OLEH: Rifka Anisah Putri
Definisi Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan produk dan jasa, termasuk didalamnya adalah proses keputusan yang mengawali serta mengikuti tindakan pembelian tersebut. Tindakan tersebut adalah terlibat secara langsung dalam proses memperoleh, mengkonsumsi bahkan membuang atau tidak jadi menggunakan suatu produk atau jasa tersebut. (Menurut Engel, Blackwell dan Miniard.
Asumsi-Asumsi Utama Perilaku Konsumen
a) Barang (Commodities)
Barang adalah benda dan jasa yang dikonsumsi untuk memperoleh manfaat atau kegunaan. Bila seseorang mengonsumsi lebih dari satu barang dan jasa, seluruhnya digabungkan dalam bundel barang (commodities bundle). Barang yang dikonsumsi mempunyai sifat makin banyak dikonsumsi makin besar manfaat yang diperoleh (good).
b) Utilitas (Utility)
Utilitas adalah manfaat yang diperoleh karena mengonsumsi barang. Utilitas merupakan ukuran manfaat suatu barang dibanding dengan alternatif penggunaannya. Utilitas digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan oleh konsumen. Utilitas total adalah manfaat total yang diperoleh dari seluruh barang yang dikonsumsi. Utilitas marjinal adalah tambahan manfaat yang diperoleh karena menambah konsumsi sebanyak satu unit barang.
c) Hukum Pertambahan Manfaat yang Makin Menurun (The Law of Diminishing Marginal Utility)
Pada awalnya penambahan konsumsi suatu barang akan memberi tambahan utilitas yang besar, tetapi makin lama pertambahan itu bukan saja makin menurun, bahkan menjadi negatif. Dalam analisis perilaku konsumen, gejala LDMU (The Law of Diminishing Marginal Utility) dilihat dari makin menurunnya nilai utilitas marjinal. Karena dasar analisisnya adalah perubahan utilitas marjinal, analisis ini dikenal sebagai analisis marjinal (marginal analysis).
d) Konsistensi Preferensi (Transivity)
Konsep preferensi berkaitan dengan kemampuan konsumen menyusun prioritas pilihan agar dapat mengambil keputusan. Minimal ada dua sikap yang berkaitan dengan preferensi konsumen, yaitu lebih suka (prefer) dan atau sama-sama disukai (indifference). Misalnya ada dua barang X dan Y, maka konsumen mengatakan X lebih disukai daripada Y (X>Y) atau X sama-sama disukai seperti Y (X=Y). Tanpa sikap ini perilaku konsumen sulit dianalisis. Syarat lain agar perilakunya dapat dianalisis, konsumen harus memiliki konsistensi preferensi. Bila barang X lebih disukai dari Y (X>Y) dan barang Y lebih disukai dari Z (Y>Z), maka barang X lebih disukai dari Z (X>Z). Konsep ini disebut transivitas (transivity).
e) Pengetahuan Sempurna (Perfect Knowledge)
Konsumen diasumsikan memiliki informasi atau pengetahuan yang sempurna berkaitan dengan keputusan konsumsinya. Mereka tahu persis kualitas barang, kapasitas produksi, teknologi yang digunakan dan harga barang di pasar. Mereka mampu memprediksi jumlah penerimaan untuk suatu periode konsumsi.
Jenis-Jenis Perilaku Pembelian
1. Perilaku pembelian yang rumit
Perilaku pembelian yang rumit terdiri dari tiga
tahapan. Pertama, pembeli mengembangkan keyakinan tentang suatu produk
tertentu. Kedua, ia akan membangun sikap tentang produk tersebut. Ketiga, ia
membuat pilihan yang cermat. Dalam perilaku pembelian jenis ini konsumen
dikatakan melakukan pembelian yang rumit jika mereka terlibat dalam kegiatan
pembelian yang dimana terdapat sebuah perbedaan yang besar antar merek.
Biasanya kegiatan pembelian jenis ini biasanya terjadi bila produk yang akan
dibeli memiliki harga yang mahal, jarang dibeli, berisiko, dan sangat
mengekspresikan diri seperti, kendaraan bermotor, telepon selular dan
sebagainya.
