Abstrak - Dalam beberapa tahun terakhir, cara masyarakat Indonesia melakukan transaksi mengalami perubahan besar. Dulu, kegiatan jual beli banyak dilakukan di pasar tradisional secara langsung. Sekarang, banyak orang lebih memilih berbelanja secara online melalui platform seperti Tokopedia, Shopee, dan Bukalapak. Perubahan ini tidak hanya soal cara membeli barang, tapi juga mengubah cara kerja pasar terutama dalam hal penawaran dan permintaan. Pasar tradisional biasanya terbatas oleh waktu dan tempat. Pembeli harus datang langsung, pilihan barang lebih sedikit, dan informasi harga hanya didapat lewat tawar-menawar.
Sebaliknya, di pasar virtual, semua bisa dilakukan dari rumah. Konsumen bisa membandingkan harga, membaca ulasan, memilih dari ribuan produk, lalu menyelesaikan transaksi hanya lewat ponsel. Ini membuat permintaan dan penawaran menjadi lebih cepat berubah dan lebih fleksibel.
Fakta dari APJII (2023)
menunjukkan bahwa lebih dari 215 juta penduduk Indonesia sudah menggunakan
internet, dan mayoritas pernah bertransaksi online. Sejak pandemi COVID-19,
kebiasaan ini makin meningkat. Banyak pelaku usaha kecil (UMKM) juga ikut
pindah ke platform virtual karena biaya operasionalnya lebih rendah dan
pasarnya lebih luas. Namun, tidak semua bisa mengikuti perubahan ini. Masih ada
masyarakat yang belum memiliki akses internet memadai atau belum terbiasa
menggunakan aplikasi virtual. Selain itu, pasar online juga menghadirkan
tantangan seperti keamanan records, penipuan, dan dominasi platform besar. Hal
ini menunjukkan bahwa selain peluang, transformasi digital juga memunculkan
risiko baru yang harus diantisipasi. Secara keseluruhan, pergeseran dari pasar
tradisional ke pasar digital mengubah secara mendasar mekanisme penawaran dan
permintaan. Pasar menjadi lebih terbuka, efisien, dan berbasis data. Tapi untuk
memastikan semua pihak bisa merasakan manfaatnya, perlu dukungan dari berbagai
pihak termasuk pemerintah dalam menyediakan infrastruktur dan regulasi, serta
masyarakat untuk terus meningkatkan literasi virtual. Penelitian ini diharapkan
bisa menjadi gambaran awal tentang bagaimana pasar di Indonesia berubah, serta
apa yang perlu disiapkan agar perubahan ini memberi manfaat yang merata.
Kata Kunci : Pasar
digital, permintaan dan penawaran, transformasi ekonomi.
Abstract - In recent years, the way Indonesian people conduct transactions has undergone major changes. In the past, buying and selling activities were mostly carried out in traditional markets directly. Now, many people prefer to shop online through platforms such as Tokopedia, Shopee, and Bukalapak. This change is not only about how to buy goods, but also changes the way the market works, especially in terms of supply and demand. Traditional markets are usually limited by time and place. Buyers must come in person, there are fewer choices of goods, and price information is only obtained through bargaining. In contrast, in virtual markets, everything can be done from home. Consumers can compare prices, read reviews, choose from thousands of products, and then complete transactions using only their mobile phones. This makes supply and demand change faster and more flexible.
Facts from APJII (2023) show that more than 215 million Indonesians have
used the internet, and the majority have made online transactions. Since the
COVID-19 pandemic, this habit has increased. Many small business actors (MSMEs)
have also moved to virtual platforms because their operational costs are lower
and their markets are wider. However, not everyone can follow this change.
There are still people who do not have adequate internet access or are not used
to using virtual applications. In addition, the online market also presents
challenges such as record security, fraud, and the dominance of large
platforms. This shows that in addition to opportunities, digital transformation
also creates new risks that must be anticipated. Overall, the shift from traditional
markets to digital markets fundamentally changes the supply and demand
mechanism. The market becomes more open, efficient, and data-driven. But to
ensure that all parties can feel the benefits, support is needed from various
parties including the government in providing infrastructure and regulations,
and the community to continue to improve virtual literacy. This research is
expected to be an initial picture of how the market in Indonesia is changing,
and what needs to be prepared so that this change provides benefits evenly.
Keywords: Digital market, supply and demand, economic transformation.
