ABSTRAK
Pokok persoalan
yang dikaji dalam
penelitian ini adalah
masalah pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat
dan tantangan yang
dihadapi ditengah krisis
ekonomi global. Tujuan penelitian adalah
meramalkan pertumbuhan ekonomi
Sumatera Barat tahun
2015 dan merumuskan tantangan
yang dihadapi untuk menentukan arah kebijakan yang harus diambil.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat tahun 2013 mengalami kontraksi dari 6,35% tahun 2012 melambat menjadi 6,13%, akan terus melambat sampai tahun 2014 yang mencapai 5,93%. Hal ini sejalan dengan kondisi ekonomi Nasional yang juga mengalami pertumbuhan melambat di tahun 2013 hanya mencapai 5,8%, bahkan menurut perkiraan World Bank (World Bank, 2013) dan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2014 hanya mencapai 5,3%. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat tahun 2015 diperkirakan berkisar antara 5,8 - 6,19%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat tahun 2013 mengalami kontraksi dari 6,35% tahun 2012 melambat menjadi 6,13%, akan terus melambat sampai tahun 2014 yang mencapai 5,93%. Hal ini sejalan dengan kondisi ekonomi Nasional yang juga mengalami pertumbuhan melambat di tahun 2013 hanya mencapai 5,8%, bahkan menurut perkiraan World Bank (World Bank, 2013) dan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2014 hanya mencapai 5,3%. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat tahun 2015 diperkirakan berkisar antara 5,8 - 6,19%.
Kata kunci:
Ekspektasi pertumbuhan dan tantangan ekonomi
PENDAHULUAN
Di
Sumatera Barat, hampir semua sektor ekonomi melibatkan peranan usaha mikro.
Namun demikian, sangat ironis ternyata umumnya usaha mikro di Sumatera Barat
masih menghadapi permasalahan terutama lemah dalam modal usaha dan agunan,
sehingga selama ini dipandang kurang memenuhi persyaratan teknis perbankan,
yang pada gilirannya menjadi kendala bagi pengembangan usaha mikro itu sendiri.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka dipandang perlu adanya
keanekaragaman lembaga keuangan yang dapat menunjang pengembangan usaha mikro
tersebut.
Selama
ini lembaga keuangan yang dikenal hanyalah lembaga konvensional, diantaranya
bank dan pegadaian. Sebenarnya telah ada lembaga keuangan lain yang dapat
digunakan sebagai pelengkap untuk membantu pengembangan usaha mikro, yaitu
lembaga penjaminan kredit yang berfungsi menjembatani kesenjangan antara usaha
mikro dengan lembaga keuangan, baik perbankan maupun lembaga non bank yang ada
saat ini. Lembaga ini berfungsi sebagai penanggung risiko atas kemacetan kredit
yang dialami oleh perbankan. Dengan adanya lembaga
penjaminan tersebut, diharapkan perbankan dapat melaksanakan pemberian kredit
kepada usaha mikro.
PERMASALAHAN
Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam
periode perencanaan tahun 2014
diperkirakan akan tumbuh sebesar
5,8% s/d 6,4%, namun karena perekonomian makro
secara global tengah mengalami
pertumbuhan yang moderat (deceleberating) (lihat Constantinu, C
Matto, A, Ruta,
2015) karena melemahnya term
of trade dan kondisi
finansial eksternal yang
ketat, sehingga pertumbuhan ekonomi
yang selama ini digerakkan
oleh net export akan cenderung
mengalami pergerakan yang melambat (slowing
moderatly). Sampai pada quartal
pertama tahun 2014 pertumbuhan
ekonomi nasional telah mencapai
5,3%, sehingga diperkirakan pada
tahun 2014 nanti pertumbuhan ekonomi
nasional akan mencapai kisaran
antara 5,6% sampai dengan 6,2%.
Sementara itu, proyeksi yang
agak pesimis dari
World Bank memperkirakan
pertumbuhan ekonomi Indonesia 2014
mencapai 6%.(World Bank, 2014).
Besarnya
pertumbuhan ini didukung oleh
semakin menguatnya
permintaan konsumsi rumahtangga dan meningkatnya
peranan pembentukan modal tetap
bruto (PMTB) atau investasi.
Realisasi investasi ekonomi nasional
di tahun 2013 telah
melebihi target yang ditetapkan pemerintah,
dimana realisasi investasi kuartal
III tahun 2013 mencapai
Rp 293,3 triliun yang terdiri
dari 94,1 triliun
berasal dari penanaman modal
dalam negeri (PMDN) dan 199,2
triliun berasal dari penanaman
modal asing (PMA). Peningkatan periode
yang sama pada tahun
2012 adalah sebesar
27,6%. (Republic, 2013 sumber: www.bi.go.id/RED). Pertumbuhan ekonomi nasional
yang moderat ditandai oleh
melemahnya aktifitas
investasi, ditambah dengan
isu kebijakan stabilisasi yang
dikeluarkan oleh pemerintah dan
bank Indonesia dalam rangka
membawa pertumbuhan ekonomi yang
lebih berimbang dan mampu
mencapai tingkat yang diinginkan . Terakhirnya, mulai
secara perlahan-lahan
perbaikan ekonomi negara-negara maju
yang menuju kearah stabilisasi,
seperti negara-negara OECD
dan Amerika Serikat. Hal
ini ditandai oleh
pergerakan kinerja ekspor dan
impor yang terus menurun
pada kuartal pertama
tahun 2014. Sehingga pergerakan pertumbuhan ekonomi
akan juga mengalami penyesuaian
kearah pergerakan yang lambat
ini (lihat (Republic, 2014
dan World Bank: IEQ, March 2014)).
