.

Minggu, 25 Mei 2025

DILEMA KONSUMSI VS. TABUNGAN DI ERA SUKU BUNGA RENDAH DAN INFLASI TINGGI

 

Abstrak

Penelitian ini mengkaji dilema yang dihadapi masyarakat dalam memilih antara konsumsi dan tabungan di tengah kondisi suku bunga rendah dan inflasi tinggi. Berdasarkan data empiris dari perbankan syariah maupun konvensional, serta analisis makroekonomi Indonesia dari tahun 2012 hingga 2022, ditemukan bahwa inflasi cenderung menurunkan minat masyarakat untuk menabung karena melemahnya daya beli. Sementara itu, suku bunga yang rendah tidak selalu berbanding lurus dengan peningkatan konsumsi atau pengurangan tabungan. Melalui pendekatan kuantitatif dan kualitatif, penelitian ini menyimpulkan bahwa keputusan menabung atau mengonsumsi sangat dipengaruhi oleh tujuan keuangan individu serta persepsi terhadap stabilitas ekonomi. Strategi kebijakan moneter harus mempertimbangkan aspek psikologis dan struktural masyarakat dalam menyikapi dilema ini.

Kata kunci: konsumsi, tabungan, inflasi, suku bunga, perilaku ekonomi.

 

PENDAHULUAN

Dalam konteks ekonomi makro, konsumsi dan tabungan merupakan dua pilihan fundamental yang dihadapi setiap individu maupun rumah tangga dalam mengelola pendapatan mereka. Konsumsi mencerminkan kebutuhan jangka pendek yang harus dipenuhi, sementara tabungan mencerminkan kesiapan untuk menghadapi masa depan dan kondisi darurat. Keseimbangan antara keduanya sangat krusial bagi stabilitas ekonomi nasional. Dalam sistem keuangan yang sehat, kenaikan suku bunga akan cenderung mendorong masyarakat untuk lebih banyak menabung, sementara penurunan suku bunga diharapkan dapat merangsang konsumsi dan investasi.

Namun demikian, realitas ekonomi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir memperlihatkan fenomena yang tidak sepenuhnya linier dengan teori. Indonesia mengalami fase suku bunga acuan (BI Rate) yang berada pada titik rendah historis, sementara laju inflasi justru menunjukkan tren yang relatif meningkat pasca-pandemi. Situasi ini menciptakan dilema ekonomi di tingkat rumah tangga. Di satu sisi, suku bunga rendah membuat return atas tabungan menjadi tidak menarik, tetapi di sisi lain, inflasi yang tinggi menyebabkan daya beli masyarakat tergerus, sehingga mereka cenderung menggunakan pendapatannya untuk konsumsi kebutuhan pokok ketimbang menyisihkan untuk tabungan.

Kondisi tersebut semakin kompleks ketika ditinjau dari aspek psikologis dan preferensi individu. Banyak masyarakat yang tetap memilih menabung meskipun bunga bank rendah karena pertimbangan keamanan, kemudahan akses, dan manajemen keuangan pribadi. Di sisi lain, sebagian masyarakat beralih ke bentuk simpanan lain seperti logam mulia (tabungan emas) atau bahkan investasi informal yang lebih mudah dicairkan. Dengan kata lain, keputusan menabung atau mengonsumsi bukan semata-mata ditentukan oleh indikator ekonomi seperti suku bunga atau inflasi, melainkan oleh serangkaian faktor sosial, psikologis, dan struktural.

Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang bervariasi. Beberapa menyatakan bahwa inflasi secara signifikan menurunkan volume tabungan masyarakat, terutama di sektor perbankan konvensional. Sementara itu, pada sektor perbankan syariah, efek inflasi terhadap tabungan tidak selalu signifikan karena nasabah memiliki motif religius dan preferensi risiko yang berbeda. Hal ini mengindikasikan perlunya pendekatan analisis yang lebih holistik untuk memahami keputusan finansial masyarakat Indonesia dalam menghadapi era suku bunga rendah dan inflasi tinggi.

Berdasarkan latar belakang tersebut, kajian ini bertujuan untuk mengurai dan menjelaskan lebih jauh mengenai dilema konsumsi vs. tabungan yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia, dengan mempertimbangkan pengaruh suku bunga, inflasi, dan dinamika perilaku ekonomi di era pasca pandemi dan ketidakpastian global.

