.

Minggu, 25 Mei 2025

Evolusi Pasar dari Tradisional ke Virtual: Transformasi Mekanisme Penawaran dan Permintaan

 

Abstrak - Dalam beberapa tahun terakhir, cara masyarakat Indonesia melakukan transaksi mengalami perubahan besar. Dulu, kegiatan jual beli banyak dilakukan di pasar tradisional secara langsung. Sekarang, banyak orang lebih memilih berbelanja secara online melalui platform seperti Tokopedia, Shopee, dan Bukalapak. Perubahan ini tidak hanya soal cara membeli barang, tapi juga mengubah cara kerja pasar terutama dalam hal penawaran dan permintaan. Pasar tradisional biasanya terbatas oleh waktu dan tempat. Pembeli harus datang langsung, pilihan barang lebih sedikit, dan informasi harga hanya didapat lewat tawar-menawar. 

Sebaliknya, di pasar virtual, semua bisa dilakukan dari rumah. Konsumen bisa membandingkan harga, membaca ulasan, memilih dari ribuan produk, lalu menyelesaikan transaksi hanya lewat ponsel. Ini membuat permintaan dan penawaran menjadi lebih cepat berubah dan lebih fleksibel.

Fakta dari APJII (2023) menunjukkan bahwa lebih dari 215 juta penduduk Indonesia sudah menggunakan internet, dan mayoritas pernah bertransaksi online. Sejak pandemi COVID-19, kebiasaan ini makin meningkat. Banyak pelaku usaha kecil (UMKM) juga ikut pindah ke platform virtual karena biaya operasionalnya lebih rendah dan pasarnya lebih luas. Namun, tidak semua bisa mengikuti perubahan ini. Masih ada masyarakat yang belum memiliki akses internet memadai atau belum terbiasa menggunakan aplikasi virtual. Selain itu, pasar online juga menghadirkan tantangan seperti keamanan records, penipuan, dan dominasi platform besar. Hal ini menunjukkan bahwa selain peluang, transformasi digital juga memunculkan risiko baru yang harus diantisipasi. Secara keseluruhan, pergeseran dari pasar tradisional ke pasar digital mengubah secara mendasar mekanisme penawaran dan permintaan. Pasar menjadi lebih terbuka, efisien, dan berbasis data. Tapi untuk memastikan semua pihak bisa merasakan manfaatnya, perlu dukungan dari berbagai pihak termasuk pemerintah dalam menyediakan infrastruktur dan regulasi, serta masyarakat untuk terus meningkatkan literasi virtual. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi gambaran awal tentang bagaimana pasar di Indonesia berubah, serta apa yang perlu disiapkan agar perubahan ini memberi manfaat yang merata.

Kata Kunci : Pasar digital, permintaan dan penawaran, transformasi ekonomi.

AbstractIn recent years, the way Indonesian people conduct transactions has undergone major changes. In the past, buying and selling activities were mostly carried out in traditional markets directly. Now, many people prefer to shop online through platforms such as Tokopedia, Shopee, and Bukalapak. This change is not only about how to buy goods, but also changes the way the market works, especially in terms of supply and demand. Traditional markets are usually limited by time and place. Buyers must come in person, there are fewer choices of goods, and price information is only obtained through bargaining. In contrast, in virtual markets, everything can be done from home. Consumers can compare prices, read reviews, choose from thousands of products, and then complete transactions using only their mobile phones. This makes supply and demand change faster and more flexible.

Facts from APJII (2023) show that more than 215 million Indonesians have used the internet, and the majority have made online transactions. Since the COVID-19 pandemic, this habit has increased. Many small business actors (MSMEs) have also moved to virtual platforms because their operational costs are lower and their markets are wider. However, not everyone can follow this change. There are still people who do not have adequate internet access or are not used to using virtual applications. In addition, the online market also presents challenges such as record security, fraud, and the dominance of large platforms. This shows that in addition to opportunities, digital transformation also creates new risks that must be anticipated. Overall, the shift from traditional markets to digital markets fundamentally changes the supply and demand mechanism. The market becomes more open, efficient, and data-driven. But to ensure that all parties can feel the benefits, support is needed from various parties including the government in providing infrastructure and regulations, and the community to continue to improve virtual literacy. This research is expected to be an initial picture of how the market in Indonesia is changing, and what needs to be prepared so that this change provides benefits evenly.

Keywords: Digital market, supply and demand, economic transformation.