Pendahuluan
Dulu, ketika orang ingin
membeli kebutuhan sehari-hari, mereka akan pergi ke pasar tradisional. Pasar
ini tidak hanya sekadar tempat jual beli, tapi juga jadi bagian dari kehidupan
sosial masyarakat. Di sana, pembeli bisa langsung memilih barang, menawar
harga, bahkan ngobrol dengan penjual yang sudah dikenal. Aktivitas seperti ini
sudah berlangsung turun-temurun dan menjadi bagian penting dalam perekonomian
lokal, terutama bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM). Namun, seiring
berkembangnya teknologi dan semakin mudahnya akses net, cara orang berbelanja
pun ikut berubah. Munculnya platform seperti Tokopedia, Shopee, Bukalapak, dan
lainnya membuat orang tidak perlu lagi datang ke pasar secara fisik. Cukup
lewat ponsel atau komputer, semua bisa dibeli hanya dengan beberapa klik.
Barang pun langsung dikirim ke rumah. Inilah yang disebut sebagai pasar
virtual, yaitu tempat jual beli yang berlangsung secara online. Perubahan ini
semakin terasa setelah pandemi COVID-19. Ketika orang-orang dibatasi untuk
keluar rumah, aktivitas belanja on-line meningkat tajam. Banyak orang yang
awalnya tidak terbiasa menggunakan aplikasi belanja, kini jadi terbiasa dan
nyaman. Bahkan, banyak pelaku usaha yang tadinya hanya berjualan di pasar
fisik, mulai belajar dan berpindah ke platform digital agar usahanya tetap
berjalan.
Menurut statistics dari
APJII tahun 2023, lebih dari 215 juta orang di Indonesia sudah menggunakan net.
Sebagian besar dari mereka juga sudah pernah berbelanja online. Angka ini
menunjukkan betapa besar potensi pasar digital di Indonesia. Tapi tentu, perubahan
ini tidak hanya soal cara belanja. Di baliknya, ada perubahan besar dalam cara
kerja pasar, terutama dalam hal penawaran dan permintaan. Di pasar tradisional,
penjual biasanya hanya bisa memperkirakan kebutuhan pembeli berdasarkan
pengalaman. Tapi di pasar virtual, semuanya bisa dianalisis menggunakan
records. Penjual bisa melihat produk mana yang sedang tren, siapa saja yang
membeli, bahkan kapan waktu paling ramai pembeli. Hal ini membuat proses
penawaran lebih tepat sasaran. Di sisi lain, konsumen juga punya lebih banyak
pilihan dan informasi sebelum membeli, sehingga permintaan pun ikut berubah
lebih cepat.
Meski begitu,
transformasi ini juga membawa tantangan. Tidak semua daerah di Indonesia punya
akses internet yang memadai. Masih banyak orang yang belum terbiasa menggunakan
aplikasi atau belum paham cara bertransaksi online dengan aman. Selain itu,
muncul juga masalah seperti penipuan, kebocoran records, atau dominasi platform
besar yang bisa merugikan penjual kecil. Karena itu, penting untuk memahami
bagaimana perubahan dari pasar tradisional ke pasar digital ini terjadi, dan
apa dampaknya terhadap sistem ekonomi, khususnya mekanisme penawaran dan
permintaan. Dengan memahami hal ini, diharapkan semua pihak baik pemerintah,
pelaku usaha, maupun masyarakat bisa lebih siap menghadapi perubahan dan
memanfaatkannya dengan bijak.
Permasalahan
1. Bagaimana proses peralihan pasar tradisional ke pasar virtual terjadi di Indonesia?
2. Bagaimana mekanisme penawaran dan permintaan berubah akibat pergeseran ke pasar digital?
3. Apa dampak positif dan negatif transformasi pasar ini terhadap pelaku usaha dan konsumen?
4. Apa kendala yang menghambat inklusivitas dan keadilan di pasar virtual?
5. Langkah strategis apa yang diperlukan untuk mengoptimalkan perubahan pasar ini?
Pembahasan
1. Proses Peralihan Pasar Tradisional ke Pasar virtual di Indonesia
Menurut information Asosiasi Penyelenggara Jasa net Indonesia (APJII, 2023), penetrasi internet di Indonesia sudah mencapai lebih dari 75% populasi, yaitu sekitar 215 juta pengguna. Peningkatan ini membuka peluang besar bagi pertumbuhan pasar digital. Pandemi COVID-19 menjadi katalis percepatan transformasi ini karena pembatasan mobilitas memaksa masyarakat beralih ke belanja on line sebagai alternatif aman dan praktis (Kementerian Koperasi dan UKM, 2022). Platform e-commerce seperti Tokopedia, Shopee, dan Bukalapak tumbuh pesat dan merubah pola konsumsi masyarakat Indonesia dari interaksi fisik ke digital.