 

PERMASALAHAN

Fenomena suku bunga rendah yang berlangsung cukup lama di Indonesia, terutama pasca pandemi COVID-19, telah menciptakan dinamika ekonomi yang tidak konvensional. Kebijakan moneter longgar melalui penurunan suku bunga bertujuan untuk merangsang konsumsi dan investasi guna mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun di sisi lain, laju inflasi yang meningkat—baik akibat gangguan rantai pasokan global, krisis energi, maupun pelemahan nilai tukar—telah menggerus daya beli masyarakat dan meningkatkan biaya hidup. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius tentang bagaimana masyarakat menyikapi dilema antara memenuhi kebutuhan konsumsi atau menyisihkan sebagian pendapatan untuk tabungan di tengah ketidakpastian.

Beberapa permasalahan utama yang muncul dalam konteks ini antara lain:

  1. Apakah suku bunga rendah masih menjadi insentif yang cukup kuat untuk mengalihkan dana dari tabungan ke konsumsi atau investasi?
    Secara teori, suku bunga rendah seharusnya menurunkan insentif menabung karena imbal hasilnya berkurang. Namun, di Indonesia banyak masyarakat tetap menabung karena alasan keamanan dan kebutuhan likuiditas.
  2. Seberapa besar pengaruh inflasi terhadap tingkat tabungan masyarakat secara nyata?
    Inflasi tinggi cenderung menurunkan nilai riil dari simpanan, sehingga secara logis akan menurunkan niat menabung. Namun data empiris menunjukkan bahwa dalam beberapa kasus, tabungan justru tetap meningkat di tengah inflasi.
  3. Bagaimana interaksi antara konsumsi dan tabungan dalam struktur pendapatan masyarakat kelas menengah dan bawah?

Masyarakat dengan pendapatan terbatas memiliki keterbatasan dalam mengalokasikan dana untuk menabung. Kenaikan harga kebutuhan pokok akibat inflasi mengakibatkan sebagian besar pendapatan mereka habis untuk konsumsi.

  1. Apa peran prefensi dn perilaku individu dalam menentukan keputusan finansial saat menghadapi tekanan inflasi dan suku bunga rendah?

Faktor-faktor seperti kebiasaan keuangan, literasi finansial, dan akses terhadap produk keuangan alternatif (misalnya emas, reksa dana, atau kripto) memengaruhi keputusan menabung atau berbelanja.

  1. Bagaimana implikasi dari kondisi ini terhadap efektivitas transmisi kebijakan moneter Bank Indonesia?

Jika masyarakat tidak merespons perubahan suku bunga seperti yang diharapkan, maka efektivitas kebijakan moneter bisa terganggu.

  1. Adakah perbedaan antara perilaku masyarakat di sektor perbankan konvensional dan syariah dalam menghadapi dilema ini?

Studi menunjukkan bahwa tabungan di bank syariah tidak terlalu terpengaruh oleh inflasi karena nasabah memiliki motivasi religius dan jangka panjang.

 

PEMBAHASAN

1. Dinamika Ekonomi: Suku Bunga dan Inflasi sebagai Faktor Penentu

Suku bunga dan inflasi merupakan dua variabel makroekonomi yang secara langsung memengaruhi keputusan konsumsi dan tabungan masyarakat. Penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) sejak 2020, dalam upaya mendorong pemulihan ekonomi pasca-pandemi, membuat suku bunga simpanan menjadi tidak kompetitif. Hal ini secara teoritis seharusnya menurunkan insentif menabung dan mendorong masyarakat untuk meningkatkan konsumsi atau investasi. Namun, fenomena empiris di Indonesia menunjukkan hasil yang beragam.

Di sisi lain, inflasi yang meningkat akibat tekanan harga komoditas global, pelemahan nilai tukar, serta gangguan distribusi, justru menekan daya beli masyarakat. Inflasi ini menyebabkan masyarakat mengalokasikan lebih banyak pendapatan untuk konsumsi kebutuhan pokok, sehingga menyisakan sedikit ruang untuk menabung. Tingginya harga barang dan jasa, tanpa diimbangi dengan kenaikan pendapatan yang setara, memperkuat tekanan pada sisi konsumsi sekaligus melemahkan kapasitas untuk menyimpan dana.

2. Dampak Suku Bunga Rendah terhadap Tabungan

Studi Ginting dan Hariani (2024) menemukan bahwa sebelum pandemi, BI Rate tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat tabungan masyarakat. Masyarakat tetap memilih untuk menyimpan dananya di bank karena alasan keamanan, kemudahan transaksi, serta kebutuhan likuiditas, bukan karena imbal hasil bunga. Namun, pada periode pasca pandemi, BI Rate mulai menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap tabungan, seiring meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap fluktuasi ekonomi dan suku bunga sebagai indikator kondisi makroekonomi.

