PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah money laundering belakangan
ini makin mendapatkan perhatian khusus dari dunia internasional. Perhatian
demikian dipicu dengan semakin maraknya tindak kejahatan ini dari waktu ke
waktu, sementara kebanyakan negara belum menetapkan sistem hukumnya untuk
memerangi atau menetapkannya sebagai kejahatan yang harus diberantas. Mantan
Direktur International Monetary Fund (IMF), Michel Camdessus pernah
mengungkapkan bahwa diperkirakan volume dari money laundering adalah
antara 2 hingga 5 persen GDP dunia.
Money laundering sebagai salah satu jenis kejahatan kerah putih (white collar crime)
sebenarnya sudah ada sejak tahun 1967. Pada saat itu, seorang perompak di
laut, Henry Every, dalam perompakannya terakhir merompak kapal Portugis berupa
berlian senilai £325.000 poundsterling (setara Rp 5.671.250.000,-). Harta
rampokan tersebut kemudian dibagi bersama anak buahnya dan bagian Henry Every
ditanamkan pada transaksi perdagangan berlian dimana ternyata perusahaan
berlian tersebut juga merupakan perusahaan pencucian uang milik perompak lain
di darat.
Namun istilah money laundering baru muncul
ketika Al Capone, salah satu mafia besar di Amerika Serikat, pada tahun
1920-an, memulai bisnis Laundromats (tempat cuci otomatis). Bisnis ini
dipilih karena menggunakan uang tunai yang mempercepat proses pencucian uang
agar uang yang mereka peroleh dari hasil pemerasan, pelacuran, perjudian, dan
penyelundupan minuman keras terlihat sebagai uang yang halal. Walau demikian,
Al Capone tidak dituntut dan dihukum dengan pidana penjara atas kejahatan
tersebut, akan tetapi lebih karena telah melakukan penggelapan pajak.
Selain Al
Capone, terdapat juga Meyer Lansky, mafia yang menghasilkan uang dari kegiatan
perjudian dan menutupi bisnis ilegalnya itu dengan mendirikan bisnis hotel,
lapangan golf dan perusahaan pengemasan daging. Uang hasil bisnis ilegal ini
dikirimkan ke beberapa bank-bank di Swiss yang sangat mengutamakan kerahasian
nasabah, untuk didepositokan. Deposito ini kemudian diagunkan untuk mendapatkan
pinjaman yang dipergunakan untuk membangun bisnis legalnya. Berbeda
dengan Al Capone, Meyer Lansky justru terbebas dari tuntutan melakukan
penggelapan pajak dan tindak pidana termasuk tindak pidana pencucian uang yang dilakukannya.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari Money
Laundering?
2.
Apa saja tahapan terjadinya
kasus ini?
3.
Bagaimana dampak yang terjadi
pada kasus ini?
4.
Bagaimana contoh yang terjadi
di Indonesia?
PEMBAHASAN
·
Pengertian Money Laundering
Dalam Undang-Undang Pencucian Uang
(UUPU) Tahun 2002, istilah money laundering disebut dengan pencucian
uang. Kata money dalam istilah tersebut dapat diistilahkan sebagai dirty
money, hot money, illegal money, atau illicit money. Prof. Remy
Sjahdeini, pakar perbankan mengatakan bahwa tidak ada definisi yang universal
dan komprehensif mengenai money laundering, karena berbagai pihak
seperti institusi-institusi investigasi, kalangan pengusaha, negara-negara dan
organisasi-organisasi lainnya memiliki definisi sendiri untuk itu (Sjahdeini,
1999).
Menurut Neil Jensen, money
laundering diartikan sebagai proses perubahan keuntungan dari
kegiatan-kegiatan yang melawan hukum menjadi aset keuangan dan terlihat seolah-
olah diperoleh dari sumber-sumber yang bersifat legal (Neil Jensen et al.,
1995).
Dari
beberapa definisi tersebut, disimpulkan bahwa money laundering adalah
perbuatan yang bertujuan mengubah suatu perolehan dana secara tidak sah supaya
terlihat diperoleh dari dana atau modal yang sah.
