.

Minggu, 10 Juni 2018

Nilai Tukar Petani Padi di Beberapa Sentra Produksi Padi di Indonesia


ABSTRAK
Kelangsungan usatahani dan produksi padi sangat ditentukan oleh kegairahan dan kesejahteraan petani padi dalam berusahatani padi. Salah satu alat ukur yang dapat dipakai adalah Nilai Tukar Petani Padi (NTP-Padi). Nilai tukar petani padi yang meningkat akan mendorong kegairahan petani dalam berusahatani memproduksi padi. Dalam tahun 2006-2008, NTP-Padi di Jawa Barat dan di Sumatera Utara menurun sedangkan di Sulawesi Selatan menunjukkan peningkatan. Penelusuran lebih lanjut menunjukkan penurunan NTP-Padi di Jawa Barat terutama disebabkan oleh penurunan NTP-Padi terhadap konsumsi sementara NTPpadi terhadap biaya produksi dan modal cenderung meningkat. Di Sumatera Utara, penurunan NTPPadi terjadi tidak hanya terhadap barang konsumsi tetapi juga terhadap komponen biaya produksi. Sementara di Sulawesi peningkatan NTP-Padi terjadi karena adanya peningkatan NTP-Padi terhadap semua komponennya baik pada kelompok konsumsi maupun kelompok biaya produksi. Dari analisis Nilai Tukar Subsisten Padi (NTS-Padi) menunjukkan bahwa secara rata-rata usahatani padi memberikan kontribusi sebesar 56,42 persen dalam pemenuhan pengeluaran rumah tangga petani. Pengeluaran untuk makanan merupakan pengeluaran terbesar rumah tangga sedangkan komunikasi merupakan pengeluaran yang terendah. Sementara itu dalam biaya produksi, biaya tenaga kerja merupakan komponen terbesar dalam biaya produksi usahatani padi, sementara biaya input produksi lainnya (pajak) relatif kecil. Nilai tukar petani padi cenderung fluktuatif antar bulan berada paling rendah pada bulan April–Mei sejalan dengan masa panen padi dan harga padi pada nilai yang rendah, sedangkan NTP-Padi tertinggi terjadi pada masa maceklik yaitu bulan Desember-Januari. Kondisi ini memberikan implikasi bahwa: (a) peningkatan produksi petani tidak selalu diikuti oleh peningkatan NTP dan bahkan cenderung berakibat penurunan NTP karena pengukuran NTP hanya didasarkan kepada rasio harga harga, (b) pentingnya menjaga efektivitas kebijakan harga dasar gabah dalam rangka menjaga stabilitas harga jual padi petani, dan (c) perlunya pengembangan sistem pendanaan untuk penundaan masa penjualan gabah petani. Peningkatan kesejahteraan petani padi tidak hanya ditentukan oleh kebijakan dibidang pertanian juga nonpertanian. Untuk itu kebijakan penetapan harga dasar gabah harus selalu disesuaikan sejalan dengan pergerakan harga produk konsumsi.
Kata kunci : padi, nilai tukar petani, kesejahteraan

PENDAHULUAN
Sektor pertanian sebagai salah satu sektor pendukung perekonomian Indonesia merupakan sektor yang relatif lebih tahan dan lebih fleksibel terhadap krisis ekonomi dibandingkan sektor-sektor lainnya karena lebih mengandalkan pemanfaatan sumber daya domestik daripada komponen impor.
Karenanya sektor pertanian sangat berperan penting dalam pembangunan nasional antara lain melalui penyediaan kebutuhan pangan pokok, perolehan devisa melalui ekspor, penampung tenaga kerja khususnya di daerah pedesaan.
Berkaitan dengan peranan sektor pertanian tersebut, maka erat kaitannya dengan suatu pengukuran atau penilaian dari komponen sektor tersebut. Jika diartikan nilai tukar merupakan nilai tukar untuk suatu barang dengan barang lain, jadi dapat dikatakan suatu rasio harga (nominal atau indeks) dari dua barang yang berbeda.
Jika dicontohkan, seperti perumpamaan berikut:

