ABSTRAK
Salah
satu alternatif pendekatan untuk meningkatkan kinerja kebijakan moneter Bank
Indonesia adalah dengan menerapkan sistem pengendalian moneter menggunakan suku
bunga sebagai sasaran operasional. Berkaitan dengan itu, terdapat suatu
keyakinan yang cukup kuat bahwa transmisi kebijakan moneter melalui suku bunga
menjadi semakin penting dibandingkan dengan transmisi melalui jumlah uang
beredar sehingga penerapan sistem pengendalian moneter menggunakan suku bunga sebagai
sasaran operasional layak untuk dipertimbangkan dan terdapat hubungan yang
cukup erat antara laju inflasi dan suku bunga (deposito berjangka satu bulan
dan kredit modal kerja)
PENDAHULUAN
Efektivitas
pengendalian moneter di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir dirasakan semakin
berkurang sebagaimana terlihat pada semakin sulitnya pencapaian sasaransasaran operasional
berupa besaran-besaran moneter maupun sasaran-sasaran akhir khususnya laju
inflasi dan neraca pembayaran. Permasalahan ini tampaknya terkait dengan perkembangan
sistem, operasi, dan instrumen pasar keuangan yang pesat dan semakin kompleks
serta peningkatan keterkaitan pasar keuangan domestik dan internasional yang telah
berdampak pada:
·
Berubahnya definisi, cakupan, dan perilaku
uang beredar.
·
Terjadinya proses pemisahan kegiatan
antara sektor moneter dan sektor riil sehingga hubungan antara uang beredar dan
berbagai variabel di sektor riil semakin sulit diprediksi.
·
Semakin besar dan cepatnya arus lalu
lintas modal sehingga uang beredar dalam jangka pendek menjadi berfluktuatif
dan sulit dikendalikan.
Pemerintah
Indonesia mulai menetapkan beberapa kebijakan di bidang moneter yang bertujuan
untuk menekan laju depresisasi rupiah. Salah satu kebijakan yang baru-baru ini
ditetapkan oleh pemerintah adalah menaikkan suku bunga (BI rate). Menaikkan
suku bunga diharapkan akan menambah capital inflow atau peningkatan investasi
di dalam negeri yang berdampak pada meningkatnya permintaan atas mata uang
rupiah, sehingga mata uang rupiah dapat mengalami appresiasi terhadap mata uang
negara lain.
Dari
sisi perbankan, kenaikkan suku bunga juga menimbulkan dampak dari sisi
pengelolaan sumber dana dan alokasi dana (kredit). Meningkatnya suku bunga
dapat menyebabkan meningkatnya nasabah deposan bank yang menyimpan uangnya di
bank. Namun, di sisi lain, kenaikkan suku bunga secara otomatis akan menaikkan
suku bunga kredit bank. Hal ini dapat menurunkan minat nasabah untuk meminjam
uang atau menggunakan fasilitas kredit dari bank. Menurunnya jumlah nasabah dan
transaksi kredit di bank dapat menurunkan profitabilitas bank tersebut.
RUMUSAN MASALAH
Dari pernyataan
diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Cara
Melaksanakan Kebijakan Moneter Melalui Operasi Pengendalian Moneter?
2. Sebutkan
Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Kebijakan Moneter?
3. Apakah
Kebijakan Moneter Mempengaruhi Perekonomian?
4. Apa
Saja Dampak Suku Bunga Tinggi Terhadap Perekonomian?
PEMBAHASAN
1.
Faktor
– Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Kebijakan Moneter
Kebijakan-kebijakan
ekonomi secara garis besar dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu:
·
kebijakan-kebijakan untuk mempengaruhi
sisi penawaran agregat, yaitu :
o
kebijakan ketenagakerjaan,
o
kebijakan perdagangan,
o
kebijakan perindustrian.
·
kebijakan-kebijakan untuk mempengaruhi
sisi permintaan agregat (atau lebih dikenal sebagai kebijakan ekonomi makro),
seperti :
o
kebijakan moneter
o
fiskal, dan
o
nilai tukar
2.