Meski begitu, alasan menabung lebih banyak didorong oleh motivasi perilaku seperti kebutuhan dana darurat, tujuan jangka pendek (misalnya biaya pendidikan), atau bahkan semata-mata sebagai kebiasaan. Oleh karena itu, transmisi kebijakan moneter melalui suku bunga tidak selalu efektif dalam mempengaruhi perilaku tabungan, terutama di kalangan masyarakat menengah ke bawah.

3. Pengaruh Inflasi terhadap Tabungan: Ancaman terhadap Nilai Riil Uang

Inflasi secara umum menurunkan nilai riil dari uang yang disimpan. Studi Nur dan Juliana (2018) pada Bank Syariah Mandiri menunjukkan bahwa meskipun tabungan cenderung meningkat dari tahun ke tahun, inflasi memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap jumlah tabungan nasabah. Dalam jangka pendek, masyarakat cenderung mengurangi tabungannya ketika inflasi tinggi karena kebutuhan konsumsi meningkat dan kekhawatiran akan penurunan daya beli meningkat.

Namun, temuan menarik muncul ketika dibandingkan dengan data bank syariah. Dalam beberapa periode, meskipun inflasi tinggi, tabungan di perbankan syariah tetap tumbuh. Hal ini menunjukkan bahwa aspek keyakinan, kepercayaan terhadap sistem syariah, dan pendekatan jangka panjang menjadi faktor diferensiasi yang penting dalam perilaku menabung.

4. Konsumsi Sebagai Alternatif Rasional

Saat inflasi tinggi dan suku bunga rendah, konsumsi sering kali dianggap sebagai pilihan yang lebih rasional oleh sebagian besar masyarakat. Hal ini diperkuat oleh studi Wijaya dan Rozani (2021) yang menyatakan bahwa konsumsi masyarakat memiliki hubungan signifikan terhadap inflasi, baik dalam jangka pendek maupun panjang. Ketika masyarakat mengantisipasi kenaikan harga di masa depan, mereka cenderung mempercepat konsumsi saat ini (pre-emptive buying), yang kemudian memperparah tekanan inflasi.

Namun, konsumsi yang tidak diimbangi dengan tabungan atau investasi menciptakan ketidakseimbangan keuangan rumah tangga. Tanpa buffer tabungan, masyarakat menjadi lebih rentan terhadap guncangan ekonomi mendadak seperti PHK, biaya kesehatan mendadak, atau bencana alam.

5. Respons Masyarakat: Diversifikasi dan Strategi Bertahan

Masyarakat Indonesia menunjukkan respons adaptif terhadap kondisi ini. Salah satu respons yang menonjol adalah peralihan dari tabungan konvensional ke aset lindung nilai seperti emas atau logam mulia. Hasil survei dari penelitian Ginting dan Hariani menunjukkan bahwa banyak nasabah mulai menganggap emas sebagai bentuk tabungan karena nilai asetnya relatif stabil dan mudah dicairkan.

Selain itu, perkembangan teknologi perbankan digital juga mendorong masyarakat untuk tetap menabung meski bunga rendah. Fitur mobile banking, auto-debit, serta insentif dari aplikasi fintech menjadikan menabung lebih mudah dan terencana. Preferensi terhadap kenyamanan dan keamanan menjadi faktor penting yang menandingi insentif bunga.

6. Perbedaan Perilaku pada Bank Konvensional dan Syariah

Perilaku nasabah bank syariah menunjukkan bahwa inflasi tidak selalu berpengaruh signifikan terhadap tabungan. Hal ini dikarenakan motivasi menabung tidak semata-mata ekonomi, melainkan juga religius dan etis. Selain itu, prinsip bagi hasil pada produk seperti tabungan mudharabah memberikan fleksibilitas dan persepsi nilai yang lebih adil di mata nasabah. Di sisi lain, nasabah bank konvensional lebih responsif terhadap suku bunga dan kebijakan moneter yang bersifat langsung.

 

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil kajian dan analisis dari berbagai sumber empiris, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

