A. Latar Belakang
Gejolak
harga minyak dunia sebenarnya sudah mulai terlihat sejak tahun 2000, tiga tahun
berikutnya harga terus naik seiring dengan menurunnya kapasitas cadangan dan
naiknya permintaan, disamping kekhawatiran dan ketidakmampuan.
Hal ini
kemudian direspon oleh pemerintah di beberapa negara di dunia dengan menaikkan
harga BBM, demikian juga di Indonesia.
DPR akhirnya menyetujui kenaikan harga bahan bakar minyak pada hari
selasa 27 september 2005, sebesar 50% .
Kontroversi
kenaikan harga minyak ini bermula dari tujuan pemerintah untuk menyeimbangkan
biaya ekonomi dari BBM dengan perekonomian global, kebijakan kenaikan harga BBM
menimbulkan dampak signifikan terhadap perekonomian . Dan masalah kebijakan
pemerintah ini menjadi sebuh masalah besar bagi bangsa indonesia.
Pemerintah
merasa penting mengeluarkan kebijakan terkait harga BBM. Harga BBM menjadi
jangkar untuk menyelamatkan APBN tahun ini dan juga menyehatkan APBN ke
depannya. Jika harga BBM tidak disesuaikan, defisit APBN bisa mencapai 3,6
persen.Tentunya ada constraint dari UU Keuangan Negara yang menyatakan bahwa
defisit tidak boleh lebih dari 3 persen. Harga BBM akan menjadi kunci penting
untuk mendorong diversifikasi energi dari BBM ke sumber energi lain.
Untuk
itu, harga BBM pun harus lebih mahal dari harga energi lainnya, seperti bahan
bakar gas, supaya masyarakat bisa menggunakan energi selain BBM. Kebijakan
menaikkan harga BBM adalah bagian dari upaya redistribusi pendapatan. Jika
dilihat dari besar rupiah, subsidi BBM cenderung dinikmati oleh kelompok
masyarakat menengah ke atas yang seharusnya tidak menikmati subsidi tersebut.
Sebagai bagian dari kebijakan harga BBM tersebut, penghematan yang bisa
dihasilkan dari pengurangan subsidi BBM bisa dipakai untuk memperbaiki
infrastruktur.
B. Permasalahan
Masalah
peningkatan harga minyak dunia yang sedemikian tingginya telah mengakibatkan
terganggunya keseimbangan didalam perekonomian dunia secara umum. Bagi
Indonesia sebagai negara produsen dan konsumen minyak, kenaikan harga minyak
mentah memberikan dua dampak, yakni meningkatnya penerimaan negara, tetapi pada
saat yang bersamaan mengakibatkan membengkaknya beban subsidi dalam jumlah yang
sangat besar sehingga mengganggu APBN. Hal ini disampaikan oleh Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono ketika diwawancarai oleh Majalah Trubus beberapa waktu yang
lalu.
Dengan
meningkatnya harga minyak yang sedemikian tingginya, perlu ada upaya global
melalui berbagai organisasi internasional untuk melakukan upaya penyeimbangan
supply dan demand, konservasi energi, dan diversifikasi energi untuk mengurangi
ketergantungan terhadap minyak bumi. Permasalahan ini tidak hanya berdampak
kepada suatu negara namun merupakan mata rantai yang dapat berakibat kepada
menurunnya perekonomian dunia secara umum.
Menurut
Presiden, untuk dapat mengembalikan tingkat harga minyak kepada tingkat yang
stabil perlu adanya peningkatan investasi di kegiatan hulu minyak secara
besar-besaran yang diharapkan dapat mendorong ditemukannya cadangan baru serta
meningkatnya produksi minyak dunia yang pada gilirannya akan mencukupi
kebutuhan sehingga harga dapat dikendalikan. Spekulasi yang terjadi di pasar
minyak berjangka harus dapat dihindari, gejolak politik diselesaikan secara damai,
dan kestabilan mata uang dapat terjaga. Selain itu perlu dilakukan upaya-upaya
konservasi energi dan pengembangan energi alternatif untuk menurunkan kebutuhan
minyak bumi.