Arah Kebijakan Ekonomi Daerah
Berdasarkan kepada
kondisi dan arahan perekonomian
nasional maka untuk perekonomian
Sumatera Barat tentunya tidak
akan jauh bergerak dari
kondisi dan arah kebijakan ekonomi nasional itu. Dalam
tahun 2015, kebijakan ekonomi makro diarahkan
untuk mempercepat
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, penciptaan
sektor ekonomi yang kuat,
peningkatan pendapatan
masyarakat, melalui
penguatan sektor riil
dan menciptakan lapangan kerja
yang lebih luas melalui peningkatan peran investasi swasta dan pemerintah serta
BUMD, serta mengurangi jumlah
penduduk miskin dengan mengembangkan
sistem pelayanan publik yang
mendorong investasi swasta, perluasan
ekspor, pemberdayaan usaha mikro, peningkatan kualitas
teknis pengelola agribisnis dengan
pengembangan.
kluster agrobisnis
dan agro industri dalam konteks
pengembangan kawasan
agropolitan serta
pengembangan agrowisata dan ekowisata, pengembangan
balai-balai penelitian untuk tanaman
komoditi unggulan daerah, pengembangan kawasan sentra
industri masyarakat, memperbesar peluang
pasar untuk produk industri
unggulan baik antar wilayah
maupun eksternal wilayah, membangun konektifitas
dengan pusat-pusat koridor ekonomi Sumatera, melalui perdagangan daerah terutama produk
pertanian dan industri.
KONDISI
EKONOMI TAHUN 2013 DAN PERKIRAAN TAHUN 2014
Pada tahun
2013 pertumbuhan ekonomi Sumatera
Barat mengalami kontraksi dari
6,35% tahun 2012 melambat
menjadi 6,13%, akan
terus melambat sampai tahun
2014 yang mencapai 5,93%.
Hal ini sejalan dengan kondisi
ekonomi Nasional yang juga
mengalami pertumbuhan
melambat di tahun
2013 hanya mencapai 5,8%,
bahkan menurut perkiraan World
Bank (Maret 2014) pertumbuhan ekonomi
Indonesia di tahun 2014
nanti hanya mencapai 5,3%, dan akan terjadi
recovery tahun 2015 menjadi 5,6%.
Sumber pertumbuhan
ekonomi Sumatera Barat selama
ini adalah konsumsi masyarakat
dan kinerja ekspor yang
semakin baik, tetapi sejalan dengan
kebijakan pengetatan
keuangan negara-negara tujuan ekspor dalam pemulihan
ekonomi mereka, maka laju
pertumbuhan eksport selama kwartal
pertama tahun 2012
sebesar 3,77% turun menjadi
3,4% pada kwartal yang
sama tahun 2013
(lihat (BRS, 2014). Alasan lain melambatnya perekonomian Sumatera
Barat adalah karena melemahnya
harga komoditi dunia yang
terlihat mulai sejak oktober 2013
yang terus berlanjut
sampai maret 2014. Disamping itu goncangan eksternal terhadap
perekonomian Nasional (lihat (Huayta,
2012) yang tentunya berdampak
kepada perekonomian Sumatera Barat
adalah menurunnya nilai tukar
rupiah, defisitnya current account
pada kwartal pertama tahun
2013 adalah sebesar US$
9,9 milyar (4,4%
dari GDP) turun menjadi
US $ 8,4 milyar. 54 Ansofino, Ekspektasi Pertumbuhan
Ekonomi Sumatera Barat Kopertis
Wilayah X Jurnal pada kuartal
ketiga tahun 2013,
dan diestimasi oleh Bank
Indonesia akan terus menurun
sampai pada kuartal pertama tahun 2014. Produk domestik bruto (PDRB) Sumatera Barat
tahun 2013 telah meningkat menjadi
Rp 46,64 triliun dari
sebesar Rp 43,91
triliun tahun 2012. Jumlah
penduduk Sumatera Barat tahun
2012 adalah sebesar 5,04 juta
jiwa, tahun 2013
naik menjadi 5,11 juta
jiwa dengan laju pertumbuhan sebesar
1,38%. Sehingga PDRB
rill per kapita
telah meningkat menjadi Rp
24,87 juta dari Rp 21,93
juta pada harga
berlaku, tahun 2012.