Pendahuluan

    Dulu, ketika orang ingin membeli kebutuhan sehari-hari, mereka akan pergi ke pasar tradisional. Pasar ini tidak hanya sekadar tempat jual beli, tapi juga jadi bagian dari kehidupan sosial masyarakat. Di sana, pembeli bisa langsung memilih barang, menawar harga, bahkan ngobrol dengan penjual yang sudah dikenal. Aktivitas seperti ini sudah berlangsung turun-temurun dan menjadi bagian penting dalam perekonomian lokal, terutama bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM). Namun, seiring berkembangnya teknologi dan semakin mudahnya akses net, cara orang berbelanja pun ikut berubah. Munculnya platform seperti Tokopedia, Shopee, Bukalapak, dan lainnya membuat orang tidak perlu lagi datang ke pasar secara fisik. Cukup lewat ponsel atau komputer, semua bisa dibeli hanya dengan beberapa klik. Barang pun langsung dikirim ke rumah. Inilah yang disebut sebagai pasar virtual, yaitu tempat jual beli yang berlangsung secara online. Perubahan ini semakin terasa setelah pandemi COVID-19. Ketika orang-orang dibatasi untuk keluar rumah, aktivitas belanja on-line meningkat tajam. Banyak orang yang awalnya tidak terbiasa menggunakan aplikasi belanja, kini jadi terbiasa dan nyaman. Bahkan, banyak pelaku usaha yang tadinya hanya berjualan di pasar fisik, mulai belajar dan berpindah ke platform digital agar usahanya tetap berjalan.

    Menurut statistics dari APJII tahun 2023, lebih dari 215 juta orang di Indonesia sudah menggunakan net. Sebagian besar dari mereka juga sudah pernah berbelanja online. Angka ini menunjukkan betapa besar potensi pasar digital di Indonesia. Tapi tentu, perubahan ini tidak hanya soal cara belanja. Di baliknya, ada perubahan besar dalam cara kerja pasar, terutama dalam hal penawaran dan permintaan. Di pasar tradisional, penjual biasanya hanya bisa memperkirakan kebutuhan pembeli berdasarkan pengalaman. Tapi di pasar virtual, semuanya bisa dianalisis menggunakan records. Penjual bisa melihat produk mana yang sedang tren, siapa saja yang membeli, bahkan kapan waktu paling ramai pembeli. Hal ini membuat proses penawaran lebih tepat sasaran. Di sisi lain, konsumen juga punya lebih banyak pilihan dan informasi sebelum membeli, sehingga permintaan pun ikut berubah lebih cepat.

    Meski begitu, transformasi ini juga membawa tantangan. Tidak semua daerah di Indonesia punya akses internet yang memadai. Masih banyak orang yang belum terbiasa menggunakan aplikasi atau belum paham cara bertransaksi online dengan aman. Selain itu, muncul juga masalah seperti penipuan, kebocoran records, atau dominasi platform besar yang bisa merugikan penjual kecil. Karena itu, penting untuk memahami bagaimana perubahan dari pasar tradisional ke pasar digital ini terjadi, dan apa dampaknya terhadap sistem ekonomi, khususnya mekanisme penawaran dan permintaan. Dengan memahami hal ini, diharapkan semua pihak baik pemerintah, pelaku usaha, maupun masyarakat bisa lebih siap menghadapi perubahan dan memanfaatkannya dengan bijak.


Permasalahan

1. Bagaimana proses peralihan pasar tradisional ke pasar virtual terjadi di Indonesia?

2. Bagaimana mekanisme penawaran dan permintaan berubah akibat pergeseran ke pasar digital?

3. Apa dampak positif dan negatif transformasi pasar ini terhadap pelaku usaha dan konsumen?

4. Apa kendala yang menghambat inklusivitas dan keadilan di pasar virtual?

5. Langkah strategis apa yang diperlukan untuk mengoptimalkan perubahan pasar ini?


Pembahasan

1. Proses Peralihan Pasar Tradisional ke Pasar virtual di Indonesia

Menurut information Asosiasi Penyelenggara Jasa net Indonesia (APJII, 2023), penetrasi internet di Indonesia sudah mencapai lebih dari 75% populasi, yaitu sekitar 215 juta pengguna. Peningkatan ini membuka peluang besar bagi pertumbuhan pasar digital. Pandemi COVID-19 menjadi katalis percepatan transformasi ini karena pembatasan mobilitas memaksa masyarakat beralih ke belanja on line sebagai alternatif aman dan praktis (Kementerian Koperasi dan UKM, 2022). Platform e-commerce seperti Tokopedia, Shopee, dan Bukalapak tumbuh pesat dan merubah pola konsumsi masyarakat Indonesia dari interaksi fisik ke digital.


