.

Minggu, 08 April 2018

Persoalan Ekonomi di Daerah Sumatra Barat

OLEH: M. ABI HAYKAL @C04-Abi


ABSTRAK
Pokok  persoalan  yang  dikaji  dalam  penelitian  ini  adalah  masalah  pertumbuhan  ekonomi Sumatera  Barat  dan  tantangan  yang  dihadapi  ditengah  krisis  ekonomi  global.  Tujuan penelitian  adalah  meramalkan  pertumbuhan  ekonomi  Sumatera  Barat  tahun  2015  dan merumuskan tantangan yang dihadapi untuk menentukan arah kebijakan yang harus diambil.
Hasil  penelitian  menunjukkan  bahwa  pertumbuhan  ekonomi  Sumatera  Barat  tahun  2013 mengalami kontraksi dari 6,35% tahun 2012 melambat menjadi 6,13%, akan terus melambat sampai tahun 2014 yang mencapai 5,93%. Hal ini sejalan dengan kondisi ekonomi Nasional yang juga  mengalami  pertumbuhan  melambat  di tahun 2013 hanya mencapai  5,8%, bahkan menurut perkiraan World Bank (World Bank, 2013) dan  pertumbuhan ekonomi Indonesia  di tahun  2014  hanya  mencapai  5,3%.  Pertumbuhan  ekonomi  Sumatera  Barat  tahun  2015 diperkirakan  berkisar antara 5,8 - 6,19%.
Kata kunci: Ekspektasi pertumbuhan dan tantangan ekonomi

PENDAHULUAN
Di Sumatera Barat, hampir semua sektor ekonomi melibatkan peranan usaha mikro. Namun demikian, sangat ironis ternyata umumnya usaha mikro di Sumatera Barat masih menghadapi permasalahan terutama lemah dalam modal usaha dan agunan, sehingga selama ini dipandang kurang memenuhi persyaratan teknis perbankan, yang pada gilirannya menjadi kendala bagi pengembangan usaha mikro itu sendiri. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka dipandang perlu adanya keanekaragaman lembaga keuangan yang dapat menunjang pengembangan usaha mikro tersebut.
Selama ini lembaga keuangan yang dikenal hanyalah lembaga konvensional, diantaranya bank dan pegadaian. Sebenarnya telah ada lembaga keuangan lain yang dapat digunakan sebagai pelengkap untuk membantu pengembangan usaha mikro, yaitu lembaga penjaminan kredit yang berfungsi menjembatani kesenjangan antara usaha mikro dengan lembaga keuangan, baik perbankan maupun lembaga non bank yang ada saat ini. Lembaga ini berfungsi sebagai penanggung risiko atas kemacetan kredit yang dialami oleh perbankan. Dengan adanya lembaga penjaminan tersebut, diharapkan perbankan dapat melaksanakan pemberian kredit kepada usaha mikro.