  1. Inflasi terbukti memiliki pengaruh signifikan terhadap keputusan menabung masyarakat.
    Ketika inflasi tinggi, daya beli masyarakat menurun secara nyata. Hal ini menyebabkan alokasi pendapatan lebih banyak diarahkan pada konsumsi kebutuhan pokok daripada untuk menabung. Inflasi juga menurunkan nilai riil uang yang disimpan, sehingga masyarakat cenderung enggan menabung dalam bentuk tunai di lembaga keuangan tradisional.
  2. Suku bunga rendah tidak selalu menurunkan tingkat tabungan masyarakat secara langsung.
    Temuan penelitian menunjukkan bahwa meskipun suku bunga rendah mengurangi insentif finansial untuk menabung, masyarakat tetap menyimpan dana mereka di bank karena pertimbangan non-finansial seperti keamanan, kenyamanan, kebutuhan likuiditas, dan kemudahan akses digital. Ini menunjukkan bahwa perilaku menabung lebih kompleks daripada sekadar kalkulasi return bunga.
  3. Konsumsi cenderung menjadi pilihan rasional dalam kondisi inflasi tinggi.
    Masyarakat cenderung melakukan “konsumsi sekarang” (present-biased behavior) karena khawatir harga-harga akan terus naik. Ini berkontribusi terhadap penurunan tabungan rumah tangga, terutama bagi kelompok berpendapatan menengah ke bawah.
  4. Terdapat perbedaan perilaku tabungan antara nasabah bank konvensional dan syariah.
    Nasabah bank syariah menunjukkan ketahanan tabungan yang lebih kuat terhadap tekanan inflasi, yang kemungkinan dipengaruhi oleh motivasi religius dan keyakinan terhadap sistem bagi hasil. Ini memberikan wawasan tentang pentingnya pendekatan nilai dalam sistem keuangan.
  5. Masyarakat mulai melakukan diversifikasi bentuk simpanan.
    Ketika inflasi tinggi dan suku bunga rendah, masyarakat mengalihkan sebagian simpanannya ke bentuk yang dianggap lebih stabil seperti logam mulia (tabungan emas) atau aset lain yang dianggap tahan inflasi. Ini merupakan bentuk adaptasi rasional terhadap perubahan kondisi ekonomi.

SARAN

Berdasarkan kesimpulan di atas, beberapa saran strategis dapat diajukan kepada pemangku kepentingan:

1. Bagi Pemerintah dan Bank Indonesia:

  • Mengembangkan instrumen tabungan berbasis indeks inflasi, seperti Inflation-Linked Savings atau obligasi ritel berbasis inflasi, agar masyarakat tetap terdorong menabung meskipun inflasi tinggi.
  • Memperkuat edukasi literasi keuangan untuk mendorong masyarakat memahami pentingnya tabungan dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi serta mengedukasi cara memilih produk keuangan yang tepat sesuai kondisi makro.
  • Menyeimbangkan kebijakan moneter dan fiskal agar upaya menstimulasi konsumsi melalui suku bunga rendah tidak justru memperburuk inflasi tanpa dibarengi proteksi sosial yang cukup.

2. Bagi Industri Perbankan (Konvensional dan Syariah):

  • Meningkatkan inovasi produk tabungan yang tidak hanya berfokus pada bunga atau bagi hasil, tetapi juga menawarkan fleksibilitas, kemudahan akses digital, serta fitur-fitur tambahan seperti proteksi inflasi.
  • Mengintegrasikan teknologi digital dan insentif non-finansial dalam layanan tabungan untuk menjangkau generasi muda dan segmen informal yang cenderung tidak tertarik pada bunga rendah.
  • Memperkuat literasi syariah dan nilai keuangan Islami sebagai bagian dari promosi tabungan di sektor perbankan syariah yang cenderung lebih stabil dalam menghadapi guncangan makroekonomi.

3. Bagi Masyarakat:

  • Menumbuhkan kebiasaan menabung berbasis tujuan (goal-based saving) agar keputusan menabung tidak hanya bergantung pada tingkat suku bunga, tetapi didasarkan pada perencanaan keuangan jangka pendek, menengah, dan panjang.
  • Meningkatkan pemahaman terhadap diversifikasi simpanan dan investasi, misalnya melalui tabungan emas, reksa dana, atau instrumen berbasis syariah, untuk menjaga nilai riil kekayaan di tengah inflasi.
  • Menyusun anggaran rumah tangga yang realistis dan fleksibel agar konsumsi dan tabungan bisa berjalan seimbang, terutama dalam situasi ekonomi yang tidak stabil.

 

Daftar Pustaka

Ginting, Andi Lopa. Hariani, Ermatry. (2024).  Analisis Bi Rate, Inflasi, dan Nilai Tukar terhadap Tingkat Tabungan pada Bank-Bank Umum Di Indonesia: Sebelum dan Pasca Pandemi Covid-19.

 Mukhlis M. Nur a, Juliana a. (2018). ANALISIS PENGARUH INFLASI TERHADAP TABUNGAN PADA PERBANKAN SYARIAH (Studi Kasus Mandiri Syariah 2012-2016. http://ojs.unimal.ac.id/index.php/ekonomika

Wijaya, Romy Chandra. Rozani, Alvis. ANALISIS PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR, KONSUMSI MASYARAKAT, PERTUMBUHAN EKONOMI DAN SUKU BUNGA TERHADAP INFLASI DI INDONESIA.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.