Struktur perekonomian
Sumatera Barat sampai
tahun 2013 masih didominasi
oleh tiga sektor, yakni
sektor pertanian (22,01%), sektor perdagangan
hotel dan restoran (18.44%), dan
sektor jasa-jasa (17,35%). Sehingga
kontribusi ketiga sektor ini
mencapai lebih dari 57,80%. Perkembangan
ini memperlihatkan
pentingnya peran sektor
pertanian terutama sub sektor
tanaman pangan, perkebunan dan
perikanan di samping sub sektor
peternakan di dalam perekonomian daerah
Sumatera Barat.
KESIMPULAN
1.
Rendahnya
peran investasi pihak swasta internal maupun eksternal wilayah yang
tercermin dari rendahnya
pertumbuhan konsumsi swasta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi
daerah. Rendahnya peran investasi
pihak lembaga swasta untuk mengerakan sektor
riil sangat terkait dengan
beberapa hal diantaranya adalah:
belum optimalnya pemanfaatan
sumberdaya alam terutama
dari hasil laut, bahan
tambang, dan bahan galian
yang ada, sistem pelayanan publik untuk
perizinan usaha dan investasi
yang masih menjadi hambatan
untuk pengembangan investasi baru. Keamanan sistem
property right (secure property
right) masih menjadi kendala
utama untuk berkembangnya investasi
dalam negeri di wilayah Sumatera Barat, sikap beberapa
kalangan elemen masyarakat yang
menolak investasi swasta dengan
dalih ikatan-ikatan
primordial juga memberikan andil
terhadap rendah investasi swasta
di Sumatera Barat.
2.
Dominasi
komoditi ekspor dalam bentuk
bahan mentah telah mengakibatkan rendahnya term
of trade komoditi ekspor
terhadap komiditi impor nagara
maju. Dominannya komoditi ekspor dalam
bentuk barang mentah
dan barang setengah jadi
ini dapat diatasi dengan
pengembangan agrobisnis dan agroindustri
di pedesaan untuk meningkatkan nilai tambah
produk pertanian pedesaan. Pengembangan agrobisnis dan agro industri
harus sejalan dengan pengembangan industri manufaktur
di perkotaan. Oleh karena
itu, diperlukan pengembangan kawasan
–kawasan cepat tumbuh
seperti kawasan Ekonomi
Cepat Tumbuh (KAPET), kawasan
agropolitan dan kawasan industri
manufaktur perkotaan.
3.
Mengurangi
ketergantungan terhadap
barang-barang impor dari luar
negeri dengan mengembangkan industri substitusi impor sendiri seperti ketergantungan terhadap
impor kertas karton, barang-barang
dari plastik dan barang-barang elektronik. Hal
ini dapat dilakukan dengan
menggunakan produk dalam negeri
sendiri dan mendorong dikembangkannya industri substitusi impor ini
secara bertahap.
4.
Jurnal IPTEK Terapan 9 (1) (2015): 49-66 65
Kopertis Wilayah X Jurnal
kawasan Ekonomi Cepat Tumbuh
(KAPET), kawasan agropolitan dan kawasan
industri manufaktur
perkotaan. Semua kawasan tersebut seyogyanya diintegrasikan dengan
pusat pertumbuhan koridor ekonomi Sumatera
5.
Mengurangi
ketergantungan terhadap
barang-barang impor dari luar
negeri dengan mengembangkan industri substitusi impor
sendiri seperti
ketergantungan terhadap impor kertas
karton, barang-barang dari plastik
dan barang-barang
elektronik. Hal ini
dapat dilakukan dengan menggunakan produk dalam
negeri sendiri dan mendorong
dikembangkannya industri substitusi impor ini secara bertahap.
6.
Memperkuat
sumber pertumbuhan ekonomi dengan
meningkatkan kualitas teknis pengelolaan agrobisnis dan
agro industri dan pengembangan pariwisata.
7.
Memperkuat
peran bisnis daerah sebagai mitra utama
dari investor luar daerah.
8.
Pemberlakuan pasar bebas ASEAN Tahun 2015
mengharuskan semua elemen dunia
usaha mulai dari petani
komoditi ekspor, pedagang dan
eksportir harus mampu bersaing menghadapi
pesaing baru yang diberi
izin masuk dan
bebas bea masuk/cukai, sehingga
akan terjadi persaingan harga, persaingan kualitas, dan persaingan
pelayanan pada konsumen
akhir.
DAFTAR
PUSTAKA
Ansofino. (2014). Ekspektasi
Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat Tahun 2014, 1–15.
Huayta, J. S. (2012).
Macroeconomic Indicators. APacCHRIE, 37.
Dornbusch, R dan Fischer, S (1994).
Macro Economics; International Edition, Mc.Graw Hill, New York.
BRS, B. S. (2014).
Perkembangan ekspor dan Impor Sumatera Barat.
Constantinu, C Matto, A, Ruta,
M. (2015). The Global Trade Slowdown Cyclical or Structural ?, (January).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.