PERMASALAHAN
Pertumbuhan  ekonomi Indonesia  dalam  periode  perencanaan tahun  2014  diperkirakan akan  tumbuh sebesar 5,8%  s/d 6,4%,  namun karena perekonomian  makro  secara  global tengah  mengalami  pertumbuhan  yang moderat  (deceleberating)  (lihat Constantinu,  C  Matto,  A,  Ruta,  2015) karena melemahnya term  of  trade  dan kondisi  finansial  eksternal  yang  ketat, sehingga  pertumbuhan  ekonomi  yang selama  ini  digerakkan  oleh net  export akan cenderung mengalami pergerakan yang  melambat  (slowing  moderatly). Sampai  pada  quartal  pertama  tahun 2014  pertumbuhan  ekonomi  nasional telah  mencapai  5,3%,  sehingga diperkirakan  pada  tahun  2014  nanti pertumbuhan  ekonomi  nasional  akan mencapai  kisaran  antara  5,6% sampai dengan  6,2%.  Sementara  itu,  proyeksi yang  agak  pesimis  dari  World  Bank memperkirakan pertumbuhan  ekonomi Indonesia  2014  mencapai  6%.(World Bank, 2014).
 Besarnya  pertumbuhan  ini didukung  oleh  semakin  menguatnya permintaan  konsumsi  rumahtangga dan  meningkatnya  peranan pembentukan  modal  tetap  bruto (PMTB)  atau  investasi.  Realisasi investasi  ekonomi  nasional  di  tahun 2013  telah  melebihi  target  yang ditetapkan  pemerintah,  dimana realisasi  investasi  kuartal  III  tahun 2013  mencapai  Rp  293,3 triliun  yang terdiri  dari  94,1  triliun  berasal  dari penanaman  modal  dalam  negeri (PMDN) dan 199,2 triliun berasal dari penanaman  modal  asing  (PMA). Peningkatan  periode  yang  sama  pada tahun  2012  adalah  sebesar  27,6%. (Republic,  2013  sumber: www.bi.go.id/RED).  Pertumbuhan ekonomi  nasional  yang  moderat ditandai  oleh  melemahnya  aktifitas investasi,  ditambah  dengan  isu kebijakan  stabilisasi  yang  dikeluarkan oleh  pemerintah  dan  bank  Indonesia dalam  rangka  membawa  pertumbuhan ekonomi  yang  lebih  berimbang  dan mampu  mencapai  tingkat  yang diinginkan . Terakhirnya,  mulai  secara perlahan-lahan  perbaikan  ekonomi negara-negara  maju  yang  menuju kearah  stabilisasi,  seperti  negara-negara  OECD  dan  Amerika  Serikat. Hal  ini  ditandai  oleh  pergerakan kinerja  ekspor  dan  impor  yang  terus menurun  pada  kuartal  pertama  tahun 2014.  Sehingga  pergerakan pertumbuhan  ekonomi  akan  juga mengalami  penyesuaian  kearah pergerakan  yang  lambat  ini  (lihat (Republic,  2014  dan  World  Bank: IEQ, March 2014)).
Arah Kebijakan Ekonomi Daerah  
Berdasarkan  kepada  kondisi dan  arahan  perekonomian  nasional maka  untuk  perekonomian  Sumatera Barat  tentunya  tidak  akan  jauh bergerak  dari  kondisi  dan  arah kebijakan ekonomi nasional itu. Dalam tahun 2015, kebijakan ekonomi makro diarahkan  untuk  mempercepat pertumbuhan  ekonomi  yang berkelanjutan,  penciptaan  sektor ekonomi  yang  kuat,  peningkatan pendapatan  masyarakat,  melalui penguatan  sektor  riil  dan  menciptakan lapangan kerja yang lebih luas melalui peningkatan peran investasi swasta dan pemerintah  serta  BUMD,  serta mengurangi  jumlah  penduduk  miskin dengan  mengembangkan  sistem pelayanan  publik  yang  mendorong investasi  swasta,  perluasan  ekspor, pemberdayaan  usaha  mikro, peningkatan  kualitas  teknis  pengelola agribisnis  dengan  pengembangan.
kluster  agrobisnis  dan  agro  industri dalam  konteks  pengembangan kawasan  agropolitan  serta pengembangan  agrowisata  dan ekowisata,  pengembangan  balai-balai penelitian  untuk  tanaman  komoditi unggulan  daerah,  pengembangan kawasan  sentra  industri  masyarakat, memperbesar  peluang  pasar  untuk produk  industri  unggulan  baik  antar wilayah  maupun  eksternal  wilayah, membangun  konektifitas  dengan pusat-pusat  koridor  ekonomi Sumatera, melalui  perdagangan daerah terutama  produk  pertanian  dan industri.   