Dalam rasio tersebut, menunjukkan bahwa untuk mendapatkan ½ unit Produk B harus ditukar dengan 1 unit Produk A. Kesimpulannya dalam suatu ekonomi dengan SDA, SDM, K, T, E dan input-input produksi lainnya yang ada tetap tidak berubah, biaya alternative dari membuat ½ unit Produk B adalah harus mengorbankan (tidak membuat) 1 unit produk A. Semakin kuat posisi tawar produk A, semakin tinggi nilai rasio tersebut, sebaliknya juga akan semakin rendah.
Jika sudah demikian, untuk mencapai orientasi pembangunan pertanian ke arah perbaikan kesejahteraan pelaku pembangunan yaitu petani, maka sangat relevan untuk mengkaji dampak pembangunan yang dilaksanakan terhadap perbaikan kesejahteraan petani.
Adapun salah satu indikator/alat ukur tingkat kesejahteraan petani dan keadaan perekonomian pedesaan adalah nilai tukar petani (NTP).

Nilai Tukar Petani (NTP) adalah sebagai rasio antara indeks harga yang diterima petani (indeks harga jual output-nya) terhadap indeks harga yang dibayar petani (indeks harga input yang digunakan untuk bertani), dimisalkan seperti pupuk.
Dalam pengertian lain disebutkan NTP merupakan pengukur kemampuan/daya tukar sektor pertanian terhadap sektor non pertanian. Fluktuasi NTP menunjukkan fluktuasi kemampuan riil petani dan mengindikasikan kesejahteraan petani. NTP diperoleh dari persentase rasio indeks harga yang diterima petani (IT) dengan indeks harga yang dibayar petani (IB).
Berdasarkan rasio tersebut, maka dapat dikatakan semakin tinggi NTP, semakin baik profit yang diterima petani atau semakin baik posisi pendapatan petani.
Jika disederhanakan NTP hanya menunjukkan perbedaan antara harga output pertanian dengan harga input pertanian, bukan harga barang-barang lain seperti makanan, pakaian, dan lain sebagainya.
Beberapa fungsi atau kegunaan nilai tukar petani antara lain:
1. Berdasarkan sektor konsumsi rumah tangga dalam indeks harga yang dibayar petani (IB), dapat dilihat fluktusi harga barang-barang yang dikonsumsi oleh petani yang merupakan bagian terbesar dari masyarakat.
2. Berdasarkan indeks harga yang diterima petani dapat dilihat fluktuasi harga barang-barang yang dihasilkan petani. Indeks ini dipakai sebagai data penunjang dalam penghitungan pendapatan sektor pertanian.
3. Nilai tukar petani berguna untuk mengukur kemampuan tukar produk yang dijual petani dengan produk yang dibutuhkan petani dalam memproduksi. Dengan demikian NTP dapat dipakai sebagai salah satu indikator dalam menilai kesejahteraan petani.

