.

Senin, 20 Maret 2017

Permintaan Kedelai Di Indonesia

@A12-Andry

Oleh: Andry Febriansyah


Abstrak

Problem kelangkaan pasokan dan mahalnya harga kedelai di Indonesia untuk kesekian kalinya terulang kembali. Dari beberapa media masa memberitakan adanya ketarbatasan produksi kedelai dalam negeri sehingga untuk memenuhi kebutuhan kedelai dan mengatasi problem tersebut pemerintah memilih opsi pembebasan bea import kedelai hingga 0% yang semula dikenakan beamasuk 5%.
Kondisi ini dalam jangka pendek diharapkan mampu memacu kuota import kedelai guna mencukupi kelengkaan kebutuhan kedelai di dalam negeri.

Pendahuluan
Permasalahan  utama  dalam mewujudkan  ketahanan  pangan  di  Indonesia saat  ini  adalah  terkait  dengan  fakta  bahwa  pertumbuhan  permintaan komoditi pangan yang lebih  cepat  daripada  pertumbuhan  penyediaanya. Salah  satu komoditi yang harus ditingkatkan produktivitasnya  adalah  kedelai. Tanaman kedelai merupakan sumber bahan pangan nabati, dengan kandungan protein. Dari seluruh protein yang dibutuhkan oleh tubuh manusia, sekitar10 persen bersumber dari produk olahan kedelai (Hayami, dkk, 1988). Tidak seperti tanaman pangan lainnya, kedelai dikonsumsi melalui berbagai bentuk produk olahan seperti tahu, tempe, kecap dan tauco. Beberapa modifikasi pengolahan kedelai lainnya juga telah dikembangkan di berbagai daerah seperti keripik tempe, susu kedelai dan kedelai goreng. Kedelai digunakan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan protein manusia, tetapi juga digunakan sebagai sumber protein pada hewan. Bahan baku pakan ternak menggunakan kedelai dan sekitar 90 persen protein makanan ternak berasal dari kedelai (Tomich, 1992).

Rumusan Masalah
  1. Faktor apa saja yang mempengaruhi meningkatnya permintaan kedelai di Indonesia?
  2. Apa keterkaitannya antara pemerintahan dengan masalah yang ada?
  3. Upaya dan Usaha pemerintah mengatasi permintaan kedelai yang meningkat?
Pembahasan


Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya krisis Kedelai di Indonesia



Negeri ini baru saja dihebohkan dengan berita menghilangnya tempe dan tahu dibeberapa kota besar, Jakarta terutama. Penyebabnya adalah pasokan kedelai yang berkurang sehingga harga kedelai melambung menyentuh harga 8000 per kg. Dan ketergantungan terhadap kedelai impor menyebabkan permasalahan menjadi pelik, ketika pasokan kedelai lokal tidak mencukupi dan quota impor kedelai belum terpenuhi maka menghilanglah sumber gizi murah bangsa.

Sekedar diketahui, kebutuhan terhadap kedelai di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan. Tercatat kebutuhan kedelai pada tahun 2012 diperkirakan sebesar 2,2 juta ton dibandingkan dengan kebutuhan tahun 2011 sebesar 2,16 juta ton.


Dari kebutuhan tersebut rata-rata yang mampu dipenuhi oleh kebutuhan dalam negeri sekitar 25-30%, sementara sisanya diperoleh dari berbagai negara melalui mekanisme impor.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2011 produksi kedelai lokal hanya sebesar 851.286 ton atau 29% dari total kebutuhan. Sehingga Indonesia harus impor kedelai sebanyak 2.087.986 ton untuk memenuhi 71% kebutuhan kedelai dalam negeri.


Masalah pangan di Indonesia tentu saja tidak dapat dilepaskan dari kebijakan pemerintah yang tidak pro-rakyat khususnya petani. Padahal potensi pertanian Indonesia ditinjau dari luas dan kesuburan lahan termasuk yang terbaik di dunia. Namun kenyataannya, saat ini Indonesia justru jatuh sebagai pengimpor produk pangan. Beberapa kebijakan pemerintah yang perlu dikritisi, karena berpotensi mengantarkan masyarakat pada keterpurukan ekonomi, adalah sebagai berikut:

Pertama, lemahnya peran pemerintah dalam proses intensifikasi pertanian, sehingga menyebabkan kegiatan pertanian semakin lesu dan pada akhirnya akan menurunkan produksi. Intensifikasi merupakan usaha untuk meningkatkan produktifitas tanah, khususnya terkait penyediaan benih tanaman unggul yang berkualitas dan pemupukan yang tepat dan efisien. Peran pemerintah paling tidak bisa dilihat dari anggaran yang disediakan untuk subsidi benih dan pupuk dalam APBN yang selalu mengalami penurunan terus menerus.

