Dalam Tata Ekonomi Indonesia terdapat rencana pembangunan ekonomi nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila , dengan cara meningkatkan taraf hidup, kecerdasan, dan lain sebagainya.
Adil berarti memperoleh sesuatu sesuai dengan hak daan kewajibannya, mengatur pembagian hasil produksi dan kesempatan masyarakat. Sedangkan makmur berarti terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat
Apa yang terjadi terhadap rakyat Indonesia ?
Masyarakat menanggung akibat dari diberlakukannya kebijakan-kebijakan pemerintah yang pada awal mulanya ditujukan untuk mensejahterakan rakyat. Tetapi paada kenyataannya hal ini justru mengakibatkan rakyat terkurung dalam kemiskinan.
Kebijakan-kebijakan yang menjadi pemicu utama terpuruknya perekonomian Indonesia antara lain : privatisasi perusahaan-perusahaan pemerintah, bantuan luar negeri ( IMF ), penghapusan subsidi BBM, listrik, PAM, dan lain sebagainya.
A. Privatisasi Perusahaan-perusahaan Milik Negara
Privatisasi ialah pengubahan status kepemilikan pabrik-pabrik, badan-badan usaha, dan perusahaan-perusahaan dari kepemilikan negara atau kepemilikan umum menjadi kepemilikan pribadi. Privatisasi ini pada awal mulanya merupakan ide yang dikembangkan di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa saja. Pada akhirnya ide ini mulai dipaksakan untuk diterapkan di negara-negara Dunia Ketiga ( termasuk Indonesia ).Meskipun menghasilkan uang triliunan rupiah, namun hal ini bisa menimbulkan bahaya, antara lain :
- Tersentralisasinya aset pada segelintir individu atau perusahaan besar.
- Menjerumuskan negara-negara Dunia Ketiga ke cengkeraman imperialisme gaya baru barat.
- Menambah pengangguran dan kemiskinan.
- Negara kehilangan sumber-sumber pendapatannya.
- Menghambur-hamburkan kekayaan negara pada sektor non-produksi.
- Membebani konsumen dengan harga-harga yang melambung akibat pajak tinggi atas perusahaan yang terprivatisasi.
- Menghalangi rakyat untuk memanfaatkan aset kepemilikan umum.
Pemerintah terus mengharapkan bantuan luar negeri (IMF) untuk mendanai perekonomian Indonesia. Utang dalam negeri lebih besar daripada utang luar negeri. Kondisi ini ditempuh dalam waktu yang sangat singkat. Yakni empat tahun terakhir. Dan setiap tahun utang luar negeri kita bertambah banyak.
Jika dilihat lebih jauh, maka pada dasarnya IMF memiliki misi khusus, yaitumenjadikan utang pemerintah untuk :
- Membentuk modus penjajahan baru.
- Mengetahui rahasia potensi kekayaan alam negeri ini ketika pemerintah baru mengajukan proposal dan siap diteliti potensi kelayakannya.
- Memaksakan kebijakan politik, ekonomi, sosial dan budaya.
- Mengguncang perekonomian negara pengutang.
IMF terus-menerus memaksa pemerintah untuk mencabut subsidinya atas BBM, listrik, telepon dan PAM. Dengan dicabutnya subsidi-subsidi tersebut, yang terkena dampak langsung ialah rakyat. Setelah rakyat diguncang oleh naiknya harga-harga barang akibat krisis moneter, rakyat semakin tertekan dengan dicabutnya subsidi-subsidi tersebut. Maka rakyat yang sudah miskin menjadi semakin miskin.
Masih banyak lagi faktor-faktor lain yang menyebabkan kemerosotan perekonomian Indonesia yang apabila dicermati merupakan produk dari sistem kapitalis. Yaitu suatu sistem yang hanya menerapkan asas nmanfaat bagi golongan tertentu tanpa memperhatikan kepentingan umat.
Apa Yang Harus Dilakukan oleh Pemerintah ?
Pemerintah harus mau bersikap tegas dalam menghadapi pengaruh-pengaruh barat. Dalam hal privatisasi, pemerintah harus mau menolak rayuan pihak asing yang ingin menguasai fasilitas atau perusahaan-peruasaahaan umum. Pemerintah harus membatalkan kembali segala bentuk penjualan aset BUMN dan mengembalikan seluruh aset BUMN kepada negara. Pemerintah harus mau melepaskan diri dari jeratan IMF, dalam hal ini utang.
Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah ialah :
- Pemerintah baru harus bertindak tegas untuk menyita seluruh kekayaan pemerintah terdahulu.
- Pemerintah harus memberikan penegasan kepada para pemerintah pemberi utang bahwa utang yang bisa dibayar hanya utang pokok. Sedangkan bunga dianggap nol, karena bunga termasuk riba.
- Pemerintah harus melakukan negosiasi dengan negara pemberi utang luar negeri yang telah menikmati kekayaan negeri ini melalui jalan KKN, seperti Freeport dan PLN, dengan cara menghitung kerugian negara dan dikonversikan dengan jumlah utang luar negeri.
- Pemerintah harus bernegosiasi untuk melaksanakan pemutihan utang (cut off ) bagi utang luar negeri.
- Utang swasta harus dibayar sendiri oleh swasta.
https://abigdream.wordpress.com/2010/04/10/terpuruknya-perekonomian-indonesia-dan-pemecahannya/
Penyebab Terpuruknya Ekonomi Indonesia 2015
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/iskandar_asmasubrata/penyebab-terpuruknya-ekonomi-indonesia-2015_5606c86d8f7a61940711b810
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/iskandar_asmasubrata/penyebab-terpuruknya-ekonomi-indonesia-2015_5606c86d8f7a61940711b810
Penyebab Terpuruknya
Ekonomi Indonesia 2015
26 September 2015 23:31:43 Diperbarui: 27 September 2015 02:21:27 Dibaca
: 1,440 Komentar : 4 Nilai : 2
Indikasi-I :
Pengungkapan kasus-kasus korupsi pejabat instansi maupun institusi
pemerintah baik di pusat maupun daerah yang marak terjadi belakangan
ini, sehingga mereka tidak mau menjalankan proyek atau anggaran belanja
pembangunan karena takut dikriminalisasi, alhasil proyek dan anggaran
belanja atas pembangunan tidak dapat di realisasi, hal ini menyebabkan
banyak pekerja, kontraktor dan pengusaha terkait tidak memperoleh
penghasilan, yang berujung pada menurunnya daya beli masyarakat dan
memacetkan roda ekonomi makro.
Kontra Indikasi-I :
Rakyat suka atas kinerja KPK dalam pemberantasan korupsi, tetapi KPK
terlalu over dalam melaksanakan pemberantasan korupsi yang sudah terlalu
mengakar dalam masyarakat Indonesia, dan KPK terlalu fokus untuk
menjerat pejabat instansi maupun institusi pemerintah. Lupa bahwa
penyebab utama mengakarnya perilaku korupsi masyarakat adalah sistem
hukum Indonesia yang bobrok. Seharusnya fokus pertama dan utama KPK
adalah pembenahan sistem hukum Indonesia terlebih dahulu, yaitu dengan
mengawasi dengan ketat proses penegakan hukum mulai dari tingkat
penyidik, penuntut, pembela hingga hakim, agar penegakan hukum dapat
lebih adil, tepat dan efektif, alhasil pelanggaran hukum akan berkurang
dengan signifikan, sebab kita semua tahu bahwa penegakan hukum di
Indonesia dapat dibeli oleh pemilik uang, menyebabkan setiap orang
berpacu untuk korupsi agar dapat menghasilkan uang banyak dan
menyisihkan sebagian uang hasil korupsi tersebut untuk membeli
kemenangan hukum.
Di samping itu penegakan hukum yang adil, tepat serta efektif, secara
otomatis akan memberi ruang dan batasan bagi para pejabat instansi
maupun institusi pemerintah tanpa harus di teropong terus menerus oleh
KPK, sehingga mereka tidak merasa khawatir untuk dikriminalisasi.
Perihal mereka akan mencari celah untuk mengakali sistem hukum, kita
yakin sepanjang penegakan hukum berjalan dengan adil, tepat dan efektif,
maka sepandai-pandainya tupai meloncat akan jatuh juga.