KONDISI EKONOMI TAHUN 2013 DAN PERKIRAAN TAHUN 2014
Pada  tahun  2013  pertumbuhan ekonomi  Sumatera  Barat  mengalami kontraksi  dari  6,35%  tahun  2012 melambat  menjadi  6,13%,  akan  terus melambat  sampai  tahun  2014  yang mencapai  5,93%.  Hal  ini  sejalan dengan  kondisi  ekonomi  Nasional yang  juga  mengalami  pertumbuhan melambat  di  tahun  2013  hanya mencapai  5,8%,  bahkan  menurut perkiraan  World  Bank  (Maret  2014) pertumbuhan  ekonomi  Indonesia    di tahun  2014  nanti  hanya  mencapai 5,3%, dan  akan terjadi  recovery tahun 2015 menjadi 5,6%. 
Sumber  pertumbuhan  ekonomi Sumatera  Barat  selama  ini  adalah konsumsi  masyarakat  dan  kinerja ekspor  yang  semakin  baik,  tetapi sejalan  dengan  kebijakan  pengetatan keuangan  negara-negara  tujuan ekspor dalam  pemulihan  ekonomi  mereka, maka laju pertumbuhan eksport selama kwartal  pertama  tahun  2012  sebesar 3,77%  turun  menjadi  3,4%  pada kwartal  yang  sama  tahun  2013  (lihat (BRS, 2014). Alasan lain melambatnya perekonomian  Sumatera  Barat  adalah karena  melemahnya  harga  komoditi dunia yang terlihat mulai sejak oktober 2013  yang  terus  berlanjut  sampai maret 2014.  Disamping itu  goncangan eksternal  terhadap  perekonomian Nasional  (lihat  (Huayta,  2012)  yang tentunya  berdampak  kepada perekonomian  Sumatera  Barat  adalah menurunnya  nilai  tukar  rupiah, defisitnya  current  account  pada kwartal  pertama  tahun  2013  adalah sebesar  US$  9,9  milyar  (4,4%  dari GDP)  turun  menjadi  US  $  8,4 milyar. 54          Ansofino, Ekspektasi Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat         Kopertis Wilayah X Jurnal   pada  kuartal  ketiga  tahun  2013,  dan diestimasi  oleh  Bank  Indonesia  akan terus  menurun  sampai  pada  kuartal pertama tahun 2014.  Produk domestik bruto (PDRB) Sumatera  Barat  tahun  2013  telah meningkat  menjadi  Rp  46,64  triliun dari  sebesar  Rp  43,91  triliun  tahun 2012.  Jumlah  penduduk  Sumatera Barat  tahun  2012  adalah sebesar  5,04 juta  jiwa,  tahun  2013  naik  menjadi 5,11  juta  jiwa  dengan  laju pertumbuhan  sebesar  1,38%.  Sehingga  PDRB  rill  per  kapita  telah meningkat menjadi  Rp 24,87  juta dari Rp  21,93  juta  pada  harga  berlaku, tahun 2012.  Struktur  perekonomian Sumatera  Barat  sampai  tahun  2013 masih  didominasi  oleh  tiga  sektor, yakni  sektor  pertanian  (22,01%), sektor  perdagangan  hotel  dan  restoran (18.44%),  dan  sektor  jasa-jasa (17,35%).  Sehingga  kontribusi  ketiga sektor ini mencapai lebih dari 57,80%. Perkembangan  ini  memperlihatkan pentingnya  peran  sektor  pertanian terutama  sub  sektor  tanaman  pangan, perkebunan  dan  perikanan di  samping sub  sektor  peternakan  di  dalam perekonomian  daerah  Sumatera  Barat.
KESIMPULAN
1.      Rendahnya  peran  investasi  pihak swasta internal  maupun eksternal wilayah  yang  tercermin  dari rendahnya pertumbuhan konsumsi swasta  dalam  mendorong pertumbuhan  ekonomi  daerah. Rendahnya  peran  investasi  pihak lembaga  swasta  untuk mengerakan  sektor  riil  sangat terkait  dengan  beberapa  hal diantaranya  adalah:  belum optimalnya  pemanfaatan sumberdaya  alam  terutama  dari hasil  laut,  bahan  tambang,  dan bahan  galian  yang  ada,  sistem pelayanan  publik untuk  perizinan usaha  dan  investasi  yang  masih menjadi  hambatan  untuk pengembangan  investasi  baru. Keamanan  sistem  property  right (secure  property  right)  masih menjadi  kendala  utama  untuk berkembangnya  investasi  dalam negeri di wilayah Sumatera Barat, sikap  beberapa  kalangan  elemen masyarakat  yang  menolak investasi  swasta  dengan  dalih ikatan-ikatan  primordial  juga memberikan  andil  terhadap rendah  investasi  swasta  di Sumatera Barat. 
