektor pertanian hanya menyumbang 6 % dalam PDRB
dan sektor pertambangan dan Penggalian hanya menyumbang 6,2 %. Dan kita sama
sama tahu bahwa potensi terbesar dari Propinsi Kepri adalah pertanian dan pertambangan.
Dari
data kuantitatif diatas, kita melihat bahwa memang telah terjadi
ketimpangan-ketimpangan baik struktural maupun ekonomi. Permasalahannya
untuk sementara dapat kita simpulkan adalah permasalahan sebaran penduduk yang tidak merata dan ditambah dengan
kebijakan bidang ekonomi yang memprioritaskan batam sebagai basis perekonomian
seperti industri, perdagangan, alih kapal, pariwisata dan juga dalam
infrastruktur.
Dari
kekayaan alam yang dimiliki oleh Provinsi Kepri tidak serta merta membawa keberkahan
bagi masyarakat Kepri khususnya di Kota Tanjungpinang. Berbagai persoalan yang
diawali kekeliruan pemanfaatan dan pengelolaan SDA oleh Negara, telah
menimbulkan berbagai dampak dan persoalan di masyarakat baik sosial, ekonomi maupun ekologi. Konflik SDA
dan bencana ekologi merupakan realitas dan pemandangan yang kerap dijumpai.
Berbagai sektor kehidupan rakyat, seperti areal pangan dan zona genting yang
merupakan wilayah perlindungan dan keselamatan rakyat, semakin tereduksi
berbagai kepentingan investasi dan pembangunan.
Persoalan-persoalan tersebut sangat mengancam
keselamatan pangan dan kelangsungan hidup rakyat yang terus terjadi, dengan
adanya ekploitasi dalam pemotongan lahan dapat meminggirkan hak rakyat atas
kedaulatan SDA-nya. Dengan berkembangnya perusahaan pertambangan, termasuklah
di daerah Tanjungpinang, hampir seluruh kawasan tersebut dijadikan lokasi
penambangan, sehingga menimbulkan konflik dalam masyarakat terkait kegiatan
penambangan tersebut.
Selama
ini, kita tidak mengetahui secara pasti berapa jumlah ekspor tambang bauksit
yang telah dikeruk oleh pengusaha tambang dan diekspor ke luar negeri. Dari
jumlah tersebut kita juga tidak tahu apa keuntungannya bagi pemerintah. selain
telah merusak tatanan lingkungan kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat
nelayan, penambangan bauksit selama ini hanya menguntungkan dan memperkaya
pihak-pihak tertentu saja.
Dengan
adanya kegiatan penambangan tersebut menyebabkan berkurangnya hasil tangkapan
nelayan, rusaknya ekosistem laut dan sungai, debu yang menyebar kemana-mana,
serta lahan yang di gunakan oleh perusahaan tersebut menimbulkan konflik
masyarakat kota Tanjungpinang.
Menurut Chairil N Siregar, permasalahan ekonomi yang terjadi di Kepulauan Riau terjadi karena beberapa factor diantaranya :
Menurut Chairil N Siregar, permasalahan ekonomi yang terjadi di Kepulauan Riau terjadi karena beberapa factor diantaranya :
1.
Nelayan tradisional di Kepulauan Riau
menjalankan hidup dengan pola sederhana. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
dipenuhi dengan cara mencari ikan
ditengah laut dan berkebun. dengan menggunakan perahu yang peralatannya serba
terbatas hasil tangkapan ikan hanya cukup untuk makan sehari. Begitu juga
berkebun yang hasil kebunnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
2.
Letak antar kabupaten dan pulau-pulau
kecil di Kepulauan Riau berjauhan . Hal ini menyebabkan barang-barang yang dibutuhkan
masyarakat menjadi mahal karena biaya transportasi yang tinggi.
3.
Transportasi di Kepulauan Riau terbilang
masih sederhana diantaranya transportasi laut yaitu kapal laut dan perahu mesin
temple
4.
Pemberdayaan masyarakat sudah sering
dilakukan tetapi tidak berkelanjutan.
5.
Untuk mendapatkan air bersih sulit
sehingga kebutuhan air bersih untuk keperluan masak, minum, mandi dan untuk
kepentingan lainnya tidak dapat dipenuhi sebagaimana mestinya.
6.
Ketersediaan sarana listrik dan
kemampuan beroperasinya juga masih
sangat terbatas .
Menurut Aida Z
Ismeth anggota DPD Kepulauan Riau, Masalah-masalah yang ditemukan di Kepulauan Riau adalah kondisi
infrastruktur yang tidak memadai terutama untuk mendukung pengembangan wilayah
agrominawisata, pelayanan dasar (listrik dan air), pelayanan sosial masyarakat
(rumah sakit dan sekolah), kawasan pemukiman, daerah terisolir dan pelayanan
publik.
Lalu, belum optimalnya pembinaan masyarakat miskin dan penyandang masalah kesejahteraan sosial. Masih rendahnya tingkat penyedian lapangan kerja yang berimplikasi pada angka pengangguran.
Kemudian modal usaha koperasi relatif kecil, lokasi pemukiman yang tersebar di pulau-pulau. Keterbatasan sarana pertanian, peternakan dan perikanan serta masih lemahnya kelembagaan kelompok tani.