Bila
melihat latar belakang sejarah subsidi BBM, Indonesia telah menerapkan harga
subsidi bahan bakar untuk keperluan rumah tangga, transportasi, industri, dan
kelistrikan sejak tahun 1970-an. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan
pertumbuhan ekonomi, maka secara langsung akan meningkatkan kebutuhan energi.
Di sisi lain, tingginya kebutuhan energi tersebut tidak dapat diimbangi dengan
peningkatan ketersediaan, sehingga mengakibatkan meningkatnya subsidi yang
harus ditanggung oleh negara. Apabila hal ini terus berlanjut maka berpotensi
untuk mengganggu keamanan APBN dan mengurangi porsi pembiayaan sektor-sektor
lain.
C. Pembahasan
Baik
langsung maupun tidak langsung kenaikan harga Bahan Bakar Minyak bersubsidi
akan berdampak pada angka inflasi sehingga dapat mengoreksi pertumbuhan ekonomi
yang nantinya juga akan berpengaruh pada kinerja perekonomian secara agregat.
Menaikan harga BBM adalah sesuatu yang kebijakan yang dilematis, namun hal ini
menjadi pil pahit bagi pemerintah untuk menyehatkan anggaran negara.
Selama
ini kita dapat menikmati harga BBM dengan murah karena adanya subsidi BBM oleh
Pemerintah. Namun dengan menaikknya harga minyak dunia, pemerintah tidak bisa
menjual BBM dengan harga yang sama dengan harga minyak dunia. Oleh karena itu
pengeluaran APBN untuk subsidi semakin tinggi.
Namun
resiko yang mau tidak mau dialami oleh bangsa Indonesia yaitu dengan kenaikan
harga BBM ini akan berpengaruh pada berbagai sektor baik rumah tangga sampai
sektor industri. Semua sektor yang kena dampak kenaikkan harga BBM tersebut
karena mempunyai ketergantuangan pada konsumsi BBM. Misalnya ongkos angkutan
umum, barang-barang kebutuhan pokok, harga bahan-bahan bangunan dan masih
banyak lagi. Hampir semua sektor akan terkoreksi dengan kenaikan harga BBM ini.
Banyak
kalangan termasuk para ahli eknomi menilai jika subsidi BBM merupakan sesuatu
yang memberatkan anggaran negara. Untuk itu kenaikan BBM dipandang sebagai
sesuatu hal untuk menyehatkan kembali anggaran negara.
Memang hal ini menjadi dilema bagi pemerintah, karena disisi
lain, kenaikan yang mencapai Rp. 2.000 bisa berdampak pada berbagai sektor,
termasuk inflasi harga maupun pada bidang sosial. Oleh karena itu pemerintah
selalu tak mau buru-buru untuk mengambil kebijakan yang dilematis ini.
Untuk
mengendalikan laju inflasi sebagai dampak kenaikan BBM sudah seyogyanya
pemerintah harus bisa memastikan kecukupan stok pangan, serta program sosial
yang bisa mempertahankan daya beli masyarakat. Tanpa itu daya beli masyarakat
akan semakin menurun dan dipastikan pertumbuhan ekonomi akan semakin melemah.
Tanpa kenaikan BBM pun saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 5,1 % jauh
dari target 5,5 %.
Ketua
Jakarta Transportation Watch (JTW) Andy William Sinaga menilai, kebijakan
pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium dan Solar,
bisa dapat menimbulkan kekacauan sosial dalam masyarakat.
"Dikarenakan efek domino kenaikan harga BBM tersebut
adalah kenaikan harga bahan pokok, kenaikan ongkos moda transportasi publik,
dan tarif logstik," kata Andy lewat rilisnya kepada Sindonews, Senin
(30/3/2015).
Kenaikan
harga BBM tersebut diakuinya akan menimbulkan chaos dari operator sarana
transportasi laut, sungai dan penyeberangan, dan juga para nelayan tradisional,
dikarenakan tidak jelasnya ketentuan penentuaan tarif dan ongkos.
"Diperkirakan terjadi kekacauan sosial sebagai akibat
dampak kenaikan harga BBM bagi masyarakat di berbagai daerah di Indonesia,
seperti Jakarta, adalah membenturkan para pengguna transportasi dan operator
transportasi," tuturnya.
"Kenaikan ongkos moda transportasi publik secara
sepihak akan terjadi, dan masyarakat banyak akan terkena dampak dari kenaikan
harga BBM tersebut," imbuhnya.