2. Perubahan Mekanisme Penawaran dan Permintaan
Pasar tradisional mengandalkan interaksi langsung yang bersifat non-public, memungkinkan penjual dan pembeli melakukan negosiasi harga secara fleksibel. Sebaliknya, pasar digital mengandalkan teknologi facts besar (large statistics) dan algoritma untuk mengelola penawaran dan permintaan secara otomatis dan real-time (Laudon & Traver, 2021). Misalnya, penjual dapat memanfaatkan analisis tren pencarian, ulasan konsumen, dan waktu pembelian untuk menentukan stok dan strategi pemasaran. Konsumen juga mendapat akses informasi harga dan produk yang lebih luas sehingga keputusan pembelian menjadi lebih cepat dan dinamis.
3. Dampak Positif dan Negatif terhadap Pelaku Usaha dan Konsumen
Digitalisasi pasar memberikan peluang besar bagi pelaku UMKM untuk memperluas jangkauan pasar tanpa harus mengeluarkan biaya besar untuk membuka toko fisik (Kementerian Koperasi dan UKM, 2022). Pemasaran digital dan sistem pembayaran elektronik juga memudahkan transaksi dan meningkatkan efisiensi operasional. Konsumen mendapat keuntungan dari kemudahan akses, pilihan produk yang beragam, dan harga yang kompetitif.
Namun, tantangan juga muncul, terutama persaingan yang ketat di platform virtual, di mana pelaku usaha kecil sering kalah bersaing dengan perusahaan besar yang memiliki sumber daya lebih besar (world financial institution, 2021). Risiko penipuan, produk tidak sesuai deskripsi, dan masalah keamanan statistics juga menjadi ancaman bagi konsumen. Selain itu, hilangnya interaksi sosial di pasar tradisional mengurangi nilai sosial dan budaya yang melekat pada aktivitas jual beli konvensional.
4. Kendala dalam Mewujudkan Pasar virtual yang Inklusif dan Adil
Kesenjangan digital masih menjadi masalah serius di Indonesia, terutama di wilayah pedesaan dan terpencil (world financial institution, 2021). Keterbatasan akses net, rendahnya literasi virtual, dan kurangnya edukasi keamanan bertransaksi menjadi penghambat utama. Hal ini membuat sebagian masyarakat dan pelaku usaha kecil sulit memanfaatkan peluang pasar virtual secara most advantageous.
Selain itu, regulasi yang mengatur perlindungan konsumen dan information pribadi di pasar digital masih perlu diperkuat agar transaksi online lebih aman dan dapat dipercaya (Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, 2023). Kurangnya mekanisme pengaduan yang efektif juga membuat konsumen dan pelaku usaha rentan terhadap praktik tidak adil.
5. Langkah Strategis untuk Mengoptimalkan Transformasi Pasar
Untuk menghadapi tantangan tersebut, pemerintah harus memperluas pembangunan infrastruktur digital, khususnya di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal), dan meningkatkan application literasi virtual bagi masyarakat dan UMKM (Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, 2023). Platform e-commerce perlu menciptakan ekosistem yang mendukung pelaku usaha kecil agar dapat bersaing secara sehat, misalnya melalui program pelatihan dan kebijakan algoritma yang transparan.
Regulasi perlindungan konsumen juga harus diperkuat dengan sistem pengaduan yang responsif dan transparan untuk mencegah penipuan dan pelanggaran. Edukasi kepada konsumen agar lebih cerdas dan berhati-hati saat bertransaksi online juga perlu digalakkan.
Dengan kerja sama yang solid antar stakeholder, transformasi pasar dari tradisional ke digital dapat membawa manfaat yang lebih merata dan berkelanjutan bagi perekonomian Indonesia.
