Inflasi adalah kecenderungan naiknya harga barang
dan jasa pada umumnya yang berlangsung secara terus menerus. Jika inflasi terus
meningkat maka harga barang di dalam negeri mengalami kenaikan. Naiknya harga
barang sama dengan turunnya nilai mata uang. Dengan demikian inflasi dapat
diartikan sebagai penurunan nilai mata uang terhadap nilai barang dan jasa
secara umum.
Kita sering kali mendengar terjadinya kenaikan harga
harga yang disertai dengan naiknya harga jasa didunia, kenaikan tersebut
terjadi bukan hanya dalam waktu sehari dua hari namun kenaikan itu terjadi
dalam jangka waktu yang lama. Seiring dengan adanya pemberitaan tentang naiknya
harga harga barang dan juga jasa yang secara serentak kita juga sering
mendengar kata inflasi. Inflasi memang suatu masalah ekonomi yang kerap kali
terjadi, inflasi bukan hanya terjadi di Negara Indonesia saja melainkan terjadi
pada semua Negara yang ada di dunia ini.
Adapun beberapa penyebab inflasi adalah sebagai
berikut :
1.
Permintaan barang mengalami peningkatan yang cukup tinggi, sedangkan produksi
barang tidak mengalami peningkatan
2.
Menurunnya nilai tukar rupiah kepada dollar
3.
Adanya kenaikan BBM atau minyak bumi
4.
Adanya kegiatan spekulasi dan investasi pada sektor industri uang
5.
Adanya kebijakan moneter yang besar
Karakteristik tingkat inflasi yang tidak stabil di
Indonesia menyebabkan deviasi yang lebih besar dibandingkan biasanya dari
proyeksi inflasi tahunan oleh Bank Indonesia. Akibat dari ketidakjelasan
inflasi semacam ini adalah terciptanya biaya-biaya ekonomi, seperti biaya
peminjaman yang lebih tinggi di negara ini (domestik dan internasional)
dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya. Saat rekam jejak yang
baik mengenai mencapai target inflasi tahunan terbentuk, kredibilitas kebijakan
moneter yang lebih besar akan mengikutinya. Namun, karena inflasi yang tidak
stabil terutama disebabkan karena penyesuaian harga bahan bakar bersubsidi,
dapat diprediksi akan terjadi lebih sedikit deviasi antara target awal dan
realisasi inflasi ke depan.
Kurangnya kuantitas dan kualitas infrastruktur di
Indonesia juga mengakibatkan biaya-biaya ekonomi yang tinggi. Hal ini
menghambat konektivitas di negara kepulauan ini dan karenanya meningkatkan
biaya transportasi untuk jasa dan produk (sehingga membuat biaya logistik
tinggi dan membuat iklim investasi negara ini menjadi kurang menarik). Gangguan
distribusi karena isu-isu yang berkaitan dengan infrastruktur sering dilaporkan
dan membuat Pemerintah menyadari pentingnya berinvestasi untuk infrastruktur
negara ini. Infrastruktur telah dipandang sebagai prioritas utama Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI); sebuah rencana
pembangunan jangka panjang Pemerintah yang ambisius dan masih belum membuahkan
hasil.
Harga-harga bahan pangan sangat tidak stabil di
Indonesia (rentan terhadap kondisi cuaca) dan kemudian meletakkan beban yang
besar kepada rumah tangga-rumah tangga yang berada di bawah atau sedikit di
atas garis kemiskinan. Rumah tangga-rumah tangga ini menghabiskan lebih dari
setengah dari pendapatan yang bisa dibelanjakan mereka untuk makanan, terutama
beras. Oleh karena itu, harga-harga makanan yang lebih tinggi menyebabkan
inflasi keranjang kemiskinan yang serius yang mungkin meningkatkan persentase
penduduk miskin. Panen-panen yang gagal dikombinasikan dengan reaksi lambat
dari Pemerintah untuk menggantikan produk-produk makanan lokal dengan impor
adalah penyebab tekanan inflasi.
Dalam mengatasi inflasi tersebut dapat diatasi
dengan kebijakan moneter dan atau kebijakan fiskal. Kebijakan Moneter adalah
kebijakan pemerintah melalui Bank Sentral sebagai pemegang otoritas moneter
yang berkaitan dengan jumlah uang beredar dan pengaturan tingkat suku bunga dan
kredit.
Instrumen-instrumen yang biasa digunakan dalam
kebijakan moneter melalui Bank Sentral untuk mengatasi masalah adalah:
1.
Operasi Pasar Terbuka
2.
Kebijakan Tingkat Suku Bunga Diskonto
3.
Kebijakan Cadangan Wajib
4.