Indikasi-II :
Penerapan kredit point dalam pencapaian target setoran pajak Dirjen
Pajak yang tinggi, memacu para pejabat dan petugas/pegawai kantor pajak
dari tingkat pusat hingga tingkat ranting di daerah bersaing menggali
sumber-sumber perolehan pajak, hal ini dibarengi sangsi denda dan hukum
badan yang tinggi kepada wajib pajak yang “di-sinyalir” melanggar
ketentuan pajak yang berlaku, yang menyebabkan para wajib pajak
ketakutan dan banyak yang terpaksa memilih untuk menghentikan kegiatan
usahanya daripada dikriminalisasi oleh petugas pajak. Selain itu banyak
pengusaha kelas menengah ke atas, lebih memilih untuk menghentikan
kegiatan usahanya, berupaya mencairkan asetnya dan mengalihkan dana
pencairan aset tersebut berikut dana simpanannya ke rekening luar negeri
dalam bentuk dolar maupun mata uang lain. Tentu saja Dirjen Pajak
beserta otoritas keuangan pemerintah yang berwenang memiliki perangkat
penelusuran atas aset dan dana yang lari ke luar negeri , akan tetapi
seperti kita ketahui bersama akan memakan waktu yang cukup lama dalam
melaksanakan penelusurannya, dan memakan waktu yang lebih lama lagi
dalam melakukan pengurusan pengembaliannya. Dimana upaya tersebut tidak
secepat melambatnya ekonomi Indonesia yang dipicu oleh hilangnya sumber
perolehan pajak, hilangnya nafkah buruh, menurunnya daya beli
masyarakat akibat terhentinya kegiatan usaha, serta menurunnya nilai
tukar rupiah akibat larinya dana ke luar negeri.
Kontra Indikasi-II :
Wajib pajak adalah sumber utama pendapatan negara, yang sedikitnya harus
memperoleh perlakuan yang adil dan manusiawi dari negara, bila negara
tidak mampu melayaninya, melalui perlakuan hukum yang adil dan
manusiawi, bukan malah jadi sumber kriminalisasi akibat ketidakmampuan
negara dalam mengatur kebijakan dan ketentuan pajak yang berlaku. Dalam
paragraf indikasi.II diatas, kata-kata “di-sinyalir” memang diberi tanda
petik untuk menunjukkan ketidakpastian kebijakan maupun ketentuan pajak
yang berlaku di Indonesia, dikarenakan ketentuan-ketentuan pajak
“sengaja” dibuat sangat banyak dan membingungkan sehingga memberi
peluang oknum-oknum petugas pajak memainkan atau memanipulasi ketentuan
pajak yang berlaku.
Disamping itu kita semua tahu dan sadar bahwa ekonomi biaya tinggi
disebabkan oleh banyaknya ketentuan pajak yang resmi maupun tidak resmi,
mulai dari ketentuan resmi yang diterbitkan oleh pihak berwenang dari
tingkat pusat hingga daerah terpencil berupa produk pajak Expor Impor,
Barang Mewah, Barang Elektronik, PPh, PPN maupun Retribusi dsb, hingga
produk ketentuan tidak resmi melalui retribusi liar, sumbangan, uang
keamanan, uang preman dsb. Hal ini menyebabkan peningkatan harga suatu
produk berlipat-lipat mulai dari lahan petani di desa hingga siap saji
di kota, maupun mulai dari bahan baku impor hingga menjadi produk yang
dibeli konsumen, dan tentu saja pemerintah tidak mau ketinggalan untuk
turut memungut PPN atau PPh dalam setiap tingkatan proses. Melalui
uraian ini seharusnya sumber pendapatan negara melalui pajak sudah
sangat besar, sehingga menyisakan pertanyaan kemanakah semua hasil
pungutan tersebut ? Dan apakah aksi kriminalisasi wajib pajak merupakan
aksi pengalihan, atas ketidakmapuan pemerintah dalam mengelola pajak,
atau lebih parahnya adalah upaya para petugas pajak mengalihkan dosanya
dalam menelikung setoran para wajib pajak ?
Untuk itu alangkah baiknya bila KPK juga berfokus pada sistem
pengelolaan pajak dan ketentuan maupun kebijakan pajak serta tatacara
penyetoran oleh wajib pajak. Daripada membiarkan para petugas pajak
mengkriminalisasi para wajib pajak.
