.

Senin, 15 Mei 2017

PEREKONOMIAN PAPUA BARAT DIPREDIKSI TERUS TUMBUH PADA 2017


Pendahuluan
     Perekonomian nasional di tahun 2015 bisa dikatakan mengalami kelesuan sebagai dampak dari melemahnya perekonomian global. Melemahnya perekonomian global sangat mempengaruhi perekonomian nasional dan regional di Indonesia karena ekonomi Indonesia cukup rentan terhadap faktor eksternal.
     Pertumbuhan Indonesia pada tahun 2015 tumbuh 4,79 persen atau melambat dibandingkan tahun 2014 sebesar 5,02 persen. Indikator makro lain juga menunjukkan adanya dampak perlambatan ekonomi global, yaitu nilai tukar rupiah yang terus tergerus oleh dolar Amerika, tingkat pengangguran terbuka nasional pada Agustus 2014 sebesar 5,94 persen atau meningkat bila dibandingkan Februari 2014 sebesar 5,70 persen, kinerja ekspor nasional yang terus menurun sejak tahun 2012 dari sebesar 190,02 miliar US Dolar menjadi 175,98 miliar Dolar pada tahun 2014, posisi utang luar negeri Indonesia yang memiliki trend peningkatan sejak tahun 2010 serta indikator moneter lain. Rentannya ekonomi Indonesia juga turut mempengaruhi perekonomian regional, terutama provinsi-provinsi di Pulau Jawa yang menguasai perekonomian nasional dengan kontribusi sebesar lebih dari 50 persen.
    Khusus untuk wilayah regional timur yang mencakup Maluku dan Papua, perekonomian kedua region tersebut hanya menyumbang sekitar 0,5 persen terhadap perekonomian nasional bila diukur dari pencapaian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang menjadi ukuran untuk mencerminkan kondisi perekonomian makro. Dengan kata lain, gejolak ekonomi yang terjadi pada Maluku dan Papua hanya menciptakan guncangan yang tak mempengaruhi perkembangan ekonomi Indonesia.


Sejarah Papua Barat
      Provinsi Papua Barat merupakan sebuah provinsi di Pulau Papua yang dimekarkan dari Provinsi Papua berdasarkan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999. Sejak tahun 2010, Papua Barat mengalami perkembangan pesat dalam pembangunan infrastuktur fisik untuk menunjang kegiatan ekonomi yang pada akhirnya dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk di wilayah ini yang cukup tertinggal bila dibandingkan wilayah lain di Indonesia.
      Perekonomian Papua Barat terbilang cukup menjanjikan terlebih dengan keberadaan Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah, sama halnya seperti Provinsi Papua. Papua Barat memiliki aset SDA gas alam cair yang diolah oleh perusahaan raksasa BP (British Petroleum) sejak Juni 2009 di Kabupaten Teluk Bintuni. Keberadaan gas alam cair Tangguh serta merta berdampak terhadap perekonomian Papua Barat pada tahun 2010 yang tumbuh sangat tinggi, yaitu sebesar 46,56 persen (data BPS, PDRB tahun dasar 2010). Bahkan sektor migas menguasai lebih dari separuh dari penciptaan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) selama lima tahun terakhir, artinya perekonomian Papua Barat tergolong sangat rapuh dikarenakan guncangan eksternal yang negatif terhadap sektor migas akan menyebabkan perlambatan ekonomi daerah.