2.      Dominasi  komoditi  ekspor  dalam bentuk  bahan  mentah  telah mengakibatkan rendahnya  term  of trade  komoditi  ekspor  terhadap komiditi  impor  nagara  maju. Dominannya  komoditi  ekspor dalam  bentuk  barang  mentah  dan barang  setengah  jadi  ini  dapat diatasi  dengan  pengembangan agrobisnis  dan  agroindustri  di pedesaan  untuk  meningkatkan nilai  tambah  produk  pertanian pedesaan.  Pengembangan agrobisnis dan agro industri harus sejalan  dengan  pengembangan industri  manufaktur  di  perkotaan. Oleh  karena  itu,  diperlukan pengembangan  kawasan  –kawasan  cepat  tumbuh  seperti  kawasan Ekonomi Cepat  Tumbuh (KAPET),  kawasan  agropolitan dan  kawasan  industri  manufaktur perkotaan.
3.      Mengurangi  ketergantungan terhadap  barang-barang  impor dari  luar  negeri  dengan mengembangkan  industri substitusi  impor  sendiri  seperti ketergantungan  terhadap  impor kertas  karton,  barang-barang  dari plastik  dan  barang-barang elektronik.  Hal  ini  dapat dilakukan  dengan  menggunakan produk  dalam  negeri  sendiri  dan mendorong  dikembangkannya industri substitusi impor ini secara bertahap. 
4.      Jurnal IPTEK Terapan 9 (1) (2015): 49-66  65   Kopertis Wilayah X Jurnal   kawasan Ekonomi Cepat  Tumbuh (KAPET),  kawasan  agropolitan dan  kawasan  industri  manufaktur perkotaan.  Semua  kawasan tersebut  seyogyanya diintegrasikan  dengan  pusat pertumbuhan  koridor  ekonomi Sumatera
5.      Mengurangi  ketergantungan terhadap  barang-barang  impor dari  luar  negeri  dengan mengembangkan  industri substitusi  impor  sendiri  seperti ketergantungan  terhadap  impor kertas  karton,  barang-barang  dari plastik  dan  barang-barang elektronik.  Hal  ini  dapat dilakukan  dengan  menggunakan produk  dalam  negeri  sendiri  dan mendorong  dikembangkannya industri substitusi impor ini secara bertahap.  
6.      Memperkuat  sumber  pertumbuhan ekonomi  dengan  meningkatkan kualitas  teknis  pengelolaan agrobisnis  dan  agro  industri  dan pengembangan  pariwisata. 
7.      Memperkuat  peran  bisnis  daerah sebagai  mitra utama  dari  investor luar  daerah.
8.      Pemberlakuan pasar bebas ASEAN Tahun  2015  mengharuskan  semua elemen  dunia  usaha  mulai  dari petani  komoditi  ekspor,  pedagang dan  eksportir  harus  mampu bersaing  menghadapi  pesaing  baru yang  diberi  izin  masuk  dan  bebas bea  masuk/cukai,  sehingga  akan terjadi  persaingan  harga, persaingan kualitas, dan persaingan pelayanan  pada  konsumen  akhir.

DAFTAR PUSTAKA
Ansofino. (2014). Ekspektasi Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat Tahun 2014, 1–15.
Huayta, J. S. (2012). Macroeconomic Indicators. APacCHRIE, 37.
Dornbusch, R dan Fischer, S (1994). Macro Economics; International Edition, Mc.Graw Hill, New York.
BRS, B. S. (2014). Perkembangan ekspor dan Impor Sumatera Barat.
Constantinu, C Matto, A, Ruta, M. (2015). The Global Trade Slowdown Cyclical or Structural ?, (January).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.