Akhir kata melalui tulisan singkat ini kemungkinan tidak bisa
menjelaskan secara detail kondisi yang terjadi di masyarakat, tetapi
semoga dapat memberi sekelumit gambaran atasnya. Untuk itu kita berharap
pemerintah dapat bertindak lebih bijaksana dengan tidak asal bertindak
frontal kepada pelaku, melainkan “lebih baik” dengan memperbaiki sistem
hukum dan penerapannya serta tatacara penyelenggaraannya terlebih dahulu
melalui pengawasan secara ketat perangkat hukum yang terlibat mulai
dari penyidik, penuntut, pembela hingga hakim, agar penegakan hukum
dapat berjalan dengan adil, tepat dan efektif. Begitu juga dalam
penerbitan kebijakan dan ketentuan serta pengelolaan pajak, mohon
pemerintah lebih bijaksana dalam mengayomi para wajib pajak yang
merupakan sumber pendapatan negara terbesar, demi tetap berjalan dan
meningkatnya kegiatan usaha yang dapat memperluas kesempatan kerja serta
peningkatan nafkah dan daya beli masyarakat.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/iskandar_asmasubrata/penyebab-terpuruknya-ekonomi-indonesia-2015_5606c86d8f7a61940711b810
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/iskandar_asmasubrata/penyebab-terpuruknya-ekonomi-indonesia-2015_5606c86d8f7a61940711b810
Penyebab Terpuruknya
Ekonomi Indonesia 2015
26 September 2015 23:31:43 Diperbarui: 27 September 2015 02:21:27 Dibaca
: 1,440 Komentar : 4 Nilai : 2
Indikasi-I :
Pengungkapan kasus-kasus korupsi pejabat instansi maupun institusi
pemerintah baik di pusat maupun daerah yang marak terjadi belakangan
ini, sehingga mereka tidak mau menjalankan proyek atau anggaran belanja
pembangunan karena takut dikriminalisasi, alhasil proyek dan anggaran
belanja atas pembangunan tidak dapat di realisasi, hal ini menyebabkan
banyak pekerja, kontraktor dan pengusaha terkait tidak memperoleh
penghasilan, yang berujung pada menurunnya daya beli masyarakat dan
memacetkan roda ekonomi makro.
Kontra Indikasi-I :
Rakyat suka atas kinerja KPK dalam pemberantasan korupsi, tetapi KPK
terlalu over dalam melaksanakan pemberantasan korupsi yang sudah terlalu
mengakar dalam masyarakat Indonesia, dan KPK terlalu fokus untuk
menjerat pejabat instansi maupun institusi pemerintah. Lupa bahwa
penyebab utama mengakarnya perilaku korupsi masyarakat adalah sistem
hukum Indonesia yang bobrok. Seharusnya fokus pertama dan utama KPK
adalah pembenahan sistem hukum Indonesia terlebih dahulu, yaitu dengan
mengawasi dengan ketat proses penegakan hukum mulai dari tingkat
penyidik, penuntut, pembela hingga hakim, agar penegakan hukum dapat
lebih adil, tepat dan efektif, alhasil pelanggaran hukum akan berkurang
dengan signifikan, sebab kita semua tahu bahwa penegakan hukum di
Indonesia dapat dibeli oleh pemilik uang, menyebabkan setiap orang
berpacu untuk korupsi agar dapat menghasilkan uang banyak dan
menyisihkan sebagian uang hasil korupsi tersebut untuk membeli
kemenangan hukum.
Di samping itu penegakan hukum yang adil, tepat serta efektif, secara
otomatis akan memberi ruang dan batasan bagi para pejabat instansi
maupun institusi pemerintah tanpa harus di teropong terus menerus oleh
KPK, sehingga mereka tidak merasa khawatir untuk dikriminalisasi.
Perihal mereka akan mencari celah untuk mengakali sistem hukum, kita
yakin sepanjang penegakan hukum berjalan dengan adil, tepat dan efektif,
maka sepandai-pandainya tupai meloncat akan jatuh juga.
Indikasi-II :
Penerapan kredit point dalam pencapaian target setoran pajak Dirjen
Pajak yang tinggi, memacu para pejabat dan petugas/pegawai kantor pajak
dari tingkat pusat hingga tingkat ranting di daerah bersaing menggali
sumber-sumber perolehan pajak, hal ini dibarengi sangsi denda dan hukum
badan yang tinggi kepada wajib pajak yang “di-sinyalir” melanggar
ketentuan pajak yang berlaku, yang menyebabkan para wajib pajak
ketakutan dan banyak yang terpaksa memilih untuk menghentikan kegiatan
usahanya daripada dikriminalisasi oleh petugas pajak. Selain itu banyak
pengusaha kelas menengah ke atas, lebih memilih untuk menghentikan
kegiatan usahanya, berupaya mencairkan asetnya dan mengalihkan dana
pencairan aset tersebut berikut dana simpanannya ke rekening luar negeri
dalam bentuk dolar maupun mata uang lain. Tentu saja Dirjen Pajak
beserta otoritas keuangan pemerintah yang berwenang memiliki perangkat
penelusuran atas aset dan dana yang lari ke luar negeri , akan tetapi
seperti kita ketahui bersama akan memakan waktu yang cukup lama dalam
melaksanakan penelusurannya, dan memakan waktu yang lebih lama lagi
dalam melakukan pengurusan pengembaliannya. Dimana upaya tersebut tidak
secepat melambatnya ekonomi Indonesia yang dipicu oleh hilangnya sumber
perolehan pajak, hilangnya nafkah buruh, menurunnya daya beli
masyarakat akibat terhentinya kegiatan usaha, serta menurunnya nilai
tukar rupiah akibat larinya dana ke luar negeri.