2. Pembelian pengurang ketidaknyamanan
Terkadang konsumen sangat terlibat dalam
pembelian namun hanya melihat sedikit perbedaan antar merek. Keterlibatan yang
tinggi didasari pada fakta-fakta bahwa pembelian tersebut sangat mahal, jarang
dilakukan dan berisiko tinggi. Dalam kasus itu, pembeli akan bebelanja dengan
berkeliling untuk mempelajari merek yang tesedia. Jika konsumen menemukan
perbedaan mutu antarmerek tersebut, dia mungkin akan memilih harga yang lebih
tinggi. Jika konsumen menemukan perbedaan kecil dia mungkin akan akan membli
semata-mata berdasarkan harga dan kenyamanan. Setelah pembelian tersebut, konsumen
mungkin akan mengalami disonansi/ketidaknyamana yang muncul setelah merasakan
adanya fitur yang tidak mengenakan atau yang menyenangkan mengenai merek lain,
dan akan siaga terhadap informasi yang mendukung keputusannya.
3. Perilaku Pembelian karena kebiasaan
Dalam sebuah kegiatan pembelian terdapat banyak
produk yang dibeli pada kondisi rendahnya keterlibatan konsumen dan tidak
adanya perbedaan antarmerek yang signifikan. Misalnya Sabun mandi. Para
konsumen akan memiliki sedikit keterlibatan pada jenis produk itu. Mereka pergi
ke toko dan mengambil merek tertentu. Jika mereka tetap mengambil merek yang
sama, hal itu karena kebiasaan bukan karena kesetiaan yang kuat terhadap merek.
Terdapat bukti bahwa konsumen tidak memiliki keterlibatan yang tinggi dalam
pembelian sebgaian produk yang rendah dalam sebagian besar produk yang murah
dan sering dibeli. Dalam perilaku pembelian jenis ini, para pemasar dapat
melakukan empat teknik untuk berusaha mengubah produk dengan keterlibatan rendah
menjadi keterlibatan tinggi.
4. Perilaku Pembelian yang mencari variasi
Pada jenis perilaku pembelian ini ditandai dengan
rendahnya keterlibatan konsumen terhadap perbedaan merek yang signifikan. Dalam
situasi ini konsumen sering melakukan peralihan merek. Salah satu contih
dari jenis pembelian ini dapat dilihat dalam pembelian kue kering. Dalam
kegiatan pembelian ini konsumen memiliki beberapa keyakinan tentang kue kering,
memilih kue kering tanpa melakukan banyak evaluasi dan mengevaluasi produk
selama konsumsi. Namun pada kesempatan berikutnya, konsumen mungkin akan
mengambil merek lain karena ingin mencari rasa yang berbeda dan peralihan merek
terjadi karena adanya keinginan untuk mencari variasi bukan karena adanya
ketidakpuasan. (Menurut Henry Assel).
Proses Pembentukan Perilaku
Bahwa
belajar merupakan “Tingkah laku sebagai hubungan antara perangsang (S) dan
respon (R)” yang terkenal dengan teorinya yaitu Operant Conditioning Theory.
Ada dua macam respon dalam kegiatan belajar
1. Respondent response reflexive respons, bersifat spontan atau dilakukan secara reflek, diluar kemampuan seseorang. Dalam situasi yang demikiasn seseorang cukup belajar dengan stimulus yang diberikan dan ia akan memberikan respons yang sepadan dengan stimuli yang datang.
1. Respondent response reflexive respons, bersifat spontan atau dilakukan secara reflek, diluar kemampuan seseorang. Dalam situasi yang demikiasn seseorang cukup belajar dengan stimulus yang diberikan dan ia akan memberikan respons yang sepadan dengan stimuli yang datang.
2.
Operant Response (Instrumental Response), respon yang timbul dan berkembangnya
dikuti oleh perangsan-perangsang tertentu. Perangsang yang demikian disebut
dengan reinforcing stimuli atau reinforcer, karena perangsang ini memperkuan
respons yang telah dilakukan oleh organisme.
Prosedur pembentukan tingkah laku dalam operant response secara sederhana adalah sebagai berikut :
1.