PEMBAHASAN
Pembangunan pertanian pada dasarnya ditujukan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat terutama petani. Untuk itu dalam setiap tahapan kegiatan pembangunan pertanian kesejahteraan petani selalu menjadi tujuan. Dalam Rencana Strategis Kementerian Pertanian tahun 2010-2014 peningkatan kesejahteraan petani merupakan salah satu dari empat target utama pembangunan pertanian (Kementan, 2010).
Masyarakat miskin di perdesaan yang sebagian besar sebagai petani masih besar. Data BPS (2012) menunjukkan jumlah penduduk miskin di perdesaan yaitu berjumlah 18,48 juta jiwa atau 15,12 persen terhadap total penduduk perdesaan. Secara khusus perhatian terhadap kesejahteraan petani padi perlu menjadi perhatian, karena berkaitan dengan masa depan usahatani padi dalam kesinambungan produksi padi/beras sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia. Sebagai komoditas pangan strategis, komoditas padi memiliki sensivitas yang tinggi terhadap aspek politis, ekonomis (Puslitbangtan, 2011). Oleh karena itu program peningkatan produksi padi selalu menjadi menjadi prioritas dalam pembangunan pertanian. Keberhasilan peningkatan produksi padi, tidak terlepas dari terobosan inovasi teknologi. Sejalan dengan itu, Sumarno (2007) mengemukakan bahwa capaian produksi pangan yang spektakuler yang selama ini terjadi adalah sebagai akibat penerapan teknologi revolusi hijau, namun dibalik keberhasilan tersebut banyak kalangan juga menyampaikan kritik atas keberhasilan revolusi hijau berkaitan aspek lingkungan, sehingga tantangan usahatani padi kedepan berkaitan dengan aspek lingkungan tersebut. Dalam kaitan aspek lingkungan tersebut, Molden (2002); Katumi et al. (2002), dan Bouman (2003) mengemukakan bahwa produksi petanian dimasa mendatang akan terus dipengaruhi oleh anomali dan ketidakpastian iklim yang berdampak terhadap gejolak pasokan air, sehingga menyebabkan terjadinya kekeringan dan banjir yang akan terus menjadi ancaman bagi usahatani.
Berbagai kebijakan telah diterapkan pemerintah dalam rangka memperbaiki peningkatan produksi padi seperti dukungan penyediaan prasarana produksi seperti (irigasi, jalan usahatani), pemberian berbagai bantuan dan subsidi sarana produksi (benih, pupuk), dukungan penyuluhan dan pembinaan dalam usahatani padi, panen dan pascapanen serta pemberian/penerapan kebijakan harga dasar gabah. Namun demikian aspek penting dari keberlanjutan produksi padi adalah tingkat kesejahteraan pelaku usahatani padi yaitu petani padi. Keberhasilan telah banyak dicapai, namun banyak kalangan menilai hal itu belum cukup karena pembangunan pertanian selama ini lebih condong ke aspek produksi, sementara petani masih sulit memperbaiki posisi sosial ekonominya. Pernyataan ini didukung kajian para pakar, bahwa telah terjadi peningkatan produksi hasil pertanian melalui berbagai rekayasa teknologi dan kelembagaan, tetapi tidak meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani (Dillon et al., 1999; Simatupang dan Maulana, 1998).
Peningkatan produksi dan pendapatan petani padi belum tentu dapat meningkatkan kesejahteraan petani padi, apabila daya beli petani padi tersebut tidak meningkat. Hal ini berkaitan dengan daya beli dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi rumah tangganya. Tingkat kesejahteraan petani padi secara relatif meningkat apabila daya beli pendapatan dari usahatani padi meningkat. BPS telah mengembangkan alat ukur untuk menilai daya beli tersebut dalam bentuk Nilai Tukar Petani (NTP). Makalah ini akan menganalisis dinamika nilai tukar petani di beberapa lokasi contoh di Indonesia dan faktor yang mempengaruhinya.

DAFTAR PUSTAKA
Sumarno. 2007. Teknologi Revolusi Hijau Lestari untuk Ketahanan Pangan Masa Depan. Buletin IPTEK Tanaman Pangan, Vol 2(2): 131-153.

Bouman, BAM. 2003. Examining the Water Shortage Problem in Rice System, Water Saving Irigation Techlogies. Science Inovation and Impact for Livelihood, IRRI : 519- 535.

Molden, D. 2002. MeetingWater Needs for Food and Everimomental Security in. Dalam Yayima, MK. Okado and Matsumoto, (eds) water for sustainable Agriculture in Developing Region. More Crop for every scarehop.

Katumi, M., T. Oki, Y. Agata and S. Kane, 2002. Global Water Recources and Future Projection in: Yayima, M K., Okado and Matsumoto, (eds) Water for Sustainable Agriculture in Developing Region. More Crop for Every Scare Crop JIRCAS Internasional Symposium Series. No 10:xix- xxii.
Buletin Nilai Tukar Petani. 2003. Volume 1, Nomer 1, Pusat Data dan Informasi Pertanian Departemen Pertanian.

Tambunan, Tulus T.H. 2001. Perekonomian Indonesia: Beberapa Masalah Penting. Jakarta: Ghalia Indonesia

Hill, Hal. 2002. Ekonomi Indonesia: Edisi Kedua. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.