Oleh : Mochamad Irfan
ABSTRAK
Daging sapi sebagai sumber protein yang
berasal dari ternak hewan sudah dikenal sebai bahan pangan yang hampir lengkap
dan sempurna.
Karena didalamnya terkandung berbagai macam zat gini yang diperlukan tubuh termasuk didalamnya protein hewani. Indonesia sebagai salah satu Negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia memiliki tingkat konsumsi protein yang masih relatif rendah dibandingkan Negara lain, terutama dari daging sapi.
Karena didalamnya terkandung berbagai macam zat gini yang diperlukan tubuh termasuk didalamnya protein hewani. Indonesia sebagai salah satu Negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia memiliki tingkat konsumsi protein yang masih relatif rendah dibandingkan Negara lain, terutama dari daging sapi.
Pendahuluan
Daging merupakan salah satu produk
peternakan yang mengandung nilai gini yang tinggi. Oleh karena itu produk ini
cukup digemari oleh manusia. Di Indonesia sendiri permintaan akan daging akan
meningkat drastis pada waktu-waktu tertentu seperti hari raya besar. Namun,
banyaknya permintaan daging sapi dapat menyebabkan penawaran meningkat.
Konsumsi
rata-rata daging sapi masyarakat Indonesia saat ini hanya mencapai
1,75kg/kapita/tahun. Namun, seiring dengan peningkatan jumlah penduduk,
pertumbuhan ekonomi, dan pendidikan yang semakin baik, maka meningkat pula
permintaan daging sapi di Indonesia. Indonesia dengan jumlah penduduknya pada
tahun 2007 yang mencapai sekitar 220 juta jiwa, total permintaan daging sapi domestic
berarti mencapai 384.810 ton. Badan penelitian dan pengembangan pertanian
(2005) menyatakan, total produksi dagong sapi dalam negeri hanya mencapai 271.840
ton atau 70,64 persen, sehingga masih ada kekurangan sekitar 112.079 ton atau
29,36 persen dari total kebutuhan dalam negeri.kekurangan tersebut dipengaruhi
dengan melakukan impor.
Kondisi ini
seperti diatas memiliki peluang sangat besar untuk lebih dikembangkan di Indonesia.
Pengembangan usaha perternakan di Indonesia khususnya ternak sapi difokuskan
dalam rangka memenuhi konsumsi daging sapi potong dalam negeri dan meningkatkan
produksi daging dari dalam negeri, hal tersebut sejalan dengan Program
Revitalisasi Pertanian Perikanan dan Kehutanan (RPPK) yang direncanakan oleh
pemerintah sejak tahun 2005 yang lalu
Permasalahan Pemerintah Daging Sapi
di Indonesia
Penurunan populasi dibandingkan dengan data hasil
sensus khusus ternak oleh BPS di tahun 2011 ini dipermasalahkan akibat dari
pemotongan sapi secara besar-besaran karena harga daging sapi yang bertahan relative
tinggi. Sementara itu Kementrian Pertanian memproyeksikan kebutuhan daging sapi
tahun 2013 sebesar 549,7 ribu ton.
Dari jumlah
itu, 474,4 ribu ton mampu dipenuhi dari populasi ternak sapi domestic,
sedangkan sisahnya sekitar 80 ribu ton (14,6 persen) harus diimpor. Adapun rincian
impor tersebut terdiri dari 32 ribu ton dalam bentuk daging sapi beku dan 267
ribu ekor sapi bakalan yang setara dengan 48 ribu ton daging sapi.