Mengidentifikasi
hal-hal apa yang merupakan reinforcer bagi tingkah laku yang akan dibentuk.
2.
Menganalisa,
dan selanjutnya mengidentifikasi komponen-komponen itu lalu disusun dalam
urutan yang tepat untuk menuju kepada terbentuknya tingkah laku yang dimaksud.
3.
Melakukan
pembentukan tingkah laku, dengan mengunakan urutan yang telah disusun. Kalau
komponen pertama telah dilakukan, maka hadiahnya (reinforcer) diberikan.
Kemudian komponen kedua, jika yang pertama sudah terbentuk, yang kemudian
diberi hadiah pula (komponen pertama tidak memerlukan hadiah lagi) (Menurut B.F Skiner).
Teori Kardinal dan Perilaku Konsumen
1.Pendekatan
Konsumen Oridinal
Pendekatan
konsumen Ordinal adalah pendekatan yang daya guna suatu barang
tidak perlu diukur, cukup untuk diketahui dan konsumen mampu membuat urutan
tinggi rendahnya daya guna yang diperoleh dari mengkonsumsi sekelompok barang.
Dalam teori perilaku konsumen dengan pendekatan ordinal asumsi dasar seorang konsumen adalah :
tidak perlu diukur, cukup untuk diketahui dan konsumen mampu membuat urutan
tinggi rendahnya daya guna yang diperoleh dari mengkonsumsi sekelompok barang.
Dalam teori perilaku konsumen dengan pendekatan ordinal asumsi dasar seorang konsumen adalah :
- Konsumen rasional, mempunyai skala preferensi dan mampu merangking kebutuhan yang dimilikinya
- Kepuasan konsumen dapat diurutkan, ordering
- Konsumen lebih menyukai yang lebih banyak dibandingkan lebih sedikit, artinya semakin banyak barang yang dikonsumsi menunjukkan semakin tingginya tingkat kepuasan yang dimilikinya. Kelemahan pendekatan konsumen ordinal yaitu terletak pada anggapan yang digunakan bahwa kepuasan konsumen dari mengkonsumsi suatu barang dapat diukur dari satu kepuasan.
Teori Ordinal dan Perilaku Konsumen
2.Pendekatan
Konsumen Kardinal
- Pendekatan konsumen Kardinal adalah daya guna dapat diukur dengan satuan uang atau utilitas, dan tinggi rendahnya nilai atau daya guna tergantung kepada subyek yang menilai. Pendekatan ini juga mengandung anggapan bahwa semakin berguna suatu barang bagi seseorang, maka akan semakin diminati
Pendekatan
kardinal biasa disebut sebagai Daya guna marginal. Pada pendekatan Kardinal
terdapat beberapa asumsi yang dapat digunakan untuk menunjukan bahwa tingka
konsumennya,yaitu :
- Konsumen Rasional, konsumen bertujuan memaksimalkan kepuasannya dengan batasan pendapatannya.
- Diminshing marginal utility, tambahan utilitas yang diperoleh konsumen makin menurun dengan bertambahnya konsumsi dari komoditas tersebut
- Pendapatan konsumen tetap
- Uang mempunyai nilai subyektif yang tetap
Dan juga
asumsi dasar dari Pendekatan Konsumen Kardinal adalah :
- Kepuasan konsumsi dapat diukur dengan satuan ukur.
- Makin banyak barang dikonsumsi makin besar kepuasan
- Terjadi hukum The law of deminishing Marginal Utility pada tambahan kepuasan setiap satu satuan
- Tambahan kepuasan untuk tambahan konsumsi 1 unit barang bisa dihargai dengan uang, sehingga makin besar kepuasan makin mahal harganya. Jika konsumen memperoleh tingkat kepuasan yang besar maka dia akan mau membayar mahal, sebaliknya jika kepuasan yang dirasakan konsumen redah maka dia hanya akan mau membayar dengan harga murah.
DAFTAR PUSTAKA:
2015. Pengantar Ilmu Ekonomi. LPFEUI. Surabaya. (11 Juni 2016). http://ciputrauceo.net/blog/2015/6/11/perilaku-konsumen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.