Kebijakan Kredit Selektif
Kebijakan fiskal menyangkut pengaturan pengeluaran
pemerintah dan perpajakan yang secara langsung mempengaruhi penerimaan total
dan mempengaruhi harga. Inflasi dapat dicegah melalui penurunan penerimaan
total. Kebijakan fiskal seperti pengurangan pengeluaran pemerintah dan kenaikan
pajak akan dapat mengurangi permintaan total, sehingga inflasi dapat ditekan.
Kebijakan fiskal dapat ditempuh melalui 3 cara yaitu:
1.
Meningkatkan penerimaan pajak
2.
Mengurangi pengeluaran pemerintah
3.
Mengadakan pinjaman pemerintah
Masalah yang dihadapi oleh suatu Negara memang ada
banyak sekali terutama Negara Indonesia. Belum selesai mengatasi masalah
inflasi atau kenaikan, namun sudah muncul lagi permasalahan lain yang harus
segera diatasi yaitu masalah pengangguran. Inflasi dan pengangguran merupakan
dua masalah pokok yang sampai saat ini belum bisa diatasi sepenuhnya. Dapat
anda lihat dikehidupan sehari hari, jika pada saat ini semakin banyak orang
orang yang mengalami pengangguran karena terbatasnya lapangan kerja yang
tersedia dan semakin banyak nya mahasiswa mahasiswa yang telah diwisuda,
sehingga untuk mengatasi masalah pengangguran harus dengan kebijakan kebijakan
yang serius.
Inflasi juga merupakan masalah yang serius yang
harus segera diatasi oleh pihak pemerintah, sebab inflasi dan pengangguran
merupakan masalah pokok dari pemerintah yang dapat merugikan pemerintahan itu
sendiri jika kedua masalah ini tidak secepatnya diatasi.
Pengertian dari pengangguran yang digunakan oleh
Badan Pusat Statistik, antara lain pengangguran terbuka (open unemployment)
didasarkan pada konsep seluruh angkatan yang mencari pekerjaan, baik yang
mencari pekerjaan pertama kali atau yang pernah bekerja sebelumnya. Sedangkan
setengah penganggur adalah pekerja yang masih mencari pekerjaan penuh atau
sambilan dan mereka yang bekerja dengan jam kerja rendah atau kurang dari 35
jam kerja dalam seminggu, setengah penganggur sukarela adalah setengah
penganggur tapi tidak mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima pekerjaan
lain (pekerja paruh waktu). Setengah penganggur terpaksa adalah setengah
penganggur yang mencari dan bersedia menerima pekerjaan. Pekerja digolongkan
setengah penganggur parah bila ia termasuk setengah menganggur dengan jam kerja
kurang dari 25 jam seminggu (Kuncoro,2006:228).
Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara
membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan
dalam persen. Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi
pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan
kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek
psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat pengangguran
yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik keamanan dan
sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka
panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara. Di
negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah "pengangguran
terselubung" di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan
tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh banyak orang.
Pada tahun 1958, pada dasawarsa dimana para pemikir
ekonomi sedang ramai-ramainya bertukar pikiran mengenai teori inflasi, A.W.
Phillips berhasil menemukan hubungan yang erat antara tingkat pengangguran
dengan tingkat perubahan upah nominal. Penemunannya ini diperolehnya dari hasil
pengolahan data empirik perekonomian inggris untuk periode 1861-1957. Kurva
phillips yang menghubungkan persentase perubahan tingkat upah nominal dengan
tingkat pengangguran seperti diuraikan di atas biasa disebut dengan kurva
phillips dalam bentuk asli. Di samping itu, ada juga kurva phillips dalam
bentuk versi baru yang biasa disebut dengan kurva phillips yang sudah direvisi
yang digunakan untuk mengukur tingkat inflasi).
Sumber:
1.
Buku Pengantar Ilmu Ekonomi Edisi Ketiga Penerbit Fakultas Ekonomi UI
2.
Mankiw, N. G.,
2003, “Teori makroekonomi”, Edisi Kelima, Erlangga, Jakarta.
3.
Ahman, E. H.,
Rohmana, Y., 2007, “Teori Ekonomi Dalam PIPS”, Edisi 2, Universitas Terbuka. Jakarta.
4.
Firdaus, R.,
Ariyanti, M., 2011, “Pengantar Teori Moneter serta Aplikasinya pada Sistem
Ekonomi Konvensional dan Syariah”, Cetakan Kesatu, AlfaBeta, cv, Bandung.
5.
Prasetyo, P. E.,
2011, “Fundamental Makro Ekonomi”, Beta Offset, Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.