2. Perubahan Mekanisme Penawaran dan Permintaan

Pasar tradisional mengandalkan interaksi langsung yang bersifat non-public, memungkinkan penjual dan pembeli melakukan negosiasi harga secara fleksibel. Sebaliknya, pasar digital mengandalkan teknologi facts besar (large statistics) dan algoritma untuk mengelola penawaran dan permintaan secara otomatis dan real-time (Laudon & Traver, 2021). Misalnya, penjual dapat memanfaatkan analisis tren pencarian, ulasan konsumen, dan waktu pembelian untuk menentukan stok dan strategi pemasaran. Konsumen juga mendapat akses informasi harga dan produk yang lebih luas sehingga keputusan pembelian menjadi lebih cepat dan dinamis.


3. Dampak Positif dan Negatif terhadap Pelaku Usaha dan Konsumen

Digitalisasi pasar memberikan peluang besar bagi pelaku UMKM untuk memperluas jangkauan pasar tanpa harus mengeluarkan biaya besar untuk membuka toko fisik (Kementerian Koperasi dan UKM, 2022). Pemasaran digital dan sistem pembayaran elektronik juga memudahkan transaksi dan meningkatkan efisiensi operasional. Konsumen mendapat keuntungan dari kemudahan akses, pilihan produk yang beragam, dan harga yang kompetitif.

Namun, tantangan juga muncul, terutama persaingan yang ketat di platform virtual, di mana pelaku usaha kecil sering kalah bersaing dengan perusahaan besar yang memiliki sumber daya lebih besar (world financial institution, 2021). Risiko penipuan, produk tidak sesuai deskripsi, dan masalah keamanan statistics juga menjadi ancaman bagi konsumen. Selain itu, hilangnya interaksi sosial di pasar tradisional mengurangi nilai sosial dan budaya yang melekat pada aktivitas jual beli konvensional.

4. Kendala dalam Mewujudkan Pasar virtual yang Inklusif dan Adil

Kesenjangan digital masih menjadi masalah serius di Indonesia, terutama di wilayah pedesaan dan terpencil (world financial institution, 2021). Keterbatasan akses net, rendahnya literasi virtual, dan kurangnya edukasi keamanan bertransaksi menjadi penghambat utama. Hal ini membuat sebagian masyarakat dan pelaku usaha kecil sulit memanfaatkan peluang pasar virtual secara most advantageous.

Selain itu, regulasi yang mengatur perlindungan konsumen dan information pribadi di pasar digital masih perlu diperkuat agar transaksi online lebih aman dan dapat dipercaya (Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, 2023). Kurangnya mekanisme pengaduan yang efektif juga membuat konsumen dan pelaku usaha rentan terhadap praktik tidak adil.

5. Langkah Strategis untuk Mengoptimalkan Transformasi Pasar

Untuk menghadapi tantangan tersebut, pemerintah harus memperluas pembangunan infrastruktur digital, khususnya di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal), dan meningkatkan application literasi virtual bagi masyarakat dan UMKM (Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, 2023). Platform e-commerce perlu menciptakan ekosistem yang mendukung pelaku usaha kecil agar dapat bersaing secara sehat, misalnya melalui program pelatihan dan kebijakan algoritma yang transparan.

Regulasi perlindungan konsumen juga harus diperkuat dengan sistem pengaduan yang responsif dan transparan untuk mencegah penipuan dan pelanggaran. Edukasi kepada konsumen agar lebih cerdas dan berhati-hati saat bertransaksi online juga perlu digalakkan.

Dengan kerja sama yang solid antar stakeholder, transformasi pasar dari tradisional ke digital dapat membawa manfaat yang lebih merata dan berkelanjutan bagi perekonomian Indonesia.