Dalam perkembangannya,
realisasi impor berjalan lambat dan ketersedian daging sapi dalam negeri pun
menemui berbagai kendala. Sebagai akibatnya harga daging sapi di beberapa
daerah masih terus merangkak naik. Sebagai langkah antisipasi kenaikan harga
daging sapi yang cenderung terus meningkat di pasar, pada bulan Mei 2013, dalam
rakortas Kebijakan Stabilisasi Harga Pangan Pemerintah menetapkan penambahan
pasokan daging impor beruba karkas atau daging sebanyak 3.000 ton oleh Bulog. Kenaikan
harga daging sapi pun turut terpicu oleh adanya kebijakan pengurangan subsidi
BBM yang baru dapat dilaksanakan pada bulan Juni 2013 berdekatan dengan periode
kenaikan harga daging musiman menjelang memasuki bulan suci Ramadan
Kebutuhan Konsumsi Daging Sapi
Mempelajari data hasil sensus
Pertanian 2013 dan data impor yang telah diterapkan mestinya tingginya harga
daging sapi diseluruh wilayah tanah air dalam beberapa bulan terakhir ini dapat
dihindari. Potensi sapi potong nasional yang sangat besar seharusnya mampu
manjaga ketersediaan pasokan daging sapi di Tanah Air.
Fenomena
kenaikan harga pangan menjelangperayaan bulan suci Ramadaan oleh umat islam di
tanah air sudah diprediksi dan upaya penanganannya telah diinstruksikan sejak
tiga bulan sebelumnya. Kenyataannya sampai hari ini kenaikan harga di pasar
belum dapat dikendalikan.
Ketika terjadi
kenaikan permintaan secara tiba-tiba, potensi sapi potong dalam negeri tidak
dapat digerakkan dengan segera, sehingga ketersediaan daging di pasar
terganggu. Dampaknya herga daging sapi terdongkrak naik cukup tinggi. Kondisi ini
diduga merupakan akibat adanya hambatan dalam system distribusi daging sapi.
Data BPS
menunjukan bahwa sebaran populasi ternak sapid an sebaran penduduk yang
merupakan konsumen daging sapi di tahan air tidak merata. Mengacu data Sensus
Pertanian tahun 2011. Populasi sapi potong terbesar terdapat di Pulau Jawa dan
Sumatra yaitu 69,06 persen dari populasi sapi potong nasional. Populasi sapi
potong di Sulawesi, Kalimantan, Maluku, dan Papua mencapai 16,77 persen,
sedangkan di Pulau Bali dan Nusa Tenggara sebanyak 14,18 persen dari total
populasi sapi potong.
Distribusi Pasokan Daging Sapi
Pasokan daging sapi di Pulau Jawa,
terutama di wilayah Jabidetabek tidak akan menjadi maslah apabila distribusi
sapi dari daerah sentra dapat dilakukan dengan mudah dan biaya murah. Kelebihan
potensi populasi sapi potong di Bali dan Nusa Tenggara yang cukup besar sulit
untuk di salurkan ke Jawa dan Sumatera akibat system logistic yang belum cukup
baik. Tata niaga daging sapi domestic masih mengandalkan pada pengiriman saoi
hidup dan masih memiliki hambatan yang banyak sehingga belum efisien. Penyebab inefisiensi
itu utamanya adalah karena belum memadainya jumlah dan kapasitas alat angkut
(truk dan kapal) dan minimnya kualitas sarana angkutan baik truk maupun kapal
yang digunakan.
Begitu pula
system bongkar muat ternak sapi di pelabuhan dilakukan dengan teknik yang
kurang memperhatikan kenyamanan ternak sehingga manjadi factor penyebab
tingginya stress pada ternak. Sampai saat ini, pengangkutan ternak dari Nusa
Tenggara masih menggunakan kapal kayu dan kargo yang berkapasitas kecil sekitar
300-500 ekor per pengiriman. Terlebih lagi, belum semua pelabuhan memiliki
holding ground untuk tempat pengumpulan ternak dan pemeriksaan karantina
sebelum naik maupun setelah turun dari kapal. Kondisi ini diperburuk lagi
dengan adanya retribusi yang harus dikeluarkan selama proses pengangkutan mulai
dari desa, kecamatan, provinsi sampai ke daerah tujuan.