Melaksanakan
Kebijakan Moneter Melalui Operasi Pengendalian Moneter, yaitu :
·
Sasaran operasional pengendalian moneter
adalah BI Rate, dengan sasaran ini sinyal
kebijakan moneter diharapkan dapat lebih mudah dan lebih pasti dapat ditangkap
oleh pelaku pasar dan masyarakat, dan karenanya diharapkan pula dapat meningkat
efektivitas kebijakan moneter.
·
Pengendalian moneter dilakukan dengan
menggunakan instrumen: (i) Operasi Pasar Terbuka (OPT), (ii) Instrumen
likuiditas otomatis (standing facilities), (iii) Intervensi di pasar valas,
(iv) Penetapan giro wajib minimum (GWM), dan (v) Himbauan moral (moral suassion).
·
Pengendalian moneter diarahkan pula agar
perkembangan suku bunga pasar uang antar bank (PUAB) berada pada koridor suku
bunga yang ditetapkan. Langkah ini dilakukan untuk meningkatkan efektivitas
pengendalian likuiditas sekaligus untuk memperkuat sinyal kebijakan moneter
yang ditempuh Bank ndonesia.
3.
Kebijakan
Moneter Mempengaruhi Perekonomian Melalui 4 Jaur Transmisi
·
Jalur
suku bunga (Keynesian) berpendapat bahwa pengetatan moneter
mengurangi uang beredar dan mendorong peningkatan suku bunga jangka pendek yang
apabila credible, akan timbul ekspektasi masyarakat bahwa inflasi akan turun
atau suku bunga riil jangka panjang akan meningkat. Permintaan domestic untuk
investasi dan konsumsi akan turun karena kenaikan biaya modal sehingga pertumbuhan
ekonomi akan menurun
·
Jalur
nilai tukar berpendapat bahwa pengetatan moneter,
yang mendorong peningkatan suku bunga, akan mengakibatkan apresiasi nilai tukar
karena pemasukan aliran modal dari luar negeri. Nilai tukar akan cenderung
apresiasi sehingga ekspor menurun, sedangkan impor meningkat sehingga,
transaksi berjalan (demikian pula neraca pembayaran) akan memburuk. Akibatnya,
permintaan agregat akan menurun dan demikian pula laju pertumbuhan ekonomi dan
inflasi.
·
Jalur
harga aset (monetarist) yang berpendapat bahwa pengetatan
moneter akan mengubah komposisi portfolio para pelaku ekonomi (wealth effect)
sesuai dengan ekspektasi balas jasa dan risiko masing-masing aset. Peningkatan
suku bunga akan mendorong pelaku ekonomi untuk memegang aset dalam bentuk
obligasi dan deposito lebih banyak dan mengurangi saham.
·
Jalur
kredit yang berpendapat bahwa kebijakan moneter akan
mempengaruhi kegiatan ekonomi melalui perubahan perilaku perbankan dalam
pemberian kredit kepada nasabah. Pengetatan moneter akan menurunkan net worth
pengusaha. Menurunnya networth akan mendorong nasabah untuk mengusulkan proyek
yang menjanjikan tingkat hasil tinggi tetapi dengan risiko yang tinggi pula (moral
hazard) sehingga risiko kredit macet meningkat. Akibatnya, bank-bank menghadapi
adverse selection dan mengurangi pemberian kreditnya sehingga laju pertumbuhan
ekonomi melambat
4.