Kontra Indikasi-II :
Wajib pajak adalah sumber utama pendapatan negara, yang sedikitnya harus
memperoleh perlakuan yang adil dan manusiawi dari negara, bila negara
tidak mampu melayaninya, melalui perlakuan hukum yang adil dan
manusiawi, bukan malah jadi sumber kriminalisasi akibat ketidakmampuan
negara dalam mengatur kebijakan dan ketentuan pajak yang berlaku. Dalam
paragraf indikasi.II diatas, kata-kata “di-sinyalir” memang diberi tanda
petik untuk menunjukkan ketidakpastian kebijakan maupun ketentuan pajak
yang berlaku di Indonesia, dikarenakan ketentuan-ketentuan pajak
“sengaja” dibuat sangat banyak dan membingungkan sehingga memberi
peluang oknum-oknum petugas pajak memainkan atau memanipulasi ketentuan
pajak yang berlaku.
Disamping itu kita semua tahu dan sadar bahwa ekonomi biaya tinggi
disebabkan oleh banyaknya ketentuan pajak yang resmi maupun tidak resmi,
mulai dari ketentuan resmi yang diterbitkan oleh pihak berwenang dari
tingkat pusat hingga daerah terpencil berupa produk pajak Expor Impor,
Barang Mewah, Barang Elektronik, PPh, PPN maupun Retribusi dsb, hingga
produk ketentuan tidak resmi melalui retribusi liar, sumbangan, uang
keamanan, uang preman dsb. Hal ini menyebabkan peningkatan harga suatu
produk berlipat-lipat mulai dari lahan petani di desa hingga siap saji
di kota, maupun mulai dari bahan baku impor hingga menjadi produk yang
dibeli konsumen, dan tentu saja pemerintah tidak mau ketinggalan untuk
turut memungut PPN atau PPh dalam setiap tingkatan proses. Melalui
uraian ini seharusnya sumber pendapatan negara melalui pajak sudah
sangat besar, sehingga menyisakan pertanyaan kemanakah semua hasil
pungutan tersebut ? Dan apakah aksi kriminalisasi wajib pajak merupakan
aksi pengalihan, atas ketidakmapuan pemerintah dalam mengelola pajak,
atau lebih parahnya adalah upaya para petugas pajak mengalihkan dosanya
dalam menelikung setoran para wajib pajak ?
Untuk itu alangkah baiknya bila KPK juga berfokus pada sistem
pengelolaan pajak dan ketentuan maupun kebijakan pajak serta tatacara
penyetoran oleh wajib pajak. Daripada membiarkan para petugas pajak
mengkriminalisasi para wajib pajak.
Akhir kata melalui tulisan singkat ini kemungkinan tidak bisa
menjelaskan secara detail kondisi yang terjadi di masyarakat, tetapi
semoga dapat memberi sekelumit gambaran atasnya. Untuk itu kita berharap
pemerintah dapat bertindak lebih bijaksana dengan tidak asal bertindak
frontal kepada pelaku, melainkan “lebih baik” dengan memperbaiki sistem
hukum dan penerapannya serta tatacara penyelenggaraannya terlebih dahulu
melalui pengawasan secara ketat perangkat hukum yang terlibat mulai
dari penyidik, penuntut, pembela hingga hakim, agar penegakan hukum
dapat berjalan dengan adil, tepat dan efektif. Begitu juga dalam
penerbitan kebijakan dan ketentuan serta pengelolaan pajak, mohon
pemerintah lebih bijaksana dalam mengayomi para wajib pajak yang
merupakan sumber pendapatan negara terbesar, demi tetap berjalan dan
meningkatnya kegiatan usaha yang dapat memperluas kesempatan kerja serta
peningkatan nafkah dan daya beli masyarakat.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/iskandar_asmasubrata/penyebab-terpuruknya-ekonomi-indonesia-2015_5606c86d8f7a61940711b810
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/iskandar_asmasubrata/penyebab-terpuruknya-ekonomi-indonesia-2015_5606c86d8f7a61940711b810
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.