·
Tahapan
Pencucian Uang
a.
Tahap
penempatan (placement), merupakan
tahap pengumpulan dan penempatan uang hasil kejahatan pada suatu bank atau
tempat tertentu yang diperkirakan aman guna mengubah bentuk uang tersebut agar
tidak teridentifikasi, biasanya sejumlah uang tunai dalam jumlah besar dibagi
dalam jumlah yang lebih kecil dan ditempatkan pada beberapa rekening di
beberapa tempat;
b.
Tahap pelapisan
(layering), merupakan upaya untuk
mengurangi jejak asal muasal uang tersebut diperoleh atau ciri-ciri asli dari
uang hasil kejahatan tersebut atau nama pemilik uang hasil tindak pidana,
dengan melibatkan tempat-tempat atau bank di negara-negara dimana kerahasiaan
bank akan menyulitkan pelacakan jejak uang. Tindakan ini dapat berupa
transfer ke negara lain dalam bentuk mata uang asing, pembelian property, pembelian
saham pada bursa efek menggunakan deposit yang ada di Bank A untuk meminjam
uang di Bank B dan sebagainya.
c. Tahap penggabungan (integration), merupakan tahap mengumpulkan dan menyatukan kembali uang hasil kejahatan
yang telah melalui tahap pelapisan dalam suatu proses arus keuangan yang sah.
Pada tahap ini uang hasil kejahatan benar-benar telah bersih dan sulit untuk
dikenali sebagai hasil tindak pidana, muncul kembali sebagai asset atau
investasi yang tampak legal.
·
Dampak Money
Laundering
1. Dampak
ekonomi mikro
a. Cara perolehan uang yang ilegal
mengganggu jalannya mekanisme pasar. Esensi sistem pasar adalah adanya
pengakuan dan perlindungan terhadap pemilikan pribadi atas faktor-faktor
produksi maupun atas barang-barang serta jasa-jasa yang digunakan untuk
keperluan konsumsi. Namun dengan adanya peluang perolehan uang yang ilegal
telah menunjukkan tidak adanya perlindungan dari penguasa atas hak milik, pasar
menjadi tidak efisien yang ditunjukkan dengan meningkatnya biaya transaksi
pasar, adanya akses yang asimetris pada informasi pasar yang menyebabkan
transaksi bersifat zero sum game dalam arti bahwa keuntungan suatu pihak
dapat membawa kerugian bagi pihak lain.
b. Transaksi keuangan untuk melegalkan
hasil perolehan uang yang ilegal membawa dampak penurunan produktifitas
masyarakat.
2. Dampak ekonomi makro
a. Tindak
pidana pencucian uang menghindarkan kewajiban pembayaran pajak yang berarti
mengurangi penerimaan negara.
b. Apabila
transaksi keuangan yang dilakukan adalah dengan membawa uang yang ilegal ke
luar negeri, maka akan menambah defisit neraca pembayaran luar negeri. selain
itu juga mengakibatkan berkurangnya dana perbankan yang menyebabkan kesulitan
bank melakukan ekspansi kredit.
c. Apabila
negara memperoleh sejumlah uang ilegal dari luar negeri maka akan menambah
kegoncangan stabilitas ekonomi makro. Terlebih untuk negara yang tidak memiliki
cukup banyak instrumen moneter sehingga tidak mampu mensterilisasi dampak
moneter pemasukan modal. Jika bank sentral membeli devisa yang masuk itu
sebagai upaya untuk mempertahankan nilai tukar luar negeri mata uang
nasionalnya, jumlah uang beredar akan bertambah dengan cepat dan tambahan
jumlah uang beredar itu akan menyulut inflasi sehingga menimbulkan gangguan
pada keseimbangan internal perekonomian. Akan tetapi, jika bank sentral tidak
membeli devisa yang masuk akan menguatkan nilai tukar mata uang nasional yang
menyebabkan berkurangnya insentif kegiatan ekspor. Pengurangan ini akan
menambah defisit neraca pembayaran luar negeri.