Dia
mengimbau agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera menentukan kebijakan
strategis dalam mengantispasi kenaikan harga BBM, khususnya di bidang
transportasi publik, seperti memberikan subsidi atau harga khusus BBM bagi
operator transportasi publik.
PT
Pertamina (Persero) menaikkan harga bahan bakar minyak jenis solar dan Premium
mulai Sabtu, 28 Maret 2015 lalu. Harga solar dan Premium naik Rp 500 per liter,
sedangkan harga minyak tanah tetap Rp 2.500 per liter.
Ekonom
Universitas Gadjah Mada, Tony Prasetyantono, mengatakan kenaikan harga Premium
dan solar kali ini masih dalam tahap wajar. Sebab, kenaikan harga BBM merupakan
konsekuensi dari melemahnya nilai tukar rupiah serta naiknya harga minyak
dunia. "Belum sampai mengganggu inflasi serta daya beli," kata dia
kepada Tempo.
Melalui
keterangan tertulis, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral, I Gusti Wiratmaja, mengatakan, pada 28 Maret 2015 pukul
00.00 WIB, harga Premium RON 88 naik dari Rp 6.800 menjadi Rp 7.300 per liter.
Sedangkan solar naik dari Rp 6.400 menjadi Rp 6.900 per liter. "Pemerintah
tetap memperhatikan kestabilan sosial ekonomi, pengelolaan harga, dan logistik."
D. Penutup
1. Kesimpulan
Masalah
peningkatan harga minyak dunia yang sedemikian tingginya telah mengakibatkan
terganggunya keseimbangan didalam perekonomian dunia secara umum. Bagi
Indonesia sebagai negara produsen dan konsumen minyak, kenaikan harga minyak
mentah memberikan dua dampak, yakni meningkatnya penerimaan negara, tetapi pada
saat yang bersamaan mengakibatkan membengkaknya beban subsidi dalam jumlah yang
sangat besar sehingga mengganggu APBN.
Baik
langsung maupun tidak langsung kenaikan harga Bahan Bakar Minyak bersubsidi
akan berdampak pada angka inflasi sehingga dapat mengoreksi pertumbuhan ekonomi
yang nantinya juga akan berpengaruh pada kinerja perekonomian secara agregat.
Menaikan harga BBM adalah sesuatu yang kebijakan yang dilematis, namun hal ini
menjadi pil pahit bagi pemerintah untuk menyehatkan anggaran negara.
Untuk
mengendalikan laju inflasi sebagai dampak kenaikan BBM sudah seyogyanya
pemerintah harus bisa memastikan kecukupan stok pangan, serta program sosial
yang bisa mempertahankan daya beli masyarakat. Tanpa itu daya beli masyarakat
akan semakin menurun dan dipastikan pertumbuhan ekonomi akan semakin melemah.
Tanpa kenaikan BBM pun saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 5,1 % jauh
dari target 5,5 %.
2. Saran
Mungkin
masalah kenaikan BBM ini bisa diatasi dengan mewajibkan semua kendaran umum dan
kendaraan pribadi beralih ke Bahan Bakar Gas (BBG) yang lebih murah dan
cadangan masih tersedia cukup banyak di Indonesia. Pemerintah juga harus
menjamin ketersediaan BBG ini ke seluruh pelosok negri. Diharapkan juga, jangka
waktu kenaikan harga BBM tidak secara cepat disusul dengan kenaikan tarif dasar
lisrik. Jika ini terjadi, rakyat akan tercekik dalam perekonomian ini.
Pemerintah
harus menyadari bahwa tidak semua masyarakat Indonesia ini kaya, dan punya
segalanya. Sehingga pemerintah dengan mudahnya mengambil keputusan untuk
menaikan BBM untuk pendapatan dan belanja negara Indonesia. Pemerintah
sebaiknya mengambil keputusan lain di luar menaikkan harga bahan bakar minyak
tersebut.
Sumber
Referensi:
esdm.go.id (Senin, 11 April 2016)
nasional.sindonews.com (Senin,
30 Maret 2015)
www.humaskabsragen.com (21
November 2014)
www.kompasiana.com (19 November 2014)
bisnis.tempo.co (MINGGU, 29 MARET 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.