Lalu, belum optimalnya pembinaan masyarakat miskin dan penyandang masalah kesejahteraan sosial. Masih rendahnya tingkat penyedian lapangan kerja yang berimplikasi pada angka pengangguran.
Kemudian modal usaha koperasi relatif kecil, lokasi pemukiman yang tersebar di pulau-pulau. Keterbatasan sarana pertanian, peternakan dan perikanan serta masih lemahnya kelembagaan kelompok tani.
Cara menyelesaikan
permasalahan ekonomi yang terjadi di Kepulauan Riau
§ Upah tenaga Kerja
Perbedaan Upah tenaga kerja di setiap
kabupaten/kota dapat menyebabkan terjadinya arus urbanisasi/migrasi ke daerah
yang upah tenaga kerjanya lebih tinggi. Kebijakan Upah tenaga kerja adalah
keputusan penetapan UMK, UMS maupun UMP yang sama ataupun mempunyai selisih yang
tidak terlalu besar di setiap kabupaten/kota di Kepulauan Riau.
§ Kebijakan
mendesentralisir lokasi pusat-pusat industri dan pertumbuhan ekonomi ke daerah
lain
Kebijakan ini adalah memindahkan lokasi
pabrik/plant ke daerah lain, mengingat bahwa tenaga kerja yang terserap dalam
industri mayoritasnya berasal dari Pulau Jawa, Sumatera dan kawasan Indonesia
Bagian Timur.
§ Penetapan dan pemilahan
zona kegiatan ekonomi berdasarkan keunggulan dan potensi daerah
Menetapkan cluster kegiatan ekonomi, beberapa kebijakan
lain adalah Batam harus konsisten hanya pada sektor Industri dan Perdagangan.
Pulau bintan konsentrasi dengan Pariwisata, Kabupaten Karimun dengan Pertanian,
budidaya kelautan dan galangan kapal, serta Kabupaten Natuna dan Lingga dengan
konsentrasi pada pertanian, kelautan, pertambangan dan pariwisata
§ Meningkatkan pembangunan
infrastuktur didaerah kab/kota yang sebaran penduduknya minim seperti
pembangunan jalan, jembatan, pelabuhan dan sarana transportasi.
Akibat bertumpuknya infrastruktur di batam, maka
berakibat segala kegiatan ekonomi baik yang domestik maupun internasional
semuanya bertumpu di Kota Batam
§ Pembangunan sarana
kehidupan seperti sekolah, pelayanan kesehatan,
Ketersediaan Pelayanan kesehatan dan sarana
pendidikan yang merata dapat mencegah arus urbanisasi yang besar ke kota-kota
yang relatif maju dan berkembang.
§ Dari segi aparatur
pemerintahan, perlu menyiapkan segera SIAK Online (Sistem Informasi
Administrasi Kependudukan) yang mencatat secara akurat data mutasi penduduk
yang berhubungan (link) dengan instansi pendudukung fasilitas seperti
PLN, ATB, Bandara, Pelabuhan, kepolisian, BPS dan Instansi lainnya
§ Pemerintah mencoba memberdayakan ekonomi
masyarakat dengan menyediakan modal dan peningkatan Sumber Daya Manusia bagi
Usaha Menengah Kecil dan koperasi.
DAFTRA PUSTAKA
Siregar,
N Chairil. 2010. Peran Sosial, Ekonomi, Dan Budaya Masyarakat Dalam
Meningkatkan Keamanan Di Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau. Jurnal Sosioteknologi Vol 9, No 21 (2010). (http://download.portalgaruda.org/article.php?article=311446&val=7388&title=PERAN%20SOSIAL,%20EKONOMI,%20DAN%20BUDAYA%20MASYARAKAT%20DALAM%20MENINGKATKAN%20KEAMANAN%20DI%20KABUPATEN%20NATUNA%20PRIVINSI%20KEPULAUAN%20RIAU )
Anonim.
2012. Penyebaran Pendudukan Batam Tidak Merata Timbulkan Masalah. Dalam link : http://www.antarakepri.com/berita/32716/penyebaran-penduduk-batam-tidak-merata-timbulkan-masalah ( 22 maret 2015 )
Anonim.
2012. Potret Sebaran Kependudukan Di Propinsi Kepulauan Riau. Dalam Link : http://adenasution.com/2012/05/29/potret-sebaran-kependudukan-di-propinsi-kepulauan-riau/ ( 29 may 2012 )
Kompasian.
2013. Bouksit Masalah Utama Di Tanjung Pinang. Dalam link : http://www.kompasiana.com/tedi_syofyan/bouksit-masalah-utama-di-tanjungpinang_552faf086ea834d0188b457c
( 17 Juni 2013 )
Irawan,
Surya. 2013. Permasalahan Di Lingga Bisa Jadi Contoh Karakter Masalah di
Wilayah Perbatasan Indonesia. Dalam Link :
http://batamtoday.com/berita27799-Permasalahan-di-Lingga-Bisa-Jadi-Contoh-Karakter-Masalah-di-Wilayah-Perbatasan-Indonesia.html ( 16 April 2017 )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.