.

Senin, 22 Mei 2017

Konsep Pendapatan Nasional

 Distribusi Pendapatan dan Distribusi Kekayaan

  Distribusi Pendapatan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ketimpangan merupakan hal yang tidak sebagaimana mestinya seperti tidak adil, tidak beres. Sedangkan, pendapatan adalah seluruh penghasilan yang diterima baik sektor formal maupun non formal yang terhitung dalam jangka waktu tertentu (Astuti, 2015). Ketimpangan harus mendapat perhatian karena ketimpangan wilayah yang ekstrim menyebabkan inefisiensi ekonomi, alokasi aset yang tidak efisien dan menambah jumlah kemiskinan, inefisiensi, melemahkan stabilitas sosial dan solidaritas dan memperkuat kekuatan politis golongan kaya sehingga menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat (Todaro, 2006).
Ketimpangan pendapatan adalah suatu kondisi dimana distribusi pendapatan yang diterima masyarakat tidak merata. Ketimpangan ditentukan oleh tingkat pembangunan, heterogenitas etnis, ketimpangan juga berkaitan dengan kediktatoran dan pemerintah yang gagal menghargai property rights (Glaeser, 2006). Alesina dan Rodrik (1994) dalam (Hajiji, 2010) menyatakan bahwa ketimpangan pendapatan akan menghambat pertumbuhan. Hal ini karena ketimpangan menyebabkan kebijakan redistribusi pendapatan yang tentunya akan mahal. Distribusi pendapatan dapat berwujud pemerataan maupun ketimpangan, yang menggambarkan tingkat pembagian pendapatan yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan ekonomi Ismoro (1995)dalam(Rahayu, 2000). Distribusi dari suatu proses produksi terjadi setelah diperoleh pendapatan dari kegiatan usaha. distribusi pendapatan mencerminkan ketimpangan atau meratanya hasil pembangunan suatu daerah atau Negara baik yang diterima masing-masing orang ataupun dari kepemilikan faktor-faktor produksi dikalangan penduduknya.
Distribusi pendapatan yang didasarkan pada pemilik faktor produksi ini akan berkaitan dengan proses pertumbuhan pendapatan, adapun pertumbuhan pendapatan dalam masyarakat yang didasarkan pada kepemilikan faktor produksi dapat dikelompokkan menjadi dua macam:
  1. Pendapatan karena hasil kerja yang berupa upah atau gaji dan besarnya tergantung tingkat produktifitas.
  2. Pendapatan dari sumber lain seperti sewa, laba, bunga, hadiah atau warisan.
Sayangnya relevansi teori fungsional tidak mempengaruhi pentingnya peranan dan pengaruh kekuatan-kekuatan di luar pasar (faktor-faktor non-ekonomis) misalnya kekuatan dalam menentukan faktor-faktor harga (Todaro, 2003). Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan merupakansebuah realita yang ada di tengah-tengah masyarakat dunia ini baik di negara majumaupun negara berkembang, dan juga selalu menjadi isu penting untuk ditinjau.Di negara berkembang masalah ketimpangan telah menjadi pembahasan utama dalam menetapkan kebijakan sejak tahun tujuh puluhan yang lalu (Putra, 2011).
Ketimpangan distribusi pendapatan pada daerah-daerah dapat disebabkan oleh pertumbuhan dan keterbatasan yang dimiliki masing-masing daerah yang berbeda beda serta pembangunan yang cenderung terpusat pada daerah yang sudah maju. Hal ini menyebabkan pola ketimpangan distribusi pendapatan daerahdan merupakan salah satu faktor pendorong terjadinya ketimpangan distribusipendapatan daerah semakin melebar (Retnosari, 2006).
Distribusi pendapatan nasional mencerminkan merata atau tidaknya pembagian hasil suatu Negara dikalangan penduduknya. Untuk mengukur ketidakmerataan distribusi pendapatan, bisa menggunakan Kurva Lorenz atau Indeks Gini. Koefisien Gini merupakan ukuran ketidakmerataan agregat dan nilainya terletak antara 0 (kemerataan sempurna) sampai 1 (ketidakmerataan sempurna). Koefisien Gini dari negaranegara yang mengalami ketidakmerataan tinggi berkisar antara 0,50-0,70; ketidakmerataan sedang antara 0,36- 0,49; dan yang mengalami ketidakmerataan rendah berkisar antara 0,20-0,35.(Arsyad,2010) Indikator tersebut merupakan indikator tingkat ketidakmerataan yang paling umum digunakan dan diumumkan oleh negara-negara di dunia. pandangan berbeda diberikan oleh Todaro: “…why greater equality in developing countries may in fact be condition for self-sustaining economic growth” (Todaro, 2000).Dari kutipan Todaro dapat disimpulkan bahwa semakin besar pemerataan maka hal itu dapat menjadi insentif yang baik bagi negara yang sedang berkembang untuk membangun perekonomiannya.
Pendapat Todaro ini berdasarkan beberapa argumen sebagai berikut:
  1. Pemerataan pendapatan akan meningkatkan akses masyarakat terhadap kredit, pembiayaan sekolah, dan asuransi;
  2. Berdasarkan data di NSB kemampuan menabung dan berinvestasi ke dalam negeri orang-orang kaya rendah;
  3. Pemerataan akan meningkatkan taraf hidup serta produktivitas kerja;
  4. Pemerataan akan meningkatkan daya beli masyarakat;
  5. Pemerataan akan meningkatkan peran serta aktif masyarakat dalam pembangunan. Dengan pemerataan distribusi pendapatan yang baik dapat mengurangi permasalahan-permasalahan sosial ekonomi, bahkan dapat dijadikan modal
Adapun interval nilai koefisien Gini adalah dari 0 sampai dengan 1. Nilai koefisien Gini yang semakin mendekati 0 menunjukkan perekonomian yang tingkat ketidakmerataannya semakin rendah atau semakin merata, sementara nilai yang semakin mendekati 1 menunjukkan tingkat ketidakmerataan yang semakin tinggi. Adapun nilai koefisien Gini yang menembus tingkat 0.4 secara internasional dipandang sebagai batas peringatan di mana tingkat ketidakmerataan dinilai mulai membahayakan  yaitu berpotensi meningkatkan kecemburuan sosial yang dapat memicu konflik sehingga mengancam stabilitas nasional. Hubungan kausalitas antara pertumbuhan ekonomi dengan pemerataan pendapatan perlu mendapatkan perhatian. Permasalahan yang lebih penting yaitu mengidentifikasi jalur (chanels) yang menghubungkan antara pertumbuhan ekonomi dengan distribusi pendapatan. Hal ini perlu dilakukan untuk menghasilkan kebijakan yang mendorong pertumbuhan ekonomi dengan pemerataan pendapatan.Kompleksitas permasalahan yang dihadapi oleh tiap negara berbeda-beda, tergantungdari ciri masing-masing negara yang bersangkutan.

DAFTAR PUSTAKA
http://e-journal.uajy.ac.id/1756/3/2EP15294.pdf
Todaro M P, 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga (H.Munandar, Trans. Edisi Ketujuh ed.). Jakarta: Erlangga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.