Kesimpulan
Transformasi pasar dari
sistem tradisional ke sistem virtual di Indonesia merupakan bagian dari
perkembangan teknologi virtual yang tidak dapat dihindari. Kemajuan akses net,
perubahan gaya hidup masyarakat, serta dorongan dari situasi global seperti pandemi
COVID-19 mempercepat proses digitalisasi ini. Perubahan ini tidak hanya
memengaruhi cara masyarakat bertransaksi, tetapi juga mengubah secara mendasar
mekanisme penawaran dan permintaan dalam pasar. Pasar digital menghadirkan
efisiensi, kecepatan, dan keterjangkauan yang tinggi, sehingga memberikan
peluang besar, terutama bagi pelaku usaha kecil dan menengah untuk berkembang
dan bersaing di pasar yang lebih luas. Di sisi lain, konsumen juga diuntungkan
oleh kemudahan akses informasi, pilihan produk yang lebih beragam, dan
kemudahan transaksi.
Namun demikian, perubahan
ini juga memunculkan tantangan baru. Kesenjangan digital masih menjadi hambatan
utama, terutama di daerah-daerah yang belum memiliki infrastruktur memadai atau
masyarakat dengan literasi virtual yang rendah. Selain itu, tantangan dalam hal
perlindungan konsumen, keamanan facts, dan persaingan usaha yang tidak seimbang
juga menjadi isu penting yang harus segera diatasi. Oleh karena itu, agar
transformasi ini berjalan secara inklusif dan berkeadilan, diperlukan
kolaborasi aktif antara pemerintah, pelaku usaha, platform virtual, dan
masyarakat. Langkah strategis seperti pembangunan infrastruktur virtual,
edukasi literasi virtual, penguatan regulasi perlindungan konsumen, serta
kebijakan yang mendukung pelaku UMKM harus terus diupayakan.
Dengan pengelolaan yang tepat dan partisipasi semua pihak, evolusi pasar menuju digital bukan hanya akan mempercepat pertumbuhan ekonomi, tetapi juga berpotensi meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara merata di seluruh Indonesia.
Saran
1. Pemerintah
perlu memperluas akses virtual secara merata
Supaya semua masyarakat bisa ikut
menikmati manfaat pasar digital, pemerintah harus mempercepat pembangunan
infrastruktur net, terutama di daerah terpencil. Tanpa akses internet yang
stabil, transformasi digital hanya akan dinikmati oleh masyarakat di kota besar
saja, sementara masyarakat desa tertinggal.
2. Tingkatkan
literasi digital untuk semua kalangan
Banyak pelaku UMKM dan konsumen yang belum
paham cara menggunakan platform virtual secara aman dan efisien. Pemerintah dan
platform e-commerce sebaiknya rutin mengadakan pelatihan praktis, baik secara
on-line maupun tatap muka, agar masyarakat makin percaya diri dalam menggunakan
teknologi untuk jual beli.
3. Platform
virtual perlu adil terhadap pelaku usaha kecil
Agar UMKM bisa bersaing dengan logo besar,
platform seperti Tokopedia, Shopee, dan Bukalapak sebaiknya membuat algoritma
yang lebih ramah bagi penjual kecil, misalnya dengan menampilkan produk UMKM
secara adil dan menyediakan fitur dukungan yang membantu mereka berkembang.
4. Perlindungan
konsumen dan information pribadi harus diperkuat
Masih banyak kasus penipuan, barang tidak
sesuai, atau penyalahgunaan statistics pembeli. Pemerintah perlu memperkuat
regulasi, dan platform digital harus punya sistem pengaduan yang jelas, cepat,
dan berpihak pada pengguna yang dirugikan.
5. Konsumen
juga harus cerdas dan berhati-hati
Di pasar virtual, informasi bisa sangat
banyak dan membingungkan. Konsumen perlu lebih teliti dalam membaca deskripsi
produk, ulasan pembeli lain, serta memilih toko yang terpercaya agar terhindar
dari penipuan.
6. Pasar
tradisional jangan ditinggalkan, tapi diintegrasikan
Bukan berarti pasar tradisional harus
hilang. Sebaiknya, pelaku usaha di pasar tradisional dibantu untuk ikut masuk
ke platform digital, misalnya dengan digitalisasi katalog produk atau layanan
pesan antar mereka juga bisa bersaing di era baru ini.
Daftar Pustaka
APJII
(2023). Laporan Survei Penetrasi dan Perilaku Pengguna Internet Indonesia.
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia.
Kementerian
Koperasi dan UKM Republik Indonesia (2022). Laporan Perkembangan UMKM dan
Digitalisasi.
Kementerian
Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (2023). Strategi Nasional
Literasi Digital.
Laudon,
K. C., & Traver, C. G. (2021). E-commerce 2021: Business, Technology and
Society (16th edition). Pearson.
World
Bank (2021). Indonesia Digital Economy Report: Inclusion and Accessibility.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.