·
Contoh Kasus Money
Laundering Di Indonesia
Penyuapan
kepada pejabat melalui perusahaan pembiayaan
Mr. A
seorang karyawan swasta mengajukan permohonan pembiayan leasing atas 1 (satu) unit
mobil mewah senilai Rp 450 juta kepada perusahaan leasing (PT Z). Setelah
disetujui, Mr. A menandatangani kontrak leasing yg diikuti dengan penerimaan
sebuah unit mobil dari PT Z. Selanjutnya, cicilan selalu dibayarkan oleh Mr. A
kepada PT Z. Pada kenyataannya, surat-surat kepemilikan mobil tersebut bukan
atas nama Mr. A melainkan atas nama Mr. B. Dengan kata lain, penguasaan
kepemilikan mobil mewah tersebut berada dibawah kendali Mr. B yang
diidentifikasi sebagai seorang pejabat di instansi pemerintah. Dari hasil
peggalian informasi oleh perusahaan leasing diketahui bahwa perusahaan Mr. A
adalah pemenang tender dalam proses lelang proyek pengadaan barang dan jasa di
kantor Mr. B. Berdasarkan hal tersebut, perusahaan leasing menyampaikan LTKM
kepada PPATK.
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam kasus money laundering ini mempunyai pengertian
yaitu pencucian uang atau perolehan uang secara tidak sah. Money laundering baru muncul
ketika Al Capone, salah satu mafia besar di Amerika Serikat, pada tahun
1920-an, memulai bisnis Laundromats (tempat cuci otomatis). Bisnis ini
dipilih karena menggunakan uang tunai yang mempercepat proses pencucian uang
agar uang yang mereka peroleh dari hasil pemerasan, pelacuran, perjudian, dan
penyelundupan minuman keras terlihat sebagai uang yang halal. Walau demikian,
Al Capone tidak dituntut dan dihukum dengan pidana penjara atas kejahatan
tersebut, akan tetapi lebih karena telah melakukan penggelapan pajak.
Money
Laundering ini mempunyai dampak yang signifikan terhadap ekonomi makro dan
mikro. Dalam ekonomi mikro dampaknya adalah terganggunya proses pasar
dikarenakan perolehan secara illegal, kemudian dalam ekonomi makro apabila
memperoleh sejumlah uang secara illegal maka akan mengalami ketidakstabilan
ekonomi di Negara tersebut.
Saran
Dalam kasus ini memang sudah menyebar di dunia
internasional ,dalam nasional pun sudah banyak kasus tersebut, namun memang
sulit membedakan bagaimana orang tersebut melakukan pencucian uang ini. Dalam
hal ini, seseorang harus lebih teliti cara bagaimana ia mengamati dalam
berbisnis. mengeluarkan rekomendasi yang paralel dengan UN
Drug Convention agar negara-negara menciptakan peraturan perundang-undangan
mengawasi money laundering.
Upaya pemberantasan peredaran gelap obat bius ini
diikuti dengan upaya pemberantasan pencucian uang dalam skala internasional
karena kegiatan pencucian uang kerap kali digunakan untuk menutupi hasil
perdagangan obat bius yang diwujudkan dalam pembentukan konvensi The
International Anti-Money Laundering Legal Regime. Konvensi ini mewajibkan negara-negara penandatangan menjadikan pencucian
uang sebagai suatu tindakan kriminal dan tergolong kejahatan berat.
Sumber :
·
Tahir
Indra. Artikel Ekonomi dan Bisnis. Juli 2008, Jakarta
·
Tribunnews.com
(Tindak Pidana Pencucian Uang)
·
Hagan, Frank E. (2013). Introduction
to Criminology: Theories, Methods, and Criminal Behavior (8th ed.). Los
Angeles: Sage Publications.
·
http://www.saskaralaw.co/id/pencucian-uang-dan-dasar-hukumnya-di-indonesia-2/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.