Kesimpulan

    Transformasi pasar dari sistem tradisional ke sistem virtual di Indonesia merupakan bagian dari perkembangan teknologi virtual yang tidak dapat dihindari. Kemajuan akses net, perubahan gaya hidup masyarakat, serta dorongan dari situasi global seperti pandemi COVID-19 mempercepat proses digitalisasi ini. Perubahan ini tidak hanya memengaruhi cara masyarakat bertransaksi, tetapi juga mengubah secara mendasar mekanisme penawaran dan permintaan dalam pasar. Pasar digital menghadirkan efisiensi, kecepatan, dan keterjangkauan yang tinggi, sehingga memberikan peluang besar, terutama bagi pelaku usaha kecil dan menengah untuk berkembang dan bersaing di pasar yang lebih luas. Di sisi lain, konsumen juga diuntungkan oleh kemudahan akses informasi, pilihan produk yang lebih beragam, dan kemudahan transaksi.

    Namun demikian, perubahan ini juga memunculkan tantangan baru. Kesenjangan digital masih menjadi hambatan utama, terutama di daerah-daerah yang belum memiliki infrastruktur memadai atau masyarakat dengan literasi virtual yang rendah. Selain itu, tantangan dalam hal perlindungan konsumen, keamanan facts, dan persaingan usaha yang tidak seimbang juga menjadi isu penting yang harus segera diatasi. Oleh karena itu, agar transformasi ini berjalan secara inklusif dan berkeadilan, diperlukan kolaborasi aktif antara pemerintah, pelaku usaha, platform virtual, dan masyarakat. Langkah strategis seperti pembangunan infrastruktur virtual, edukasi literasi virtual, penguatan regulasi perlindungan konsumen, serta kebijakan yang mendukung pelaku UMKM harus terus diupayakan.

    Dengan pengelolaan yang tepat dan partisipasi semua pihak, evolusi pasar menuju digital bukan hanya akan mempercepat pertumbuhan ekonomi, tetapi juga berpotensi meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara merata di seluruh Indonesia.


Saran

1.     Pemerintah perlu memperluas akses virtual secara merata

Supaya semua masyarakat bisa ikut menikmati manfaat pasar digital, pemerintah harus mempercepat pembangunan infrastruktur net, terutama di daerah terpencil. Tanpa akses internet yang stabil, transformasi digital hanya akan dinikmati oleh masyarakat di kota besar saja, sementara masyarakat desa tertinggal.

2.    Tingkatkan literasi digital untuk semua kalangan

Banyak pelaku UMKM dan konsumen yang belum paham cara menggunakan platform virtual secara aman dan efisien. Pemerintah dan platform e-commerce sebaiknya rutin mengadakan pelatihan praktis, baik secara on-line maupun tatap muka, agar masyarakat makin percaya diri dalam menggunakan teknologi untuk jual beli.

3.     Platform virtual perlu adil terhadap pelaku usaha kecil

Agar UMKM bisa bersaing dengan logo besar, platform seperti Tokopedia, Shopee, dan Bukalapak sebaiknya membuat algoritma yang lebih ramah bagi penjual kecil, misalnya dengan menampilkan produk UMKM secara adil dan menyediakan fitur dukungan yang membantu mereka berkembang.

4.     Perlindungan konsumen dan information pribadi harus diperkuat

Masih banyak kasus penipuan, barang tidak sesuai, atau penyalahgunaan statistics pembeli. Pemerintah perlu memperkuat regulasi, dan platform digital harus punya sistem pengaduan yang jelas, cepat, dan berpihak pada pengguna yang dirugikan.

5.     Konsumen juga harus cerdas dan berhati-hati

Di pasar virtual, informasi bisa sangat banyak dan membingungkan. Konsumen perlu lebih teliti dalam membaca deskripsi produk, ulasan pembeli lain, serta memilih toko yang terpercaya agar terhindar dari penipuan.

6.     Pasar tradisional jangan ditinggalkan, tapi diintegrasikan

Bukan berarti pasar tradisional harus hilang. Sebaiknya, pelaku usaha di pasar tradisional dibantu untuk ikut masuk ke platform digital, misalnya dengan digitalisasi katalog produk atau layanan pesan antar mereka juga bisa bersaing di era baru ini.

 

Daftar Pustaka

APJII (2023). Laporan Survei Penetrasi dan Perilaku Pengguna Internet Indonesia. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia.

Kementerian Koperasi dan UKM Republik Indonesia (2022). Laporan Perkembangan UMKM dan Digitalisasi.

Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (2023). Strategi Nasional Literasi Digital.

Laudon, K. C., & Traver, C. G. (2021). E-commerce 2021: Business, Technology and Society (16th edition). Pearson.

World Bank (2021). Indonesia Digital Economy Report: Inclusion and Accessibility.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.