Proses pengangkutan
sapi seperti itu mengakibatkan pasokan daging sapi local dari wilayah senrta ke
wilayah yang membutuhkan menjadi sangat terbatas dan biaya angkutnya menjadi
mahal. Tidak mengherankan apabila daging sapi impor dari Australia jauh lebih
cepat didatangkan dan biayanya pun lebih murah. Saat ini, biaya angkutan antar
pulau seringkali jauh diatas biaya angkutan impor dari Negara lain. Biaya angkutan
daging sapi atau sapi potong dari Nusa Tenggara ke Jakarta mencapai Rp.3000 per
kg. Ongkos pengiriman satu konteiner ukuran 40 feet dari Padang, Sumatra Batar
ke Jakarta mencapai USD 600. Padahal biaya angkut komoditas yang sama dari
Auastralia atau Selandia Baru ke Jakarta haya Rp.700 per kg, sedangkan ongkos
kirim container berukuran sama dari Jakarta ke Singapura yang jaraknya lebih
jauh haya sebestar USD185
Upaya Penataan Permintaan Daging
Sapi
Dalam rangka mengendalian kenaikan harga
daging sapi pada saat ini Pemerintah telah menunjuk Perum Bulog untuk melakukan
impor daging sapi dan menggelar operasi pasar. Langkah ini merupakan kebujakan
jangka pendek yang diambil untuk mengatasi permasalahan pasokan daging sapid an
tingginya lonjakan harga daging sapi. Untuk jangga menengah-spanjang pembenahan
system distribusi sapi local hidup harus dilakukan secara komprehensif dan
tidak bersifat sektoral. Penambahan jumlah dan peningkatan kapasitas serta
kualitas alat angkut ternak sapi perlu dilakukan baik untuk modal tersportasi
truk. Kereta api, maupun kapal.
Pembenahan
system distribusi sapi hidup local dan daging sapi perlu dilakukan mulai dari
jumlah dan jenis sarana angkutan hingga adminitrasinya diperlukan penyediaan
angkutan yang di desain khusus untuk mengangkut ternak sapi dan daging sapi. Demikian
pula dengan teknik proses bongkar muat dealam desain khusus kapal ternak harus
didukung oleh semua pihak terkait seperti PT, PELNI, Pemda, san pengusaha
pemilik angkutan lokar antar daerah. Begitu pula, Pemda perlu mendorong peran
serta pihak swasta ataupun asosiasi pengusaha daging sapi didaerah untuk ikut
berperan dalam menyediakan box pendingin (cold storage) pada setiap pelabuhan
atau titik transfer daging sapi.
Upaya yang
dilakukan dalam stabilisasi harga daging sapi yaitu, menciptakan pasar daging domestic
agar lebih kompetitif tetap diperlukan. Impor daging sapi sampai saat ini
diperlukan, terutama untuk memenuhi kebutuhan pasr hokera ataupun memenuhi
kebutuhan pasar manakala produksi local tidak memadai. Hal ini penting yang
harus diperhatikan dalam pelaksanaan impor adalah ketepatan waktu pelaksanaan
dan lokasi pemasarannya sehingga tujuan tuntuk stabilisasi harga tercapai
DAFTAR PUSTAKA
·
Idaman, Northa. 2008.
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penawaran dan Permintaan Benih Ikan
Nila di Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat. Skripsi. Progeam Studi
Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
·
Komariah,
I. I. Arief, & Y. Wiguna. 2004. Kualitas Fisik dan Mikroba Daging Sapi yang
Ditambah Jahe (Zingiber officinale Roscoe) pada
Konsentrasi dan Lama Penyimpanan yang Berbeda. Media Peternakan. 27(2): 46-54
·
Harianto.
2013. Staf Khusus Presiden Bidang Pangan dan Energi
http://economy.okezone.com/read/2013/09/20/279/869240/mengatasi-problematika-pasokan-daging-sapi
Mantap wowo
BalasHapus