Trend Pertumbuhan Ekonomi di Papua Barat
      Trend kecenderungan pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat dapat diperkirakan dari pergerakan laju pertumbuhan sektor migas, yaitu lapangan usaha Pertambangan Migas dan Industri Pengolahan Migas. Jika kedua sub kategori tersebut mengalami pertumbuhan positif yang cukup tinggi maka dapat dipastikan laju pertumbuhan ekonomi daerah akan positif tinggi atau mengalami percepatan. Selama tiga tahun terakhir (tahun 2014-2016), perekonomian Papua Barat mengalami perlambatan meskipun tumbuh positif searah dengan perlambatan ekonomi nasional. Hal ini diperkirakan karena faktor eksternal dari perlambatan ekonomi nasional akibat kelesuan ekonomi global yang dipicu dari perlambatan ekonomi Amerika dan Tiongkok.
          Sebagai pengimpor terbesar komoditas Indonesia, dua negara tersebut memiliki pengaruh yang besar dalam perekonomian Indonesia. Bila sentimen pasar masih negatif dalam merespon setiap kebijakan pemerintah maka perlambatan ekonomi pada tahun 2016 tidak terelakkan. Pemerintah Indonesia perlu mengantisipasi faktor eksternal yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi perkembangan ekonomi.
       Pertanyaannya, bagimana dengan kondisi perekonomian Papua Barat di tahun 2017? Tidak berbeda dengan nasional, Papua Barat juga sangat rentan terhadap faktor eksternal. Pada tahun 2014, laju pertumbuhan ekonomi Papua Barat tumbuh melambat sebesar 5,38 persen dibandingkan tahun 2013. Demikian juga pada tahun 2015 yang mengalami perlambatan ekonomi sebesar 4,10 persen. Kondisi perekonomian Papua Barat yang lesu terutama dipicu dari situasi perekonomian Indonesia selama tahun 2014-2015. Untuk tahun 2016, para pakar ekonomi memprediksi perekonomian nasional akan membaik. Hal ini ditandai dengan optimisme para pelaku ekonomi terhadap perekonomian Amerika dan Tiongkok yang menunjukkan sinyal positif. Ekonomi Indonesia masih dapat tumbuh lebih baik pada tahun 2016 didasarkan pada mulai berjalannya program tol laut yang digagas pemerintahan Joko Widodo sehingga dengan adanya tol laut akan menurunkan biaya logistik terutama ke wilayah timur Indonesia. Papua Barat akan memperoleh stimulus positif dengan pembangunan tol laut tersebut. Distribusi barang akan lancar sehingga dengan sendirinya inflasi akan terkendali dan daya beli masyarakat meningkat.



Pertumbuhan Ekonomi hingga 2017
     Perekonomian Papua Barat yang tergolong rentan terhadap kondisi ekonomi nasional perlu dibenahi. Sumber pertumbuhan ekonomi Papua Barat lebih banyak ditopang dari lapangan usaha Konstruksi, selain industri migas. Hal ini berarti bahwa naik turunnya ekonomi Papua Barat dipengaruhi dari pembangunan infrastruktur fisik dan membaiknya iklim investasi untuk sektor tersebut.
       Memasuki tahun 2017, pemerintah daerah di Papua Barat perlu membuat kebijakan progresif untuk mendorong tumbuhnya sektor UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) yang memproduksi barang dan jasa. Selain itu impor barang juga harus didukung oleh peningkatan sektor transportasi yang memadai karena sebagian besar barang yang beredar di Papua Barat sepenuhnya berasal dari luar wilayah seperti Surabaya, Manado dan Makassar.
          Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua Barat Agus Hartanto pada Pertemuan Tahunan Bank Indonesia di Manokwari, mengatakan saat ini perekonomian global belum cukup stabil. Meskipun mengalami dampak, Perekonomian Papua Barat akan terus meningkat layaknya tahun lalu. Pihaknya memprediksi, perekonomian Papua Barat pada tahun 2017 akan tumbuh pada kisaran 4,8 persen hingga 5,2 persen, dengan target inflasi 4 ± 1 persen.
         Pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota cukup konsen menghadapi dan menjaga stabilitis inflasi. Menghadapi tantangang kedepan setiap daerah membutuhkan sumber pembiayaan yang cukup. Disisi lain, pemerintah dan masyarakat pun harus bisa mengikuti pesatnya perkembangan teknologi digital. Langkah dan koordinasi melalui Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) semakin efektif.
     Saat ini sudah ada tujuh TPID terbentuk, yakni TPID Provinsi Papua Barat, Kota Sorong, Kabupaten Sorong, Fakfak, Kaimana, Tambrauw, dan Raja Ampat. Kedepan diharapkan seluruh daerah membentuk TPID untuk mempermudah koordinasi peningkatkan pembiayaan perbankan pada sektor produktif. Hal tersebut dilakukan untuk memacu laju pertumbuhan ekonomi disetiap daerah. Beberapa UMKM yang dibina antara lain klaster cabai dan sayur mayur di Kabupaten Manokwari serta klaster cabai dan bawang di Manokwari Selatan. Pelaksanakan program proyek percontohan pemberdayaan UMKM yang berbasis pada perempuan, mengikutsertakan UMKM pada pameran berskala internasional, serta menyediakan data base profil usaha UMKM. Ini untuk mendorong perceptan fungsi intermediasi perbankan pada sektor riil dan UMKM.
          Adanya sinyalemen positif dari ekonomi nasional perlu direspon dengan tepat agar pertumbuhan ekonomi Papua Barat membaik di tahun 2017.

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.