Produksi kedelai pada 2012 bahkan diperkirakan turun drastis ketimbang 2010 dari 907.300 ton menjadi 779.800 ton. Jumlah sebanyak itu terlampau sedikit untuk mencukupi kebutuhan 2,2 juta ton per tahun. Penurunan produksi tersebut disinyalir karena harga benih dan pupuk yang terus meningkat sehingga margin keuntungan yang diterima petani kedelai tidak sepadan dengan biaya yang harus dikeluarkan. Akibatnya banyak petani kedelai yang berhenti menanam kedelai di lahannya.

Kenaikan harga benih dan pupuk sebagai akibat makin berkurangnya subsisdi yang disediakan pemerintah. Sebagai perbandingan, pada APBN-P 2010 subsidi pupuk sebesar Rp 18.4 triliun, kemudian pada APBN 2011 turun menjadi Rp 16.4 triliun. Sementara subsidi benih, pada APBN-P 2010 dianggarkan sebesar Rp 2.3 triliun turun drastis menjadi hanya Rp 120.3 miliar pada APBN 2011. Menurunnya subsidi ini akan menyebabkan kenaikan harga pupuk, sehingga margin keuntungan yang dinikmati petani akan semakin tergerus bahkan bisa negatif.

Kedua, tidak hanya proses intensifikasi, pada proses ekstensifikasi, yaitu perluasan area pertanian, peran pemerintah juga sangat lemah. Bahkan beberapa kebijakan pemerintah justru menyebabkan penciutan area pertanian. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS, 2010), terjadi penyusutan lahan pertanian sebesar 12.6 ribu hektar di pulau Jawa, sedangkan secara nasional lahan pertanian menyusut sebesar 27 ribu hektar. Sementara pada tahun 2009, menurut Badan Ketahanan Pangan Nasional telah terjadi alih fungsi lahan pertanian hingga mencapai 110 ribu hektar.

Alih fungsi yang terjadi adalah perubahan lahan pertanian menjadi penambahan pemukiman (real estate), pembangunan jalan, kawasan industri, dan lain-lain. Ironisnya, alih fungsi lahan tersebut justru terjadi pada area lahan-lahan produktif, sementara pada sisi lain proses tersebut tidak disertai pembukaan lahan pertanian baru, sehingga lahan pertanian produktif mengalami penyusutan dari tahun ke tahun.

Ketiga, kebijakan pemerintah dalam perdagangan produk pangan tidak pro-rakyat tapi pro-pasar. Buktinya, ketika produksi pangan (beras, kedelai, jagung, dsb) menurun pemerintah justru lebih memilih kebijakan impor daripada upaya meningkatkan produksi dalam negeri melalui intensifikasi dan ekstensifikasi seperti yang disebutkan di atas.

Kesimpulan
Kesimpulan
Kerdelai merupakan bahan pangan yang kaya akan manfaat. Kedelai dapat diolah menjadi berbagai macam jenis makanan, diantaranya adalah tempe dan tahu. Harganya yang terjangkau, tentu membuat makanan ini menjadi kegemaran masyarakat. Namun, keberadaan kedelai di Indonesia seringkali terjadi krisis yang menyebabkan Indonesia bergantung kepada pemenuhan pasokan kedeai dari hasil impor. Keadaan seperti ini sangat memprihatinkan. Banyak pihak yang merasa dirugikan dengan kelangkaan kedelai yang terjadi di dalam negeri. Berbagai macam upaya harus dilakukan Indonesia agar dapat mampu memproduksi secara mandiri kedelai tanpa harus bergantung kepada hasil impor.

Daftar Pustaka

Khairul Amri.2015.makalah tentang maslah ekonomi KEDELAI.

Muhammad Wali.2013.Analisis Permintaan dan Penawaran Kedelai Indonesia.http://muhammadwalise.blogspot.co.id/2013/02/analisis-permintaan-dan-penawaran.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.