Dampak
Suku Bunga Tinggi Terhadap Perekonomian
a) Sektor
perbankan dan pasar modal
Sektor perbankan telah mengidap berbagai kelemahan
sebelum terjadinya krisis seperti tercermin pada besarnya jumlah kredit macet
pada sejumlah bank. Dengan terjadinya krisis yang mengakibatkan pemerintah
mengambil kebijakan ketat, di samping serbuan rusuh berulang-ulang, sektor perbankan
menjadi semakin terpuruk. Berdasarkan teori, suku bunga berhubungan negatif
dengan harga saham karena peningkatan suku bunga akan mengakibatkan pemilik
dana untuk mengalihkan penanamannya dari saham ke deposito
b) Sektor
Riil
Krisis ekonomi yang diawali dengan depresiasi nilai
tukar rupiah pada bulan Juli 1997 merupakan krisis terburuk sejak pemerintahan
Orde Baru yang ditandai dengan hiper- inflasi (sekitar 80%), pertumbuhan
ekonomi mengalami kontraksi yang sangat besar (15%) dengan pengangguran
mencapai 11,8 juta orang, kemiskinan meningkat dari 11,3% jumlah penduduk tahun
1996 menjadi 39,1% (79,4 juta pada pertengahan 1998) dan pendapatan per kapita
merosot dari $ 1.055,4 menjadi $ 449,2 tahun 1998. Dalam perkembangan selanjutnya,
krisis berkembang meluas menjadi krisis sosial dan politik yang disertai dengan
hilangnya kepercayaan terhadap perekonomian Indonesia. Suku bunga yang sangat
tinggi dan berlangsung cukup lama serta situasi politik dan keamanan yang
mewarnai perekonomian Indonesia terutama dalam triwulan II 1998 mengakibatkan
perekonomian Indonesia mengalami kontraksi sangat tajam (-16,5%), lebih parah
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (-7,9%). Dengan demikian, selamasemester
I/1998 pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi -12,2%. Selama krisis, kontraksi
terbesar dialami
oleh tiga sektor akibat depresiasi yang sangat besar dan situasi keamananan
politik yang masih rawan, yaitu: (i) sektor industri pengolahan; (ii) sektor
perdagangan, hotel dan restoran; dan (iii) sektor keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan. Di sektor industri pengolahan (pangsa 24% dari PDB) selain
disebabkan oleh tingginya suku bunga bank, kontraksi juga disebabkan oleh
besarnya pinjaman dalam valuta asing, sementara penerimaan mengandalkan pasar
domestik, merosotnya permintaan dalam negeri sehingga beberapa industri
mengurangi bahkan menghentikan produksi (misalnya PT Astra Internasional sejak
Juni 1998), dan penyelesaian politik yang berlarut-larut. Sektor perkebunan
mengalami kontraksi terkecil karena dukungan sub-sektor perkebunan (terutama
kelapa sawit) dan sub-sektor perikanan masih mampu tumbuh di atas 4%.
DAFTAR PUSTAKA
Meliza. 2017. Pengaruh
Kebijakan Suku Bunga Bank Indonesia (BI Rate) Terhadap Nilai Tukar dan
Rentabilitas Bank. https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=24&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjPrJicn7jUAhXGnZQKHUmQCEw4FBAWCDIwAw&url=http%3A%2F%2Fjournal.unikal.ac.id%2Findex.php%2Flppm%2Farticle%2Fdownload%2F330%2F263&usg=AFQjCNH7Qi61gAk4HrHKWwpt2gktOADBJQ&sig2=wkTRXOrcUZ9WR-9Aplq2rg.
(Diakses Pada 13 Juni 2017)
Warjiyo, P dan Zulverdi,
D. 2017. Penggunaan Suku Bunga Sebagai Sasaran Operasional Kebijakan Moneter Di
Indonesia. (Diakses Pada 13 Juni 2017)
Arifin, S. 2017. Efektifitas
Kebijakan Suku Bunga Dalam Rangka Stabilisasi Rupiah Di Masa Krisis. http://storage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/BankIndonesia/bempvol1no3des.pdf.
(Diakses Pada 13 Juni 2017)
Setiawan, I. 2009.
Analisis Dampak Kebijakan Moneter Terhadap Perkembangan Inflasi Dan
Peertumbuhan Ekonomi Di Indonesia. http://digilib.polban.ac.id/files/disk1/58/jbptppolban-gdl-iwansetiaw-2858-1-analisis-a.pdf.
Jurnal Ekonomi, Keuangan, Perbankan dan Akuntansi Vol.1 No.1 hlm 15-31. (Diakses
Pada 13 Juni 2017)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.